Senin, 16/6/25 | 16:33 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Pesan Moral dalam Cerpen “Robohnya Surau Kami”

Minggu, 01/6/25 | 11:18 WIB

Oleh: Sufrika Sari
(Mahasiswi Prodi Sejarah dan Bergiat di Labor Penulisan Kreatif FIB Universitas Andalas)

Kesalehan lahiriah bukanlah jaminan seseorang akan masuk surga. Banyak di antara kita yang mengira bahwa syarat untuk masuk surga hanyalah ibadah, ibadah dan ibadah. Tanpa mengerti esensi dari ibadah itu sendiri. Apalagi di negeri kita di Indonesia yang terkadang masyarakatnya tidak peduli dengan sesama walau orang itu terlihat sebagai seorang ahli ibadah sekalipun. Orang dianggap saleh jika ia telah berhaji ke Mekah dan ke masjid setiap hari. Memang hal itu tidak salah, namun jika tidak diiringii dengan menjalankan kewajibannya kepada sesama manusia, tidak menjalankan kewajibannya terhadap keluarga, sama saja ia tidak menjalankan perintah Tuhan.

Hal ini disinggung oleh seorang penulis yang bernama A.A. Navis pada tahun 1955 dalam cerpennya yang berjudul “Robohnya Surau Kami”. Indonesia disebut terdapat alam yang subur, tanahnya yang maha kaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang lainnya, namun penduduknya sendiri melarat karena mereka malas dan membiarkan orang asing mengambil hasil tanahnya. Mereka sibuk saling berkelahi dengan sesama mereka. Dalam cerpen “Robohnya Surau Kami” diceritakan tentang dialog Tuhan dengan seorang warga Indonesia yang bernama Haji Saleh di akhirat. Haji Saleh begitu yakin ia akan dimasukkan ke dalam surga karena di dunia ia selalu beribadah dan memuji Tuhan. Namun dugaannya salah, karena Tuhan malah memasukkannya ke neraka paling bawah.

BACAJUGA

No Content Available

Kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk di sembah saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka. hai, Malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya! (A.A. Navis, 1955)

Menurut Kristina (2021), secara garis besar dalam Islam ibadah sebenarnya terbagi menjadi dua yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah adalah hubungan manusia dengan Tuhan atau hubungan secara vertikal. Contoh ibadah mahdhah adalah salat, zakat, puasa, haji dan ibadah lain yang di tetapkan oleh hukum syariat. Ibadah ghairu mahdah adalah segala perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilakukan dengan niat ikhlas karena Allah Swt. Ibadah ini dilakukan antar sesama manusia (muamalah) atau hubungan horizontal yang tidak hanya terkait hubungan dengan Allah Swt saja. Jadi, ibadah ghairu mahdah inilah pesan moral yang ditonjolkan dalam cerpen ini. Bahwasanya kita hendaknya peduli dengan lingkungan sekitar, peduli dengan permasalahan yang terjadi di masyarakat, dan ikut berkontribusi memajukan bangsa, dimulai dari hal kecil yaitu menjalankan kewajiban terhadap keluarga. Oleh sebab itu, cerpen “Robohnya Surau Kami” ini tidak hanya terdapat nilai moral agama tetapi juga mengandung nilai moral kepedulian sosial.

Kemudian, nilai moral lainnya yang dapat kita ambil adalah etika berbicara. Etika berbicara adalah bagaimana seseorang menyampaikan sesuatu dengan sopan, menghargai perasaan orang lain dan tidak memakai bahasa yang dapat menyakiti atau menyinggung. Setiap ucapan yang kita lontarkan bisa saja menyakiti hati orang lain, meski kita tidak bermaksud untuk menyakiti hatinya namun kita tidak tahu ucapan itu bisa saja membuat orang lain tersinggung, terluka, insecure, hingga overthingking.

Pada cerpen ini, dapat dilihat bahwa Ajo Sidi adalah seorang pembual yang sering membuat cerita aneh untuk menyindir dan mengejek seseorang. Meski banyak yang senang mendengar bualan Ajo Sidi yang aneh karena dianggap sebagai hiburan, tetaplah hal itu merupakan sesuatu yang salah karena ada unsur kebohongan dalam ceritanya dan ada yang tersakiti dalam setiap ucapannya. Apalagi dalam hal ini ia sengaja tujuannya adalah untuk menyinggung seseorang.

Banyak dampak buruk yang ditimbulkan jika seseorang tidak menjaga ucapannya terhadap orang lain, di antaranya adalah dapat menimbulkan permusuhan, melukai perasaan orang lain, merugikan orang lain dan diri sendiri. Bahkan dengan tidak menjaga ucapan dalam beberapa kasus dapat berakibat fatal, seperti dapat menimbulkan fitnah, perpecahan, memicu konflik, malah dalam cerpen ini berakibat kematian. Ajo Sidi membuat si kakek merasa hidupnya sia-sia hingga berakhir bunuh diri. Benarlah kiranya pepatah yang menyebutkan bahwa “Lidah lebih tajam dari pada mata pedang”.

