Oleh: Andina Meutia Hawa
(Dosen Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)
Sastra dapat diartikan sebagai lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Ilmu sastra merupakan ilmu yang menyelidiki tentang karya sastra secara ilmiah dengan berbagai gejala dan masalah sastra. Ilmu sastra terdiri dari tiga cabang; teori sastra, kritik sastra dan sejarah sastra. Ketiganya membentuk suatu hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam sejarah sastra, terdapat faktor-faktor sosial yang memengaruhi munculnya kehadiran bergagam genre sastra, seperti epik, lirik, dan drama. Dalam melakukan kajian terhadap karya sastra, hingga kini telah banyak muncul berbagai pendekatan. Mulai dari mengkajinya secara struktur, memadukannya dengan ilmu lain atau interdisipliner, hingga sastra bandingan.
Sastra bandingan merupakan salah satu metode dalam penelitian karya sastra. Sastra bandingan merupakan ilmu analisis yang berupaya membandingkan suatu karya sastra dengan dengan karya lainnya, baik dari segi genre, periode, pengarang, sejarah, serta pengaruh (Endraswara, 2011). Metode ini memungkinkan untuk membandingkan antarjenis karya sastra seperti naskah drama dan film, puisi dan cerpen, hingga karya sastra yang mengalami perubahan dari satu jenis genre ke genre yang lain atau disebut sebagai alih wahana.
Salah satu penerapan metode sastra bandingan dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan komparatif, yaitu menelaah dua atau lebih teks sastra berdasarkan persamaan dan perbedaan berdasarkan unsur intrinsik dan unsur ekstrinsiknya. Selain itu, telaah sastra bandingan juga tidak terlepas dari sejarah, latar sosial, dan penyebarannya. Oleh sebab itu, sastra bandingan merupakan sebuah metode yang mengkaji karya sastra secara keseluruhan.
Dalam hal ini dibandingkan dua jenis karya sastra berbeda genre yang memiliki kemiripan dari segi cerita, yaitu naskah drama Malin Kundang (selanjutnya disingkat MK) karya Syafril yang terbit tahun 2018 dan drama Korea The Good Bad Mother (selanjutnya disingkat TGBM) yang tayang tahun 2023. Cerita MK berasal dari tradisi lisan atau kaba yang dituturkan orang tua kepada anak-anak untuk mengingatkan mereka agar tidak menjadi anak durhaka (Ronidin, 2011). Kisah MK telah banyak diadaptasi dan digubah ke dalam berbagai bentuk alih wahana, seperti drama, cerpen, film anak-anak, hingga sinetron. TGBM merupakan sebuah drama Korea Selatan bergenre komedi, keluarga, dan slice of life atau genre film yang menampilkan cerita kehidupan sehari-hari.
Cerita MK memiliki beberapa versi, misalnya kaba MK yang beredar di Pesisir Selatan menceritakan Malin yang menjadi kaya raya setelah merantau namun ia lupa pada ibunya sehingga Malin dikutuk. Kemudian, pada versi A.A. Navis, ibu Malin diceritakan sebagai ibu durhaka karena sepeninggal Malin di rantau, ibunya kerap bergonta-ganti pasangan. Karena malu pada perilaku ibunya, Malin mengutuk diri sendiri. Adapun pada naskah MK versi Syafril cerita difokuskan pada ibu Malin. Dalam naskah ini dikisahkan pula kehidupan ibu Malin yang ditinggal suaminya merantau ketika Malin masih kanak-kanak. Tokoh ibu pada naskah karya Syafril ini dibuat sangat menderita karena sepanjang hidup dihabiskan untuk meratapi nasib karena ditinggal suami dan anaknya.
Kemudian, TGBM menceritakan hubungan antara ibu (Youngsoon) dan anak (Kangho). Kangho yang sejak kecil dididik keras oleh ibunya tumbuh menjadi sosok yang membenci ibunya. Ia sukses menjadi jaksa, seperti keinginan ibunya. Suatu hari, Kangho mengalami kecelakaan yang menyebabkan seluruh sarafnya lumpuh sehingga ia duduk di kursi roda dan kehilangan ingatannya. Kangho berubah menjadi anak-anak. Setelah ingatannya kembali, hubungan Kangho dan ibunya membaik. Lalu ia kembali menlanjutkan misi utamanya, yaitu membalas dendam atas kematian ayahnya. Penerapan metode sastra bandingan untuk menganalisis MK dan TGBM dilakukan dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan dari keduanya. Berikut adalah persamaan-persamaannya.
Pertama, drama MK menceritakan kehidupan Malin dan ibunya yang ditinggal ayah Malin untuk merantau ke kota. Latar sosial memainkan peran penting di sini. Malin dan ibunya berasal dari keluarga miskin. Penggunaan kata ‘ranjang reot’ serta ‘gubuk’ yang ditemukan dalam naskah menjadi penanda kemiskinan itu. TGBM juga menceritakan kehidupan Young Soon dan putra semata wayangnya, Kang Ho. Ayah Kang Ho meninggal sejak ia masih di kandungan sang ibu. Young Soon diceritakan mengelola sebuah peternakan babi di desa bernama Jouri. Malin dan Kang Ho sama-sama lahir dan besar tanpa mengenal ayah mereka.
