Menuai Kebahagiaan di Tengah Patah Hati
Cerpen Oleh: Hana Fau
Maysa menyenggol bumbung karung tepung Hanjeli yang siap dikirimkan saat menikmati momen menilai terpenuhinya syarat sesuai standar menjaga kualitas di setiap proses pengemasan agar nilai gizi yang terkandung dalam tepung hanjeli tetap terjaga dengan baik sebelum dikirim ke mancanegara yang telah ditargetkan. Maysa memang baru dalam praktik gizi di kancah industry. Ia percaya diri menawarkan diri karena sudah menyimpan dua sertifikat terkait management gizi industri. Maysa terperangah melihat karung perlahan tumbang. Sebelum pekik melangit ada tangan kokoh cepat mengembalikan karung ke posisi terbaik.
Maysa tahu ia tak mungkin disukai oleh pria pekerja keras dihadapannya. Ceroboh. Maysa membatin sambil menguatkan buku-buku jari menggenggam bolpoin dan papan tempat menjepit lembar-lembar formulir. Kenapa di detik ini kesalahan ini terjadi. Maysa membayangkan apa yang bisa terjadi dengan bisnis keluarga baik hati ini. Pria itu telah berpindah posisi ke sisi aktivitas lainnya yang butuh perhatian. Maysa bahkan tak mendengar ujaran dan derap apa pun. Ia ternyata sibuk bermain main dengan pikiran sendiri.
Tanpa berlarut dengan hal yang telah berlalu, Maysa melanjutkan hingga tuntas amanah pengecekan tersebut. Kejadian ini tak memukul mundur niat tulusnya membantu saat ini meski tak memperoleh amplop atau transferan upah. Volunteer seloroh Maysa tulus dan tertawa singkat untuk meyakinkan kedua orang tua Dika sebelum benar-benar pamit dari rumah Dika di sore yang tenang saat pertama dan terakhir Maysa menginjakkan kaki di rumah pria yang berlalu begitu saja setelah tindakan gegabah barusan.
Maysa teringat kala kembali menyerahkan ke tenaga kerja bagian administrasi jika bisnis ini sudah berkembang besar. Namun status ekspor masih atas lembaga usaha kecil belum kelas Perusahaan. Kemajuan ini tak lepas dari kerasnya tekad dan motivasi anak muda lulusan teknik pertanian itu, makhluk langka abad ini. Maysa lagi-lagi memandangi Dika yang telah semakin melangkah jauh ke sisi bangunan, entah ke arah mana.
Maysa mengecek jam. Sudah masuk waktu zuhur. Sebelum pamit untuk benar-benar meninggalkan nagari indah ini. Maysa mengambil gambar berbagai sisi dan memasukkan handphone ke dalam tas segera. Ia tadi sudah mengirim pesan pamit di grup sahabat hanjeli. Penutup kenangan yang baik. Maysa ingin menumpahkan segala kisah enam bulan pengabdiannya. Dering singkat dan merdu memanggil Maysa untuk kembali menyalakan hp. Pesan balasan di grup untuknya. Dika membagikan stiker gambar dengan tulisan “Gas kan!”
Maysa berhenti sesaat. Itu balasan untuk pesan harapan dan mimpinya.
***
Maysa baru saja memasuki usia 28 tahun. Lulusan gizi baru berdedikasi di puskesmas nagari sumatera barat mengikuti program “piring gizi lengkap keluarga Minangkabau”. Maysa menjadi sosok orang minang balik kampung untuk memprioritaskan komunitas masyarakat yang dekat dengan identitas keluarganya. Meski keluarga masih di perantauan, Maysa yakin dengan keputusannya. Semasa jadi asisten penelitian tanaman Hanjeli sebagai pangan fungsional. Ia temukan potensi besar di nagari Sumatera Barat. Menjadi ketertarikan tersendiri bagi Maysa. Ia memiliki impian besar untuk mengubah pola makan masyarakat agar lebih sehat, jenis-jenis makanan dalam piring-pirang terhidang di meja makan keluarga memenuhi kebutuhan tubuh agar kuat beribadah dan berkarya. Puskesmas nagari Sumatera Barat menjadi tujuan pelaksanaan program gizi. Ia memilih bekerja sebelum mengambil pendidikan sarjana. Setelah menamatkan sarjana, Maysa yakin ilmu di perguruan tinggi ialah amat berharga bak berlian yang dinanti dalam pandangan tuk digenggam kuat. Hingga takut bila terlepas sia-sia dan ilmu tak membekas sebab tiadanya pengasah.
