Minggu, 01/6/25 | 13:12 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI RENYAH

Memaknai Garis Tangan

Minggu, 22/5/22 | 11:48 WIB

Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id)

Hal yang menyenangkan dari panjangnya waktu libur Lebaran adalah berkumpul dengan beberapa kawan yang pulang dari rantau. Sembari menikmat kopi hitam dan camilan kentang goreng serta didukung layanan internet gratis, pembicaraan kami bermula dengan nostalgia saat di bangku perkuliahan. Tentu banyak kenangan yang menjadi tema obrolan. Yang jelas guyonan mengapa gedung kampus selalu semakin bagus setelah kami menyandang status alumni tentu mengundang gelak tawa semuanya. Pembicaraan kami pun sampai dengan masalah karier dan nasib. Dua kata itu bagi kami tidak hanya sekadar bahasa Indonesia yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), melainkan “cambuk” sebagai pemicu untuk menggapai cita-cita. Setidaknya, dengan karier bagus, jalan untuk melamar seseorang pun dapat menjadi lebih mulus.

Salah seorang teman pada reunian kecil-kecilan tersebut sempat mengeluarkan pernyataan bahwa setiap individu itu sudah ada “garis tangannya”. Bila ada yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi seperti magister, tentu itu sudah pilihan terbaiknya. Jika ada rekan-rekan yang diterima bekerja pada perusahaan swasta ternama atau BUMN, itu pun sudah nasibnya. Mungkin saja di antara kita ingin menjadi seorang entrepreneur yang sukses, itu sudah keputusan terbaik, bahkan bila sahabat kita ada yang lulus seleksi ASN, itu pun sudah “garis tangannya”.

BACAJUGA

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Jam Tangan dan Seni Menjadi Siapa

Minggu, 25/5/25 | 13:50 WIB
Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Tertinggal Karena Lupa, Tertawa Karena Ingat

Minggu, 18/5/25 | 16:44 WIB

Akan tetapi, hal yang kadang menyebalkan ialah komentar tentang jalan yang dipilih untuk berkarier. Misalnya seseorang yang ketika kuliah di jurusan A, justru bekerja di bidang B. Padahal, itu lumrah saja dan tidak sedikit pula yang menjalani hal serupa itu. Setiap orang saya kira dapat mengembangkan kemampuannya di bidang apa pun meskipun tidak sejalan dengan latar pendidikan yang ditempuh. Sebagian orang sibuk menyayangkan hal itu. Padahal, jenjang pendidikan yang ditempuh oleh seseorang juga tidak melulu berurusan dengan karier yang dijalani.

Kita tentu tidak serta merta berpangku tangan untuk menunggu atau menerima tanpa adanya usaha. Setahu saya, teman-teman yang “garis tangannya” itu bagus, tentu memiliki usaha dan kerja keras yang tekun untuk meraihnya. Tidak ada kesuksesan tanpa usaha dan kerja keras. Begitu kata orang bijak. Tidak semua dari kami yang turut berpartisipasi dalam diskusi ringan itu pun setuju atau mengaminkan pernyataan tersebut. Ada pula yang menyanggah dengan memberikan sebuah pertanyaan. Di sisi lain, ada pula yang menyampaikan bahwa kita berusaha dan bekerja keras agar memperoleh nasib yang baik. Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, jika kaum itu tidak berusaha untuk mengubahnya.

Namun, tidak mungkin pula untuk menyangkal hak istimewa yang diterima. Orang-orang lebih familiar menyebutnya dengan privilege. Hal istimewa menurut saya amat luas. Salah satunya didapatkan oleh seseorang dari latar belakang keluarga. misalnya berasal dari keluarga berkecukupan. Tentu soal materi tidak menjadi beban tersendiri baginya ketika menempuh pendidikan, sehingga ia bisa fokus dalam belajar

Begitulah pembicaraan kami pada malam itu. Setiap pernyataan akan dibenturkan dengan pendapat lainnya. Beragam argumen pun dikemukakan. Menurut saya begini, lain pula menurut teman. Ada benarnya juga masing-masing pendapat itu, tapi akan lebih baik untuk sementara waktu kembali pada pemahaman masing-masing, termasuk pembaca (mana tahu ada pendapat yang berbeda). Setidaknya reunian itu memberikan pemahaman bagi kami akan makna dari “garis tangan”. Semoga.

Tags: #Salman Herbowo
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Mengenal Penggunaan Tanda Garis Miring

Berita Sesudah

Puisi-puisi Mahareta Iqbal Jamal

Berita Terkait

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Jam Tangan dan Seni Menjadi Siapa

Minggu, 25/5/25 | 13:50 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah) Seorang teman pernah berujar tentang urgensi dari jam tangan. Ia menjelaskan tentang benda kecil yang...

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Tertinggal Karena Lupa, Tertawa Karena Ingat

Minggu, 18/5/25 | 16:44 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Lupa adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Dalam keseharian, kita sering kali dibuat repot...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Menyulam Nilai Lewat Cerita: Inyiak Bayeh dan Cerita-cerita Lainnya

Minggu, 11/5/25 | 17:14 WIB

Lastry Monika Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah   Dalam tiga minggu terakhir, saya selalu mengangkat tema seputar...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Talempong Batu: dari Batu ke Nada

Minggu, 04/5/25 | 18:02 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)   Bila saya membawa teman pulang kampung, ibu hampir selalu...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Sastra Lisan dalam Keseharian

Minggu, 27/4/25 | 18:38 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)   “Jangan menangis keras-keras! Nanti kamu dijemput Inyiak Bayeh. Rambutnya...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Cerita yang Tak Pernah Pensiun

Minggu, 20/4/25 | 17:55 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)   Setiap berkunjung ke suatu daerah, saya selalu mendapatkan pengalaman...

Berita Sesudah
Puisi-puisi Mahareta Iqbal Jamal

Puisi-puisi Mahareta Iqbal Jamal

Discussion about this post

POPULER

  • Kualitas Aspal Jalan di Kecamatan IV Koto Agam Dipertanyakan

    Kualitas Aspal Jalan di Kecamatan IV Koto Agam Dipertanyakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Libur Panjang 29 Mei – 1 Juni 2025, Ini Rekomendasi Wisata Seru di Kota Padang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Klarifikasi Wali Nagari Koto Gadang, Lahan Sawit yang Dipinjamkan ke Petani Akan Diremajakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Zalmadi Sesalkan RS Rasidin Tolak Pasien Hingga Meninggal : Itu Tidak Manusiawi!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Puti Fathiya Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Moral dalam Cerpen “Robohnya Surau Kami”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Firdaus : Welly Suhery, Kader PKB untuk Masyarakat Pasaman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024