Empat Sahabat Lamaku
Entah apa pikiranku saat ini
Mengenang kalian selalu
Pada saat-saat itu
Andai kita tidak berpisah
Tentu tidak seperti ini aku sekarang
Seperti apakah mereka sekarang?
Aku tak tahu
Hanya mereka yang kupikirkan
Aku kesepian disini
Banyak hal yang ingin kusampaikan kepada kalian
Akan tempat baruku ini
Tentang semuanya…
Lalui hari-hari ini
Aku yang sendiri tapi merindukan kalian,
Membuatku selalu tersenyum
Akan ada saatnya…
Kita bertemu kembali
Ukir cerita baru lagi
Anak Imajinasi
Kuingat kembali, bocah
Melipat origami yang menarik dari buku
Menempel setiap karya buatannya
Memenuhi dinding dan meja belajar
Dia memang berbakat
Warna warni hidupnya memang membahagiakan
Kepalanya dipenuhi imajinasi
Tak pernah memyerah, penuh motivasi
Setiap malam, dia mengamati kamarnya
Indah menurutnya
Banyak hiasan lipatan origami warna warni
Tak penting kamarnya masih berantakan
Besok masih ia lanjutkan
Ingin rasanya bertemu kembali dengannnya
Tinta Hitam
Banyak mereka yang tak mempedulikannya
Karena itu hanya setitik saja
Tapi apa kata pepatah,
Sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit
Walau begitu, mereka membantah
“Ah, paling kebaikanku lebih banyak”
Yang saat sedikit tak mereka pedulikan
Saat banyak mereka bantah
Apa katanya?
“Itu bukan kejahatan, hanya kesenangan”
Begitukah?
Tuhan mereka jadikan sebagai mainan
Hidupnya menjadi kesenangan yang bebas,
Dengan kejahatan dan kekejian
Hanya tinta hitam pekat yang ada,
Di hati dan di kehidupannya
Merasa tidak berdosa dengan kesalahan-kesalahannya
Mereka ada dimana-mana
Di sekitarmu
atau mungkin, temanmu juga?
Biodata Penulis :
Najwa Ramadhana adalah anggota ekskul Pondok Sastra SMPIT Adzkia Padang.
Sahabat Penjaga Hati
Oleh: Ragdi F. Daye
(Buku kumpulan puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)
Akan ada saatnya…
Kita bertemu kembali
Ukir cerita baru lagi
Sudah dua pekan di tahun baru. Mungkin ada pergantian suasana dan lingkungan baru. Mungkin masih sama seperti yang dulu-dulu, teman-teman lama, tugas-tugas dan aktivitas rutin yang sama. Hanya saja kalender suah berganti. Meski kadang masih sering keliru menulis tahun 2022, masih sering keliru melihat tanggal. Belum bisa move on dengan keadaan. Tapi Kreatika masih tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya, mengadirkan karya sastra dari penulis-penulis muda setiap minggunya. Berselang-seling cerpen dan puisi, disertasi sedikit ulasan sebagai apresiasi.
Sastra dianggap mampu menjadi pemandu menuju jalan kebenaran karena sastra yang baik adalah sastra yang ditulis dengan penuh kejujuran, kebeningan, kesungguhan, kearifan, dan keluhuran nurani manusia (Saryono, 2009: 20). Sastra yang baik tersebut mampu mengingatkan, menyadarkan, dan mengembalikan manusia ke jalan yang semestinya, yaitu jalan kebenaran dalam usaha menunaikan tugas-tugas kehidupannya. Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial.
Waluyo (2003: 2) mengungkapkan bahwa menulis puisi berarti menulis deretan kata-kata yang tidak membentuk kalimat atau alinea. Antara kalimat dan larik memiliki hakikat yang berbeda. Begitu juga dengan alinea dan bait. Larik atau bait memiliki makna yang lebih luas, yang disebut Waluyo sebagai proses pemadatan kata. Proses seperti ini dilakukan agar puisi yang ditulis memiliki kekuatan untuk masuknya berbagai tafsiran makna hingga mendalam.
Seorang penyair menulis puisi dengan menggunakan kata-kata yang khas. Kata-kata tersebut tidak dapat diartikan secara langsung karena mengandung makna konotatif. Penyair menggunakannya kata-kata dengan mempertimbangkan semua aspek kepuitisan, terutama dalam rima dan irama yang berefek pada pengucapan. Unsur yang dipertimbangkan penyair dalam memilih kata untuk puisi yaitu diksi, kata konkret, dan majas.
Kreatika edisi ini memuat tiga buah puisi karya Najwa Ramadhana. Ketiga puisi tersebut berjudul “Empat Sahabat Lamaku”, “Anak Imajinasi”, dan “Tinta Hitam”. Puisi-puisi yang lembut dan sederhana namun menyentuh perasaan.
Puisi pertama, “Empat Sahabat Lamaku” berisi tentang seseorang yang merindukan sahabat-sahabatnya. Aku lirik teringat pada teman-teman yang pernah dekat dengannya di tempat dia sebelumnya. Sekarang mereka telah berpisah karena suatu dan lain hal yang menyebabkan mereka tidak bisa berkumpul bersama seperti dulu lagi. Keadaan itu membuat aku lirik merasa kesepian dan diamuk rindu. Kegelisahan ini diungkapkan secara lugas: ‘Hanya mereka yang kupikirkan / Aku kesepian disini/ Banyak hal yang ingin kusampaikan kepada kalian/ Akan tempat baruku ini/ Tentang semuanya…’ Cara menghadapi rasa kehilangan pada setiap orang dapat berbeda-beda. Ada yang memilih menyendiri, berkumpul dengan teman-teman baru, melakukan hal baru, dan mengenang dengan cara melihat kembali foto-foto atau barang-barang yang menyimpai memorabilia.