Kembali bekerja ia putuskan setelah lulus untuk mempertajam penguasaan ilmu. Kata seorang berwawasan. Ilmu menjadi ilmu sesungguhnya bila kita yakin dalam mengungkapkannya. Maysa merancang untuk melanjutkan studinya sebagai bentuk bahwa berlian butuh untuk di-upgrade. Di tengah gerak sebagai pejuang gizi, Maysa bertemu dengan Dika, seorang petani yang membagikan keinginan yang sama.
***
Dika pemuda menjejak usia 27 tahun. Karakter aktif dan kemauan mencoba berbagai pendekatan baru untuk sukses bisnis keluarganya. Dika sejak dibangku sekolah suka melihat aktivitas pertanian masyarakat sebelum berlari berangkat menuju sekolah yang berdiri kokoh di pusat kota. Dika remaja berkata, “sampai mana pertanian ini dapat bermanfaat bagi kami, masyarakat nagari ini?”.
Di jam jeda pembelajaran. Dika mencoba bertanya pada orang-orang dari guru biologi, Sejarah, geografi, teman sama makan dan main, hingga penjaga sekolah. Tentunya dengan Bahasa yang masih sederhana. Teman dan penjaga sekolah memiliki respon yang hampir mirip. Kesamaannya ialah Dika tak puas. Jawaban yang ia dapat pertama wajah heran, wajah bak berpikir keras, dan berakhir “coba tanya pada guru, kantor nagari, atau bapak kau kan petani Hanjeli. Ia pasti melakukkannya dengan tujuan yang jelas”. Dika menjentik bahu temannya dan cengengesan sambil mengangguk pada penjaga sekolah.
Saat tiba kembali di rumah, Dika duduk di sisi Bapak, menanti respon apakah dibolehkan turut serta. Bapak seperti biasa menolak dan menunjuk ke arah dalam rumah. Bapak ingin Dika merencanakan aktivitas esok hari dan menuliskan apa yang sudah ia lakukan sehari penuh. Dika beranjak dengan berat Langkah dan menanti saat ia tahu apa yang Bapak dan masyarakat lakukan untuk masa depan nagari dari pertanian hanjeli. Meski Dika mengamini, ia bahkan bisa bersekolah dengan tenang dari jerih Bapak dan giat ibunya yang senantiasa mendampingi Bapak dengan bisnis tas dari biji Hanjeli.
Hingga tibalah Dika dimasa kini. Tumbuh matang sebagai ikon petani muda yang gemar meng-upgrade ilmu guna menjaga hasil budidaya tanaman Hanjeli yang berkualitas hingga menjadi ikon daerahnya. Produk Hanjeli itu dikirim keluar negeri. Berjuang butuh sistem yang mengakar kuat. Dika paham hal itu. Mimpi Dika dilengkapi dengan support system dari tiga orang rekan kerja beserta paket keahlian yang ada pada mereka.
Ibu Dika pertama kali Maysa temui saat sosialisasi berbagai produk dari bahan pangan fungsional termasuk Hanjeli. Seorang Perempuan penuh inspirasi karena belajar mandiri cara berbisnis supaya produksi tananaman Hanjeli memperoleh berbagai hasil.
***
Pagi kesekian di nagari Sumatera Barat. Maysa menatap aktivitas Dika dan berbagai pekerja lahan yang membantunya. Maysa semakin melihat apa yang dimaksud perbincangan ringan warga tentang Dika. Dika teguh dan bekerja keras menggantikan bapaknya sepenuhnya memimpin pengolahan lahan tanam. Maysa berseloroh berarti Dika telah menjadi pengusaha besar di usia muda. Dika tersenyum. Ia memilih rendah hati. Dika mengajak para tenaga kerja untuk memulai pemilihan bibit Hanjeli. Dika menegaskan agar menjaga disiplin dalam mengikuti seluruh proses yang ia dan bapaknya lakukan dalam pemilihan bibit Hanjeli.
