Salman Herbowo
Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id
Saya teringat kejadian beberapa tahun lalu, tentang membayar pajak. Ingatan itu selalu kembali kalau sudah memasuk akhir Februari atau awal Maret. Seperti biasanya, rentang waktu itu merupakan saatnya untuk melaporkan SPT Tahunan Orang Pribadi.
Saya kira ini juga tidak asing bagi pembaca tentang SPT Tahunan ini. Tentu sebagai warga negara yang baik, kita harus taat dalam pelaporan pajak. Tidak hanya pajak penghasilan saja, tapi juga pajak bumi bangunan dan pajak kendaaraan bermotor pun harus kita bayar. Saya percaya pajak itu untuk kebaikan, seperti pembangunan infrastruktur dan sebagainya.
Berbicara tentang pajak ini, saya teringat cerita beberapa tahun lalu. Kisah tentang seorang teman yang “berbahagia” tapi harus membayar pajak karena “kebahagiaanya” itu. Paling tidak, saya dan beberapa rekan sempat kebingunan dengan kejadian itu.
Kejadian itu saat istirahat makan siang sebelum melanjutkan kelas kuliah di sore hari. Waktu itu, kelas kuliah ada yang dimulai sore dan berakhir pukul 17:30. Untuk mengisi kekosongan itu, baik kekosongan waktu maupun perut yang kosong maka kami ke kantin tempat langganan.
Waktu itu, sosial media yang populer digunakan adalah facebook. Setidaknya, di usia saat kuliah sarjana itu, sosial media yang satu ini begitu banyak penggemarnya. Paling tidak, beberapa teman ada yang memiliki lebih dari satu akun.
Menariknya, facebook ini memiliki semacam menu sebagai pemberitahu apakah yang punya akun sedang ulang tahun dan sedang menjalin hubungan dengan siapa. Pemberitahuan ini yang menjadikan kami pada saat itu membahas tentang pajak.
Pembicaraan itu dimulai saat salah seorang teman menyapa yang sedang “berbahagia” ini dengan menyalami tangannya. Hal ini tentu aneh bagi kami yang biasanya menyapa cukup dengan ujaran saja, tanpa haru salam. Selain itu, Rekan ini agak berlebihan pula memujinya pada saat itu.
Tentu menjadi tanda tanya bagi kami, apa gerangan yang terjadi? Sedang ulang tahun kah? Apakah beasiswa sudah cair? Atau apa yang membuat ia berbahagia? Begitu terlintas pertantaan di kepala kami saat itu.
Tiba-tiba teman yang menyalami tadi berteriak sambil merangkul teman yang “berbahagia” ini. “Selamat bro, kenalin lah sama kita si Dia itu. Dan jangan lupa PJ nya”. Begitu serunya sambil tertawa terbahak-bahak.
Kami semakin dibuat heran karenanya. Apa pula itu PJ? Sejenis makanan atau minuman? Begitu kelakar seorang teman yang membuat suasana semakin pecah.
PJ adalah singkatan dari Pajak Jadian. Saat itu, kami sering meminta traktiran kepada teman yang sedang berbahagia, entah itu beasiswa cair, ulang tahun, atau baru “jadian”. Untuk yang terakhir ini, kami akan selalu tagih kalau belum ditraktir. Begitu lah kelakuan kami pada masa itu.
Hal yang paling berkesan dan sulit saya lupakan adalah celetukan teman tentang pajak itu. Ia berceletuk tentang banyaknya jenis pajak, bahkan sampai pacaran pun dikenakan “pajak” oleh teman-teman. Namun begitu, sebagai warga negara yang baik kita harus taat pajak.
Discussion about this post