Alex Darmawan, S.S., M.A.
(Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)
Pada suatu sore di hari Minggu, ibu-ibu tetangga, juga termasuk istri saya berkumpul bersama tidak jauh dari tempat saya tinggal. Mereka membawa anak-anak bermain sambil memberi makan sore. Para ibu saling berbagi informasi, pengalaman sampai kepada bergosip. Maklumlah saya tinggal di suatu perumahan yang penduduknya cukup ramai. Jadi, bisa dipastikan hampir tiap hari ada gosip yang didapat. Istri saya bercerita kepada saya bahwa ada anak salah seorang tetangga yang umurnya hampir tiga tahun, tetapi belum juga bisa berbicara dan berkomunikasi dengan baik. Pasalnya, anak-anak yang seumuran dengannya sudah bisa berbicara dan berkomunikasi dengan orang tua serta orang lain. Menurut cerita, katakanlah tetangga saya itu namanya si A. Si A ini adalah tetangga yang super sibuk karena suami istri bekerja dan anak tinggal dengan pembantu (baby sitter). Si A dan suaminya bekerja dari pagi sampai sore hari, sehingga waktu untuk bercengkrama dengan anak sangat sedikit sekali. Saat si A dan suami pergi bekerja si anak masih tidur dan saat pulang kerja si anak tidur siang/sore, kemudian si A mulai sibuk dengan mainannya karena pembantu (baby sitter) khusus hanya menjaga anak.
Dengan kondisi seperti di atas, besar kemungkinannya anak jarang berkomunikasi dengan orang tua dan lingkungan sekitar. Dari ilustrasi kasus tersebut memunculkan berbagai persoalan, terutama menyangkut bahasa anak. Bagaimana pemerolehan bahasa pada si A, dan apa penyebab anak tersebut lambat berbicara/ berkomunikasi (speech delay) ?
Pemerolehan (language acquisition) bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak anak-anak ketika mereka memperoleh bahasa pertama atau bahasa ibunya (mother of tongue). Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Dua istilah ini memiliki pengertian yang hampir sama, namun sebenarnya berbeda. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak mempelajari bahasa kedua setelah dulu memperoleh bahasa bahasa pertama. Kita tarik garis merahnya, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Dalam tulisan ini, penulis memfokuskan pembicaraan pada pemerolehan bahasa pertama pada anak saja, tidak pembelajaran bahasa pada anak.
Ada dua aspek yang dibicarakan dalam pemerolehan bahasa ibu pada anak. Pertama, aspek performance yang terdiri dari aspek pemahamn dan pelahiran. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau kemampuan mempersepsikan kalimat-kalimat yang didengar, sedang proses pelahiran melibatkan kemampuan melahirkan atau mengucapkan kalimat-kalimat sendiri. Kedua, aspek kompetensi yang menyangkut dengan kemampuan bahasa pada anak. Apabila seorang anak telah betul betul mengusai bahasa ibunya, maka ia telah memiliki kompetensi. Kompetensi ini mencakup tiga komponen, yaitu, kemampuan pemerolehan fonologi, semantik dan sintaksis (kalimat). Ketiga komponen ini diperoleh secara bersamaan.
Para ahli bahasa berpendapat bahwa manusia telah dilengkapi sesuatu yang khusus dan alamiah untuk dapat berbahasa dengan cepat dan mudah.. Miller dan Chomsky (1957) menyebutnya dengan LAD (Language Acquisition Device). Peranti LAD ini dimiliki oleh setiap anak yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan anak dapat memperoleh dan mempelajari bahasa apapun. Noam Chomsky menambahkan bahwa seseorang anak dilahirkan dengan kecakapan alamiah untuk mengusai bahasa apabila anak sudah sampai kepada tingkat kematangan tertentu. Pada tiap-tiap tingkat kematangan, anak tersebut akan membentuk hipotesis-hipotesis terhadap aturan aturan yang ada dalam bahasa yang digunakannya di dalam komunikasi sehari-hari dengan orang sekitarnya. Semua Perbaikan atas kesalahan-kesalahan yang dibuatnya akan mempertegas lagi aturan-aturan bahasa yang tersimpan di dalam otaknya. Pendapat Chomsky tersebut merupakan bantahan terhadap Teori Skinner- aliran behaviorisme- yang mengatakan bahwa bahasa itu bersifat narture atau dipengaruhi oleh lingkungan sedangkan Chomsky mengatakan bahasa itu bersifat nature.