“Bibit hanjeli terpilih dari varietas yang terbaik. Sesuaikan bibit dengan keadaan iklim, suhu, cuaca, pH, kelembaban daerah tanam. Pilihlah benih yang sehat, tidak cacat dan baik pertumbuhannya bernas, tidak banyak serangan hama dan penyakit.” Tutup Dika.
Usai terpenuhi jumlah bibit yang diinginkan. Mereka bergerak ke lahan tanam. Dika bekerja sambil memberi pencerahan singkat. “Tanaman ini memiliki potensi ekonomi karena bijinya dapat digunakan untuk keperluan pangan dan sebagai bahan baku dalam industri tradisional”.
Maysa sempat berpikir mungkin dunia orang dewasa tak jauh dari percakapan mimpi-mimpi, bucket harapan yang dicita-citakan. Orang gizi senang mengajak penyempurnaan konsumsi di tiap kesempatan. Maysa memilih mengangguk dan tetap memperhatikan Dika dan tenaga lainnya yang sedang kidmat mengolah lahan tanam.
Dika berhenti sesaat. Membuang potongan batang yang menghalang kerja. “Upaya pengembangan pertanian hanjeli dapat mendukung ekonomi lokal jika dapat dikelola dengan baik. Pertanian hanjeli dapat diintegrasikan dalam sistem pertanian lokal untuk mendiversifikasi produksi tanaman dan meningkatkan ketahanan pangan”.
Maysa pernah mencoba membuat perkiraan tinggi tanaman Hanjeli yaitu kira-kira mencapai 1 hingga 2 meter. Benihnya menjadi bagian tanaman yang paling berharga. Bentuknya kecil dan keras seperti manik, menyerupai air mata. Dikenal sebagai “air mata Ayub”. Terdapat lubang yang khas sehingga cocok untuk dirangkai dan dimanfaatkan sebagai perhiasan. “Air mata Ayub” telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan berkarbohidrat dan juga gandum, seperti bahan kue dan minuman, bahkan sebagai sup.
Di Indonesia, pemanfaatan “air mata Ayub” untuk keperluan pangan masih sangat terbatas. Tepungnya memiliki tekstur yang kenyal, tidak lengket, seperti beras ketan yang biasa dikonsumsi. Hal inilah yang membuatnya banyak diolah menjadi alternatif makanan nikmat.
Tanaman hanjeli tumbuh baik pada kondisi iklim panas, di tanah lempung berpasir atau liat. Sumatera Barat dengan iklim tropis, musim hujan dan musim kemarau yang khas, tempat baik untuk tanaman Hanjeli bermukim. Disamping bagian dalam hidangan tradisional atau obat-obatan, Hanjeli mungkin memiliki nilai budaya dan tradisional di Sumatera Barat, terutama jika digunakan untuk membuat perhiasan. Maysa puas dan tersenyum lebar.
***
Siang itu Maysa dan teman-teman tak melihat Dika bekerja di lapangan. Kabar yang didapat bahwa lelaki itu terkena sakit terkait gizi. Maysa mencoba merangkai berbagai kemungkinan permasalahan gizi yang bisa muncul saat dewasa muda, terutama pada laki-laki. Serta melihat gejala yang bisa ditangkap Indera Maysa. “Scurvy?” yakin Maysa.
Benarlah kabar itu. Dika jatuh sakit karena kekurangan asupan vitamin yang akut. Tapi sangkaan Maysa sedikit bergeser dari sasaran. Maysa tercenung dengan fakta yang didapat. Dika merupakan contoh terdekat yang Maysa lihat bakti untuk menghasilkan sumber pangan pokok pengganti kaya gizi yang bagus bagi masyarakat di nagari ini. Namun Dika terbatas seperti masyarakat lainnya akan pengetahuan sebab-sebab yang bisa menjadi bumerang mengalami masalah gizi.
Maysa duduk di meja berhadapan dengan jendela puskesmas yang hingga senja bersemu masih dibiarkan untuk tetap terbuka. Maysa menjemput momen tiba di wilayah yang luar biasa penuh dengan potensi bak manfaat pangan Hanjeli. Sebelum ia dan team tiba disana. Maysa dan team menjejak di tempat-tempat rekomendasi hasil pencarian internet yang terdekat dari wilayah tujuan di nagari Sumatera Barat.
