Padang, Scientia – Ketua PDIP Sumatera Barat, Alex Indra Lukman menyatakan, semestinya KPU RI tidak ada kendala untuk berkonsultasi dengan Komisi II DPR RI, dalam melakukan perubahan Peraturan KPU tentang Syarat Pencalonan Kepala Daerah Pilkada Serentak 2024.
“Pada Pemilu serentak 2024, KPU RI pernah melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanpa berkonsultasi dengan Komisi II dengan alasan tengah masa reses. Kini, DPR RI dalam masa sidang, sehingga konsultasi perubahan Peraturan KPU bisa dijadwalkan dan tentunya akan jadi prioritas DPR,” ujar Alex Indra Lukman di Padang, Jumat.
Penilaian akan jadi prioritas DPR ini, ungkap Alex, karena tahapan Pilkada Nasional Serentak 2024 akan memasuki tahap Pengumuman Pendaftaran Pasangan Calon, tanggal 24-26 Agustus 2024. Hari ini sudah tanggal 23 Agustus 2024.
Pada tanggal 27-29 Agustus 2024, dilanjutkan dengan tahapan Pendaftaran Pasangan Calon.
Menurut Alex, KPU RI tak perlu terpengaruh dengan dinamika yang terjadi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang diketahui menolak menjalankan Putusan MK No 70/PUU-XXII/2024 soal syarat usia minimal calon kepala daerah.
Kemudian, Baleg DPR juga memberlakukan kembali Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada yang mengatur threshold 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah Pileg bagi partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen.
“Keputusan MK adalah final dan mengikat. KPU wajib membuat Peraturan KPU sebagai pelaksanaan putusan tersebut,” tegas Alex mengomentari hasil rapat rapat pembahasan RUU Pilkada yang dilakukan Baleg DPR RI pada Rabu (21/8/2024).
“Kemudian, DPR RI juga telah menyatakan, sudah tidak akan membahas RUU Pilkada dalam waktu dekat ini,” tambah Alex yang merupakan anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumbar I pada Pemilu 2024 lalu.
Di antara perbedaan krusial antara pembahasan RUU Pilkada oleh Baleg DPR RI dengan putusan MK yakni penghitungan syarat usia minimal calon kepala daerah dilakukan sejak KPU menetapkan pasangan calon, bukan sejak pelantikan calon terpilih.
Namun, Baleg DPR dan pemerintah menyepakati aturan baru terkait syarat usia calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam rapat membahas revisi UU Pilkada.
Norma baru dalam rumusan Pasal 7 Ayat (2) Huruf d RUU Pilkada berbunyi: ”Berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.”
Hal ini berbeda dengan UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pada aturan lama, tidak ada kalimat “terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.”
MK pada Selasa (20/8/2024) juga telah memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Partai Buruh dan Gelora.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada yang mengatur tentang ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah hasil pemilu tak berlaku.
Kemudian, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur perseorangan.
Namun, Baleg DPR memilih menghidupkan kembali ketentuan ambang batas pencalonan kepala daerah yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK itu.
Berdasarkan revisi yang disepakati di Rapat Panitia Kerja Revisi UU Pilkada itu, Pasal 40 UU Pilkada terdiri dari dua ayat.
Pasal 40 Ayat (1) menyatakan ”Partai politik atau gabungan partai politik yang telah memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.”
Selanjutnya, Pasal 40 Ayat (2) mengatur syarat ambang batas pencalonan kepala daerah bagi parpol atau gabungan parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD.
Untuk dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah, parpol nonparlemen tersebut harus memperoleh suara sah berkisar 6,5-10 persen, bergantung pada jumlah daftar pemilih tetap di daerah tersebut.
“Konsultasi dengan Komisi 2 DPR RI untuk mengubah Peraturan KPU ini memang sudah jadi kesepakatan bersama. Tetapi perlu diketahui bahwa KPU pernah melaksanakan putusan MK saat Pilpres, tanpa perubahan Peraturan KPU dengan alasan masa reses,” tegas Alex.
Kita tentu dapat mengingat kembali permasalahan yang terjadi pada UU Pilkada dalam perkara No 42/PUU-XIII/2015 yang dilakukan Jumanto dan Fathor Rasyid terhadap ketentuan UU No 8 Tahun 2015 yang tidak dijalankan oleh par ekskutif yakni KPU. (*)
Discussion about this post