Lebiih lanjut, pada saat anak dilahirkan, ia telah dibekali dengan sebuah alat tertentu yang membuatnya mampu mempelajari suatu bahasa. Alat bahasa itu bersifat universal yang dibuktikan oleh adanya kesamaan pada anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa mereka (Dardjowidjojo, 2005).
Setiap anak bervariasi dalam pemerolehan bahasa pertamanya, ada yang lambat, sedang, dan cepat. Hal ini tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; Pertama, Faktor Alamiah. Faktor alamiah ini menujukkan bahwa anak itu sudah mempunyai peranti dalam pemerolehan bahasa dari lahir. Kendatipun anak tidak dirangsang untuk mendapatkan bahasa, anak tersebut akan mampu menerima apa yang ada diskeitarnya.
Kedua, faktor perkembangan kognitif. Pemerolehan bahasa dalam prosesnya dibantu oleh perkembangan kognitif. Antara perkembangan mental dan bahasa itu saling melengkapi. Menurut Lennerberg (1967) dalam usia dua tahun (kematangan kognitif) hingga usia puberbatas otak manusia itu masih sangat lentur yang memungkin seseorang anak untuk memperoleh bahasa pertama dengan mudah dan cepat.
Ketiga, latar belakang sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi sekelompok sosial dan lingkungan budaya memungkin terjadi perbedaan serius dalam pemerolehan bahasa anak (Vygotsky, 1978). Semakin tinggi interaksi sosial sebuah keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Sebaliknya, semakin rendah tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakain kecil pula peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa.
Keempat, faktor keturunan. Faktor ini meliputi tingkat intelegensia. Pemerolehan bahasa anak juga bisa dipengaruhi oleh intelegensia yang dimiliki anak. Hal ini berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki anak dalam mencerna melalui pikirannnya, karena setiap anak memiliki struktur otak yang mencakup IQ. IQ setiap anak berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Anak yang memiliki tingkat intelegensi yang baik akan memudahkannya dalam proses pemerolehan bahasa.
Namun demikian, untuk kasus anak yang bapak dan ibu bisu, tidak serta merta anak juga akan bisu. Banyak fenomena yang ada di sekitar kita bahwa bapak ibunya bisu, tapi anaknya tidak. Hal ini disebabkan mungkin secara mental dan alat artikulasinya tidak ada ada masalah sehingga memungkin anak dari keluarga bisu mampu berbicara. Secara alamiah, anak tersebut telah memiliki peranti LAD yang dibicarakan di atas sebelumnya.
Hanya saja untuk anak yang lahir dari keluarga bapak dan ibu yang bisu harus banyak mendapat stimulasi/rangsangan dari lingkungan yang aktif berkomunikasi. Apabila anak tersebut kurang mendapat rangsangan dari luar yaitu lingkungan keluarga dan masyarakat, maka akan menyebabkan terjadi keterambatan berbahasa (speech delay). Untuk membuktikan anak itu tidak bisu, perlu ada pengujian yang lebih dalam secara medis sehingga bisa diambil langka untuk proses pemerolehan bahasanya.
Mengenai kasus anak dari keluarga si A yang digambarkan pada awal tulisan ini mungkin faktor stimulasi dari lingkungan keluarga dan masyarakat yang kurang cukup baik sehingga anak dari keluarga si A mengalami keterlambatan dalam berbahasa. Wauallahu a’lam bis shawab.
Discussion about this post