Puisi kedua “Anak Imajinasi” masih bernuansa kehilangan. Anak imajinasi dalam puisi ini dapat berupa sosok khayalan yang sering dimiliki anak-anak ketika tidak memiliki teman di rumah karena tidak punya saudara sehingga dengan imanjinasinya menciptakan teman tak kasat mata yang menemaninya bermain. Anak imajinasi bisa juga mengarah kepada anak-anak yang hidupnya penuh imajinasi yang membuatnya seperti punya dunia sendiri berbuat apa-apa sesuai dengan apa yang ada di benaknya. Anak imajinasi yang seperti ini punya daya kreativitas yang mengagumkan meskipun barangkali sering membuat ruangan berantakan dan tingkah laku yang kurang tertata sehingga membuat orang tua merasa kesal karena si anak tidak bisa diatur.
Pada puisi Najwa ini, anak imanjinasi yang digambarkan bisa jadi diri aku lirik sendiri: ‘Setiap malam, dia mengamati kamarnya/ Indah menurutnya/ Banyak hiasan lipatan origami warna warni/ Tak penting kamarnya masih berantakan/ Besok masih ia lanjutkan / Ingin rasanya bertemu kembali dengannnya’. Dia menginginkan dirinya yang lama sebagai anak berimajinasi tinggi yang asyik dengan pikiran dan imajinasinya membuat karya kreasi dari kertas origami, membuat gambar, mewarnai sketsa, membuat kerajinan dengan barang-barang bekas bak seorang seniman berbakat atau melakukan aneka praktikum sederhana dengan ide spektakuler layaknya ilmuwan jenius. Perkembangan umur membuat sisi kanak-kanak pada iri manusia lambat-lambat memudar berganti dengan sifat orang dewasa yang setiap gerak-geriknya diperhitungkan secara kritis dengan nilai-nilai kepaturan dan kelogisan.
Sebenarnya, sifat kekanak-kanakan mempunyai sisi baik untuk dimiliki orang dewasa, khususnya sifat Childlike yang merupakan kebalikan dari sifat childish. Istilah childlike diberikan kepada orang-orang yang memiliki perilaku kekanak-kanakan yang menarik atau terlihat baik. Meski sudah beranjak dewasa, seseorang harus mengembangkan sifat childlike dan membuang sifat childish. Memiliki karakter yang menarik seperti childlike bukanlah hal memalukan bagi orang dewasa. Sebab, sifat ini akan membuat orang-orang dewasa menjadi pribadi yang menyenangkan, berguna, dan tidak mudah menyerah.
Puisi ketiga “Tinta Hitam” merupakan puisi yang cukup berat dari segi tema dibandingkan kedua puisi sebelumnya. Puisi ini dapat dihubungkan dengan noda yang mengotori sesuatu yang bersih, sebut saja hati. Hati sering disebut sebagai kertas kosong atau tabula rasa. Hati manusia pada fitrahnya suci dan bersih. Hati yang putih bersih tersebut seiring perjalanan hidup berubah menjadi bernoda-noda hitam tergantung seberapa banyak perbuatan dosa yang dilakukan. Perbuatan dosa itu seperti bercak tinta hitam yang mengotori lembaran hati yang putih.
Najwa menulis dengan reflektif: ‘Banyak mereka yang tak mempedulikannya/ Karena itu hanya setitik saja/ Tapi apa kata pepatah,/ Sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit/ Walau begitu, mereka membantah/ “Ah, paling kebaikanku lebih banyak”. Perlu diketahui, bahwa sebagaimana noda di atas baju jika dibiarkan akan membandel, begitu pula halnya saat noda dalam hati tidak segera dibersihkan.
Rasulullah SAW menjelaskan dalam hadits riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah, “Jika seorang hamba melakukan satu dosa, niscaya akan ditorehkan di hatinya satu noda hitam. Seandainya dia meninggalkan dosa itu, beristighfar dan bertaubat, niscaya noda itu akan dihapus. Tapi jika dia kembali berbuat dosa, niscaya noda-noda itu akan semakin bertambah hingga menghitamkan semua hatinya. Itulah penutup yang difirmankan Allah, “Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka lakukan itu telah menutup hati mereka” (QS. Al-Muthaffifin: 4)”. Bukanlah aib manakala seorang hamba terjerumus kepada perbuatan dosa, sebab tidak mungkin manusia biasa suci dari dosa. Namun aib itu bilamana setelah terjerumus kepada perbuatan dosa, seorang insan tidak segera memperbaikinya, malah justru ia semakin tenggelam dalam kubangan dosa.
Puisi Najwa ini menyentil kita yang tanpa sadar telah menganggap remeh dosa: ‘Tuhan mereka jadikan sebagai mainan/ Hidupnya menjadi kesenangan yang bebas,/ Dengan kejahatan dan kekejian/ Hanya tinta hitam pekat yang ada,/ Di hati dan di kehidupannya/ Merasa tidak berdosa dengan kesalahan-kesalahannya’. Dosa yang dibaratkan dengan tinta hitam tersebut apabila dibiarkan, maka lama-lama akan menghitamkan hati. Nauzubillah! []
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post