Mereka segera tahu wilayah ini strategis dan juga punya tantangan tersendiri tentunya dalam mewujudkan program gizi bagi masyarakat pun dikalangan komunitas rawan gizi, anak-anak, remaja, ibu hamil & menyusui, lansia, dan para pekerja. Maysa merasakan patah hati yang mendalam. Meskipun bertekad untuk membantu masyarakat, ia harus menghadapi kenyataan pahit bahwa masih banyak tantangan yang harus diatasi.
Maysa beranjak ke meja di luar ruangan praktik gizi. Tim kesehatan berkumpul malam ini. Berdiskusi kembali progress program dan Langkah penanganan permasalahan gizi yang dialami Dika. Pembelajaran baru untuk kasus gizi bisa dialami pekerja seperti petani muda ini. Dika harus segera pulih status gizinya agar penyakit yang dialaminya berkurang. Masa panen Hanjeli semakin dekat. Kesembuhan Dika turut dinanti warga. Dika paket lengkap kesuksesan panen Hanjeli.
***
Akhirnya penduduk di nagari ini melihat masa panen Hanjeli. Tanaman hanjeli biasanya berbunga pada 68-132 hari setelah ditanam. Pemanenan dilakukan jika biji hanjeli atau jali scara fisik sudah matang. Dapat dilihat bila biji telah berisi atau bernas, keras jika ditekan dengan tangan, berwarna putih mengkilap. Dilakukan pemetikan malai hingga ketiak daun.
Dika telah meraih pulih. Ia dengan hati terbuka menerima kondisi kesehatannya dan nasehat gizi yang dibagikan. Dika dan rekannya menyiapkan tahapan awal produksi. Pelaksanaan ozonasi tepung Hanjeli untuk mendapatkan tepung yang lebih jernih, swelling volume, kelarutan, dan kapasitas penyerapan air tinggi, namun sineresis dan viskositasnya rendah. Semua sifat yang dibutuhkan agar dapat dipakai industri roti dan kue. Metode ozonasi dapat menjadi metode alternatif untuk modifikasi tepung Hanjeli karena ramah lingkungan.
Banyak pemuda yang mengajukan diri menjadi tenaga kerja di bagian produksi tepung yang tidak membutuhkan keahlian khusus. Dika menyerahkan pada rekannya yang telah memiliki pengalaman untuk melakukan seleksi cepat tenaga kerja tambahan untuk produksi tepung tahun ini.
Masa panen sekaligus bermakna genap tercapai enam bulan Maysa berkarya disana. Berbagai semburat kebahagiaan pada wajah yang ia pandang merupakan melodi satu irama. Maysa menemukan kekuatan dan semangat baru untuk terus berjuang. Pengalaman yang mendidik Maysa tentang ketangguhan, kesabaran, dan arti sejati dari perbaikan gizi yang tidak hanya melibatkan tubuh, tetapi juga hati dan semangat.(*)
Biodata Penulis
Hana Fauziyyah. Lahir di Padang, Sumatera Barat. Memiliki nama pena “Hana Fau”. Penggiat literasi dari Forum Lingkar Pena Sumatera Barat. Salah satu penulis Buku Antalogi cerpen “Idul Fitri Untuk Ibu” dalam rangka ulang tahun Forum Lingkar Pena dan “Runding” Bersama cerpenis Yuditeha dkk.
Ekosistem dalam Sebuah Karya Sastra
Oleh: Dara Layl
(Penulis dan Pengurus Forum Lingkar Pena Wilayah Sumatera Barat)
“…Perbaikan gizi tidak hanya hanya melibatkan tubuh, tetapi juga hati dan semangat..”
Cerpen adalah salah satu karya sastra yang banyak peminatnya sampai saat ini. Hal ini dikarenakan dalam membaca cerpen tidak membutuhkan waktu lama seperti membaca novel, namun cerpen tetap memberikan dampak yang besar bagi pembaca, pembaca seolah dibawa pada petualangan dan pengetahuan baru, salah-satunya pengetahuan di bidang pertanian dan kesehatan. Dalam sastra, sastra yang berhubungan dengan tumbuhan atau alam disebut sebagai ekologi sastra.
