Oleh: Ghina Rufa’uda
(Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia dan Bergiat di Labor Penulisan Kreatif FIB Universitas Andalas)
Rekeningku hanya
tempat transit,
diriku saldo abadi.
-Transit dalam Epigram 60 karya Joko Pinurbo
26 April lalu, saya kembali menemui tanggal itu ke-21 kalinya untuk berkelana kembali di kepala dua. Di hari itu, saya mendapatkan kesempatan memilih dua buku sebagai hadiah ‘kecil-kecilan’ dari kakak sulung saya, di antara banyaknya buku yang berjejer di toko buku, mata saya berfokus pada satu buku bersampul merah di rak buku sastra bagian atas. Dengan hiasan, dua orang mengenakan pakaian biru tua yang kontras dengan latar merah menyala, satu menghembuskan angin, satu lagi pasrah terhembus. Menarik sekali. buku Epigram 60 karya Joko Pinurbo, menjadi salah satu buku yang saya genggam menuju meja kasir hari itu.
Epigram 60, Kumpulan puisi yang dibuat Joko Pinurbo sebagai peringatan ulang tahunnya ke-60 pada 11 Mei 2022 lalu, sudah dicetak sebanyak dua kali oleh Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Cetakan pertama bertepatan dengan hari kelahirannya ke-60, 11 Mei 2022, dan cetakan kedua pada Juni 2024. Epigram 60 berisi 64 halaman yang terdiri dari 60 puisi, terbagi menjadi empat bab atau buku ini menyebutnya dengan sajian. Setiap sajian berisi 15 puisi. Berikut beberapa judul dari buku ini, Menjelang Tidur, Natal Kecil, Malam Kudus, Pojok, Transit, Ibu Kami, Guyon Yogya, Sihir Dangdut, Kesibukan Berdandan, Wakil Warga, Mikrofon, Demo Doa, dan banyak lainnya.
Epigram menurut KBBI adalah syair atau ungkapan pendek yang mengandung gagasan atau peristiwa yang diakhiri dengan pernyataan menarik dan biasanya merupakan sindiran, atau bisa juga diartikan sebagai peribahasa yang padat dan penuh kearifan dan sering mengandung paradoks. Seperti namanya, Epigram 60 berisi tentang syair-syair pendek yang mengungkap kegetiran hidup seperti ketidakpastian finansial, keresahan sosial, kehidupan yang pelik di Yogya, Ketuhanan, politik, pandemi dan masih banyak lagi.
Sama seperti karya-karyanya yang lain, Telepon Genggam, Kepada Cium, Perjamuan Khong Guan, dan banyak lagi, Epigram 60 ini juga sangat memperlihatkan bagaimana gaya kepenulisan Jokpin yang terkesan singkat namun dengan makna luas atau bisa dikatakan multitafsir, kaya akan diksi yang terkesan sederhana namun menghasilkan makna yang indah, terkadang berisi sindiran, beberapa diselipkan humor, yang bertujuan untuk refleksi diri. Salah satu puisi dalam buku ini yang menarik menurut saya adalah Transit. Berikut isi puisi Transit.
Transit
Rekeningku hanya
tempat transit,
diriku saldo abadi.
Dalam puisi singkat ini, terlihat bagaimana pemilihan diksi yang sederhana namun sarat akan makna oleh Jokpin. Makna ‘Rekeningku hanya tempat transit’ menggambarkan bahwa harta hanyalah tempat persinggahan. Harta tidak akan bisa benar-benar abadi menjadi milik seseorang. Dalam kehidupan harta hanya ‘numpang lewat’. Tidak ada yang bisa dibawa mati. Larik selanjutnya, ‘diriku saldo abadi’ memberikan makna bahwa yang abadi bukanlah saldo rekening tadi, namun sejatinya yang abadi adalah diri manusia itu sendiri, nilai-nilai yang teguh dipegang, amalan yang dilakukan, serta jejak kehidupan atau karya seseorang yang tetap abadi meskipun nantinya ia tiada.
