Cerita Hati
Pagi ini membeku
matahari enggan mencairkan
embun pagi tandas membatu
laut dan sungai ragu menghanyutkan
angin pun lewat tanpa berseru
lalu lalang daun terbang pun membisu
hilir mudik air hujan turun bagai gumpalan salju
semua memagar jalan pandang
menutup langkah ke depan
dan memenjarakan mata h⅕ati.
Hari masih beku
jalan mentari berpayung mendung
konon enggan mencari peluh
angin berlalu tetap membisu
laut dan sungai masih termangu
daun suka melayang terbang tanpa bicara
air hujan tersipu malu
semua seperti ¹sedia kala
tiada bergerak
apalagi berubah.
Siang ditimang jadikan pranata
mengatur dan menembus prasangka
wajarkan tindak nan terbiasa
tempatkan benar bukan yang dusta
buang salah di keranjang sampah
dengan harap lapanglah jalan
jengkal demi jengkal hilanglah rintangan
tinggal gumuk cita
meski dipupuk disiram cinta
jadilah gelaran berasa bahagia.
Klaten, 26/6/’24
Bayang Rindu
Menunggu,
adalah kerja rentan pemupuk kegalauan
merajuk berbuat bayang jauh melayang
menyiksa harapan tertanam
jadikan hilang
tiada lagi berasa di bentang masa depan
karena lama menunggu hajat yang datang
lalu, biarkan terbang bersama awan.
Menunggu,
detak jarum jam tiada berjalan
berhenti tanpa janji
begitu mula yang dipuja
bunga dinanti lama berbuah
rontok terkubur ranting dan daun
berharap jadi pupuk penyubur
walau hasil tiadalah pasti.
Menanti tiada henti
sebelum jarum jam berjalan memutar
berkeliling menyebar cinta
harapan dan belas kasih
janganlah pudar jatuh di tanàh
jadilah nyata bukan bias penghias
dan tertanam subur
dalam langkah masa depan.
Bertemu dan bersualah
di waktu perjumpaan masa depan
bukan bayang lagi
dan tiada nanar pandangan mata
hanya selaksa buncah rasa
kebahagiaan.
Klaten, 24/6/’24
Nasihat Pekerti
Bangun, bangunlah anakku
kokok ayam nyaring memanggil mentari
gelimang tupai riuh mengisi pagi
budak kerja berlumur dengan kerak siang,
singkap selimutmu, anakku
biar kehangatan menjadi keringat
dan jadikan langkahmu
tapak kaki di tanah berbicara.
Terus jangan berhenti, anakku
jalan berliku susuri kanan kiri naik turun dan kelok kelok berbatu,
tajamkan matamu, anakku
jurang tak akan curam
sejauh mata berpandang panjang
tiada kan jatuh dalam nestapa
hanya terbang di lapang awan.
Serukan cakap siang, anakku
agar peronda mimpi terbirit lari
biar perengkuh jalan menyimpang pulang
dan akan kau dapati lebar jalan terhampàr,
beradulah anakku
rehat sejenak menimang malam
lalu merajut benang pagi
untuk menyambung lembar kehidupan.
Klaten, 18/’24
Pesona Aceh
Bulan bintang tebar pesona
di atas bukit awan membentang
berarak syahdu di lembah Leuser
berpadu gerak Saman penebal iman
pesisir Barus Singkil bergema Takbir
bestari indah panoramamu
Serambi Mekah kusebut selalu, dan
rencong tajam
jadikan pijar gelora jiwa
tiadalah mampu penjajah menjarah
demikian hikayat berpujangga
menjadi harum
di seantero Nusantara.
Klaten/5/6/’24
Biodata Penulis:
Danang Susena Datuak Nan Acok di Ateh berprofesi sebagai dosen di Universitas Widya Dharma, Klaten, Jawa Tengah. Ia pernah mengajar di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas, Padang selama 30 tahun. Menulis puisi adalah salah satu kesenangannya. Puisi-puisinya memiliki diksi yang indah dan kaya makna. Puisi-puisinya sudah diterbitkan dalam beberapa buku, di media massa, dan ditampilkan dalam pertunjukan musikalisasi puisi di sekolah-sekolah, universitas, dan di lomba-lomba musikalisasi puisi tingkat nasional.
Discussion about this post