Kedua, Malin mengikuti jejak ayahnya meninggalkan ibunya dengan merantau ke kota demi mewujudkan cita-citanya dan keinginannya menjadi orang kaya. Mengumpulkan harta kekayaan untuk ibu sambil menemukan ayahnya menjadi misi Malin (Syafril, 2018: 11). Dalam TGBM, Kangho lulus SMA dan berkuliah jurusan hukum di kota. Ia terpaksa mengikuti ujian menjadi jaksa untuk menuruti keinginan ibunya supaya Kangho menjadi menjadi orang yang sukses dan tidak diinjak-injak. Baik Kangho maupun Malin, sama-sama sukses dan berhasil di kota.
Ketiga, bertahun-tahun dihabiskan ibu Malin untuk menanti kepulangan anaknya yang tidak kunjung datang. Dermaga menjadi latar tempat utama dalam naskah ini. Ia bersama para istri dan ibu lain saling menunggu kedatangan kapal yang membawa suami dan anak mereka menuju kampung halaman. Ibu Kang Ho digambarkan selalu menunggu kepulangannya. Ia tetap bekerja seperti biasa di peternakan babi dan hidup bersama para tetangga. Dalam MK terdapat tokoh ‘Orang-orang’ yang meramaikan cerita, pada TGBM diceritakan para tokoh yang hidup saling bertetangga.
Keempat, di kota Malin bertemu dengan perempuan cantik yang kemudian dinikahinya. Setelah menikah, Malin membawa istrinya kembali ke kampung halaman. Kedatangan Malin disambut oleh keramaian orang-orang di dermaga. Orang-orang masih dapat mengenali wajah Malin dan menyuruhnya untuk menemui ibunya. Namun ketika melihat tampilan ibunya yang lusuh, Malin merasa malu dengan istrinya dan tidak mau mengakui bahwa tokoh perempuan tersebut adalah ibunya. Para tetangga menyaksikan kedurhakaan Malin terhadap ibunya. Malin kembali ke perahu dan pergi meninggalkan kampung halamannya. Orang-orang merasa kasihan dengan ibu Malin dan mengecam Malin yang telah mendurhakai ibunya. Ibu Malin terus menangis meratapi nasibnya. Ia mengutuk Malin sehingga terjadi guncangan terhadap perahu Malin dan memporak-porandakannya. Malin menyadari kedurhakaannya dan memohon ampun kepada ibunya. Dalam TGBM, Kang Ho masih menyimpan rasa sakit akibat didikan ibu yang memaksanya untuk terus belajar. Kang Ho juga bertemu dengan perempuan cantik bernama Ha Young yang kemudian menjadi tunangannya. Ha Young merupakan anak kepala jaksa yang menjadi atasan Kang Ho. Kang Ho bersama Ha Young pergi mengunjungi ibunya. Kedatangan Kang Ho disambut dengan meriah oleh ibu dan para tentangga. Ibunya membeli pakaian baru dan memasak banyak untuknya. Namun, Kang Ho ternyata berniat untuk memutus hubungan antara ia dan ibunya. Kang Ho berencana untuk diadopsi oleh ketua Song, pemilik perusahaan Woobyeok sekaligus pembunuh ayahnya, dan menikahi Ha Young. Dalam TGBM juga memperlihatkan perlakuan kasar Kang Ho saat menghardik ibunya di depan para tentangga. Kang Ho dan tunangannya pergi meninggalkan rumah ibunya. Di tengah jalan pulang, Kang Ho mengalami kecelakaan yang menyebabkan seluruh tubuhnya lumpuh total.
Selanjutnya, perbandingan dari segi perbedaan. Pertama, MK berlatar di Sumatera Barat, sedangkan TGBM berlatar tempat di Korea Selatan. Kedua, ibu Malin digambarkan sebagai perempuan yang hanya pasrah menunggu kedatangan suami dan anaknya, sedangkan tokoh Young Soon merupakan ibu yang bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan Kang Ho. Ketiga, dalam hal tema penceritaan, cerita Malin Kundang bertema kedurhakaan anak. Adapun TGBM bertema tentang kesempatan kedua bagi Young Soon dan Kang Ho untuk memperbaiki hubungan mereka. Namun, tokoh ibu dalam MK dan TGBM merupakan sosok ibu yang baik dan menyayangi anak-anak mereka. Ibu Malin akhirnya menyetujui keinginan keras Malin untuk merantau dan setia menunggu kepulangannya. Young Soon juga sangat menyayangi Kang Ho, namun ia terlalu keras dalam mendidik anaknya, seperti memintanya untuk tidak makan terlalu banyak agar tidak mengantuk saat belajar. Artinya, jika mengantuk, Kangho tidak bisa belajar dan tidak bisa menjadi jaksa.
Malin merupakan anak yang menyayangi ibunya. Ia bertekad merantau dan menjadi orang kaya untuk mengubah nasib. Hanya saja ego Malin yang tinggi membuatnya malu mengakui ibunya sendiri. Adapun Kang Ho menyimpan rasa marah kepada sang ibu. Ia menganggap ibunya tidak menyayanginya dengan perlakuan kerasnya. Oleh sebab itu, ia menyebut ibunya sebagai ibu yang jahat. Pada akhir cerita, ia menyesali perbuatannya. Ia memohon ampun namun semuanya telah terlambat. Malin dikutuk menjadi batu. Pada TGBM, ibu Kang Ho tidak mengutuknya. Setelah sadar dari kecelakaan, ibunya sangat bersyukur karena diberikan kesempatan kedua untuk menjadi ibu yang baik bagi Kang Ho. Demikian perbandingan antara naskah Malin Kundang karya Syafril dan drama Korea The Good Bad Mother yang menceritakan hubungan antara ibu dan anak lelakinya.
Discussion about this post