Ada satu puisi lagi yang menarik menurut saya, yaitu Guyon Yogya yang berisi tentang sisi lain dari Yogya yang dikenal dengan kota istimewa yang memikat, Jokpin malah seakan-akan tidak mau terjebak romantisme, ia mengkritisi keadaan Yogya saat ini. Berikut puisinya,
Guyon Yogya
UMR-nya rendah.
Harga tanahnya tinggi.
Harga kangennya lebih tinggi.
Berisi ironi terhadap realitas sosial yang ada di kota Yogyakarta bahwa Upah Minimum Regional (UMR), dan harga tanah melonjak tinggi serta biaya hidup yang cenderung mahal diungkapkan dalam puisi ini. Meskipun begitu, Jokpin tetap menyelipkan rasa cintanya kepada Yogya pada larik ‘harga kangennya lebih tinggi’, walaupun UMR yang rendah dan harga tanah yang tinggi, tanah kelahirannya itu tetap mempunyai tempat tersendiri dalam hatinya. Puisi ini bentuk keprihatinannya terhadap kota kelahirannya ini, yang akhirnya mendorong dirinya membuat puisi ‘Guyon Yogya’.
Tidak hanya isinya yang menarik, secara fisik, cover buku ini juga sangat menarik perhatian. Warna merah menyala yang bersanding dengan ornamen dua orang yang mengenakan pakaian biru tua sangat memberikan efek eye catching. Menurut saya pribadi dua orang ini adalah sosok ibu dan anaknya. Sosok ibu yang menghembuskan sesuatu kepada anaknya yang pasrah atau menerima apa yang dihembuskan sang ibu. Hal ini dapat diperkuat dengan puisi yang ada di belakang buku yang berjudul ‘Ibu Kami’. Berikut kutipan puisinya,
Ibu Kami
Saban malam ibu kami yang jelata
membersihkan pikiran anak-anaknya
dari godaan kiat sukses dan kaya
dengan mudah, cepat, dan celaka.
Gambar ibu seolah membersihkan anaknya dengan meniup-niup pikiran jahat berupa godaan agar bisa sukses dan kaya dengan cara yang tidak baik. Gambar muka anaknya yang penuh akan benang hitam yang berasal dari ibunya dapat dimaknai sebagai doktrin ibunya agar tidak terjerat pikiran-pikiran sesat begitu. Sebuah ilustrasi yang sangat menarik.
Mengutip hasil wawancaranya dengan Gramedia, Jokpin berkelakar dengan menyebutkan bahwa buku ini istimewa sekali karena ia hanya satu kali dalam sejarah berusia 60 tahun, dan buku ini khusus ia buat untuk merayakan ulang tahunnya itu. Sayangnya, buku ini menjadi buku puisi terakhir sepanjang karir menulisnya setelah ia dinyatakan meninggal pada 27 April 2024 lalu. Kini kita tidak bisa lagi menunggu karya-karya terbarunya, kita hanya bisa membaca ulang karya-karya mengagumkan sosok Joko Pinurbo yang wafat sehari sebelum Hari Puisi Nasional tahun lalu.
Seperti ramalan, puisinya yang berjudul Transit sangat relate dengan keadaannya sekarang. Meskipun raga Jokpin sudah tidak ada, namun karyanya dalam dunia sastra akan terus dikenang. Dalam buku Epigram 60 ini, Jokpin mengajak pembaca untuk ikut menyelami bagaimana pandangannya melihat dunia dan berbagai harapannya. Berangkat melalui realitas, Jokpin berhasil menciptakan puisi-puisi yang menohok bagi para pembacanya dengan pilihan diksi sederhananya yang amat menarik. Sebuah buku yang sangat istimewa bagi saya karena tak hanya merayakan ulang tahun Jokpin saja, tapi Epigram 60 ini juga menjadi salah satu hadiah di hari ulang tahun saya.