Meski seseorang dianggap melakukan kesalahan, tidak benar menghakiminya dengan perkataan kasar dan menyakiti hati. Hendaklah seseorang itu dinasehati secara baik dan menjelaskan apa kesalahannya, karena setiap berbicara itu ada etikanya. Tegurlah dengan santun, tidak di depan umum, dan fokus pada kesalahannya bukan pada orang yang bersalah. Hindarilah menghakimi dan berikan pemahaman serta saran yang membangun untuk membantu mereka belajar dan berubah.

Jadi kesimpulannya adalah kita tidak hanya perlu menjaga hubungan dengan Allah saja, tetapi kita juga perlu menjaga hubungan dengan manusia karena ibadah bukan hanya salat, puasa, haji, dan sebagainya, melainkan bekerja, belajar, memberi nafkah keluarga, membantu sesama, juga merupakan ibadah. Namun, tetap ibadah mahdah atau menjaga hubungan dengan Allah adalah hal yang paling utama. Menjaga hubungan dengan manusia juga dapat dilakukan melalui penjagaan lisan dengan tidak menyakiti hati orang lain, menggunakan etika saat berbicara, dan tidak mengandung dusta, agar tidak menimbulkan permusuhan, dan dampak buruk lainnya. Sebab setiap perkataan yang buruk dapat merugikan orang lain dan diri sendiri.

Tags: #Surfika Sari
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Perbedaan Kata “Agak”, “Sedikit”, “Cukup”, dan “Lumayan”

Berita Sesudah

Epigram 60: Perayaan Ulang Tahun Terakhir Joko Pinurbo

Berita Terkait

Salah Kaprah Penggunaan In dan Out di Ruang Publik

Salah Kaprah Penggunaan In dan Out di Ruang Publik

Minggu, 15/6/25 | 10:52 WIB

Oleh: Mita Handayani (Mahasiswa Magister Linguistik FIB Universitas Andalas)   Cassirer (dalam Lenk, 2020) mengatakan bahwa manusia adalah animal symbolicum,...

Metafora “Paradise” dalam Wacana Pariwisata

Frasa tentang Iklim dalam Situs Web Greenpeace

Minggu, 15/6/25 | 09:39 WIB

Oleh: Arina Isti’anah (Dosen Sastra Inggris, Universitas Sanata Dharma) Baru-baru ini kita disadarkan oleh fenomena kerusakan alam Raja Ampat yang...

Beban Tidak Kasat Mata Anak Perempuan Pertama

Beban Tidak Kasat Mata Anak Perempuan Pertama

Minggu, 08/6/25 | 08:17 WIB

Ilustrasi: Meta AI Oleh: Ratu Julia Putri (Mahasiswa MKWK Bahasa Indonesia 32 & Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Andalas)   “Kamu...

Epigram 60: Perayaan Ulang Tahun Terakhir Joko Pinurbo

Epigram 60: Perayaan Ulang Tahun Terakhir Joko Pinurbo

Minggu, 01/6/25 | 11:46 WIB

Oleh: Ghina Rufa’uda (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia dan Bergiat di Labor Penulisan Kreatif FIB Universitas Andalas)   Rekeningku hanya tempat...

Literature Review Artikel “Power in the Discourse of West Sumatra Regional Regulation Number 7 of 2018 concerning Nagari”

Literature Review Artikel “Power in the Discourse of West Sumatra Regional Regulation Number 7 of 2018 concerning Nagari”

Minggu, 25/5/25 | 14:40 WIB

Oleh: Raisa Tanjia Ayesha Noori (Mahasiswa S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas) Peraturan Daerah (Perda) sering kali dianggap sebagai...

Kekacauan dalam Film “Pengepungan di Bukit Duri”

Kekacauan dalam Film “Pengepungan di Bukit Duri”

Minggu, 25/5/25 | 13:01 WIB

Oleh:  Queendi Kumala (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas) GILA! Bukan karena film ini adalah suatu masterpiece, tetapi semua adegan...

Berita Sesudah
Epigram 60: Perayaan Ulang Tahun Terakhir Joko Pinurbo

Epigram 60: Perayaan Ulang Tahun Terakhir Joko Pinurbo

POPULER

  • Salah Kaprah Penggunaan In dan Out di Ruang Publik

    Salah Kaprah Penggunaan In dan Out di Ruang Publik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Warga Koto Padang Dharmasraya Swadaya Perbaiki Jembatan Gantung yang Ambruk

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fungsi Kata “yang “ dalam Bahasa Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aliansi OKP se-Dharmasraya Minta Polres Dharmasraya Tingkatkan Pengawasan Keamanan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puan Maharani Apresiasi Meta Dukung Indonesia Berantas Judi Online

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara dan Ulasannya oleh Azwar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024