Endraswara (2016) mengungkapkan bahwa Ekologi merupakan bagian dari ekosistem, sastra pun memiliki ekosistem yang luas, tentunya ekologi dan sastra merupakan dua hal yang berbeda, akan tetapi dalam sebuah karya sastra akrab dengan ekosistem dan ekologi, karena dalam suatu karya sastra biasanya terdapat diksi-diksi yang memuat tentang ekologi sebagai unsur estetik karya tersebut. Contoh saja diksi-diksi seperti; air, sungai, hutan, hewan dan tumbuhan.
Selain itu, Endraswara (2016) juga mengungkapkan sastra tanpa ekologi seperti halnya ada kekosongan elemen, sastra butuh lingkungan, sastra butuh ekosistem untuk berkembang.
Selain itu, Keraf (2010) merumuskan setidaknya ada enam prinsip moral yang dapat dijadikan acuan atau tuntunan bagi manusia dalam bertingkah laku dalam memperlakukan alam. Prinsip-prinsip tersebut yaitu: hormat kepada alam, tanggung jawab kepada alam, solidaritas kosmis, kasih sayang dan kepedulian terhadap alam, no harm, dan hidup sederhana dan selaras dengan alam.
Pada edisi kali ini, Kreatika menampilkan cerpen yang berjudul “Menemukan Kebahagiaan di Tengah Patah Hati Pejuang Gizi”
Cerpen ini menceritakan seorang lulusan gizi bernama Maysa yang mengabdi pada sebuah nagari untuk membudidayakan tanaman Hanjeli. Di nagari itu Maysa bertemu dengan Dika yang memiliki keinginan yang sama dengan Meysa yaitu membudidayakan tanaman Hanjeli untuk meningkatkan perekonomian masyarakat nagari.
Cerpen ini sangat menarik untuk dibaca karena memberikan gambaran dan pengetahuan baru kepada pembaca terkait ilmu gizi, ilmu pertanian dan ilmu kemasyarakatan, ketiga komponen ini jika dipadupadankan akan menghasilkan sebuah kebermanfaatan.
“Upaya pengembangan pertanian hanjeli dapat mendukung ekonomi lokal jika dapat dikelola dengan baik. Pertanian hanjeli dapat diintegrasikan dalam sistem pertanian lokal untuk mendiversifikasi produksi tanaman dan meningkatkan ketahanan pangan.” (Hana Fau, 2024)
Cerpen ini mengalir dengan cepat mengisahakan Meysa, Dika, penduduk lokal dan juga tanaman Hanjeli, namun terasa belum selesai karena jika dikaitkan dengan judul, pembaca akan bertanya-tanya, tokoh Meysa patah hati karena apa? Karena di dalam cerpen tidak ada diceritakan.
Cerpen yang baik adalah cerpen yang mudah dipahami maksudnya oleh pembaca, akan lebih baik jika cerpen ini juga memuat catatan kaki untuk keterangan nama-nama ilmiah atau nama-nama yang kurang familier oleh pembaca, seperti “Nagari” dan “Hanjeli” karena pembaca tidak semuanya berasal dari Sumatera Barat serta tidak semua pembaca akan tau bahwa Hanjeli itu adalah sebuah tanaman, walaupun pada pertengahan cerpen ada dijelaskan tapi lebih baik jika ada catatan kakinya.
Cerpen ““Menemukan Kebahagiaan di Tengah Patah Hati Pejuang Gizi” Juga banyak memberikan motivasi dan semangat kepada pembaca, karena di dalam cerpen ini kita bisa mersakan semangat, kegigihan, dan kepercayaan dari Meysa tentang cita-citanya.
“Maysa baru saja memasuki usia 28 tahun. Lulusan gizi baru berdedikasi di puskesmas nagari sumatera barat mengikuti program “piring gizi lengkap keluarga Minangkabau”. Maysa menjadi sosok orang minang balik kampung untuk memprioritaskan komunitas masyarakat yang dekat dengan identitas keluarganya. Meski keluarga masih di perantauan, Maysa yakin dengan keputusannya.” (Hana Fau, 2024)
Secara keseluruhan cerpen sangat bagus terutama tema yang diambil sangat jarang diangkat yaitu tema yang memadupadankan ilmu sains dan kemasyarakatan dan direkomendasikan bagi anak muda terutama yang baru lulus karena secara tidak langsung cerpen ini sangat relate dengan permasalahan anak muda.
Terima kasih atas kiriman cerpennya, Kak Hana, ditunggu cerpen menarik lainnya! (*)

Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post