Minggu, 15/6/25 | 10:11 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home DAERAH

Gempuran Hiburan Modern, Dendang Saluang Kian Terlupakan

Jumat, 03/3/23 | 10:49 WIB

Padang, Scientia.id – Sumatera Barat dikenal dengan kekayaan seni budayanya, salah satunya dendang saluang—sebuah bentuk kesenian tradisional yang memadukan tiupan alat musik saluang dengan lantunan syair panjang penuh makna. Kesenian ini telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Minangkabau selama ratusan tahun. Namun kini, gaung dendang saluang kian sayup, tergerus oleh perkembangan zaman dan gempuran hiburan-hiburan modern yang lebih populer di kalangan generasi muda.

Dulu, dendang saluang mengisi malam-malam masyarakat Minang dengan suara khas dan alunan syair mendalam yang menyentuh jiwa. Acara-acara seperti “malam saluang” atau “baralek dendang” menjadi ajang berkumpulnya warga dari berbagai usia untuk menikmati cerita yang disampaikan dalam irama yang mendayu. Kini, kegiatan semacam itu makin jarang ditemukan. Tempat-tempat yang dulu menjadi pusat pentas dendang saluang mulai sepi, bahkan banyak yang berhenti menyelenggarakan acara secara rutin.

Peneliti sejarah dan seni, Yose Hendra mengatakan dendang saluang dahulu bukan semata alat hiburan bagi warga. Dendang saluang dulunya menjadi pengantar malam yang sakral dan penuh makna. Lagu-lagu dendang saluang tak hanya meninabobokan, tapi juga menyampaikan petuah, sejarah, dan kritik sosial secara halus.

BACAJUGA

Sapi Kurban Presiden Prabowo Subianto Disembelih di Jorong Pasar Lama Pulau Punjung

Sapi Kurban Presiden Prabowo Subianto Disembelih di Jorong Pasar Lama Pulau Punjung

Sabtu, 07/6/25 | 15:21 WIB
Sumbar Gelar Upacara Peringatan Harlah Pancasila, Gubernur Tekankan Implementasi Nilai-Nilai Pancasila

Sumbar Gelar Upacara Peringatan Harlah Pancasila, Gubernur Tekankan Implementasi Nilai-Nilai Pancasila

Senin, 02/6/25 | 13:34 WIB

“Ada petuah, sejarah dan kritik sosial yang melekat di dalamnya,” katanya kepada Scientia, Jumat (3/3/2023).

Namun menurutnya, semua itu sekarang telah bergeser. Kondisi ini tak lepas dari berubahnya cara masyarakat, khususnya anak muda, dalam menikmati hiburan. Dunia digital menawarkan beragam konten instan, cepat, dan visual yang dianggap lebih menarik. Musik pop, hip-hop, K-Pop, dan konten hiburan daring seperti TikTok dan YouTube telah menjadi konsumsi utama.

“Akibatnya, kesenian tradisional seperti dendang saluang dianggap “jadul” atau tidak relevan dengan selera zaman sekarang,” tambahnya.

Padahal, dendang saluang bukan hanya sekadar hiburan. Ia menyimpan nilai-nilai lokal, petuah-petuah hidup, hingga kritik sosial yang dibalut dalam syair panjang. Dalam satu sesi pertunjukan, pendendang bisa menyampaikan cerita tentang cinta, perjuangan, sejarah nagari, bahkan peringatan moral bagi pendengar. Namun karakter ini justru menjadi tantangan tersendiri di era digital, ketika perhatian orang mudah teralihkan dan durasi konsumsi konten makin pendek.

Tak hanya dari segi penikmat, tantangan juga datang dari segi pelaku seni. Semakin sedikit generasi muda yang tertarik mempelajari saluang dan seni berdendang. Dendang saluang memerlukan waktu belajar yang panjang, kemampuan menghafal syair, serta teknik pernapasan khusus untuk meniup saluang tanpa henti. Proses ini tentu tak semudah membuat konten viral dalam 15 detik. Akibatnya, regenerasi pelaku seni hampir mandek. Banyak grup kesenian tradisional yang kini beranggotakan orang-orang tua, tanpa penerus yang siap melanjutkan estafet budaya.

Lingkungan Tak Mendukung

Di sisi lain, lingkungan sekitar pun tak selalu mendukung upaya pelestarian. Minimnya ruang tampil, keterbatasan dukungan dari pemerintah, hingga kurangnya apresiasi masyarakat membuat posisi dendang saluang makin terpinggirkan. Bahkan di beberapa daerah, anak-anak muda yang mencoba belajar saluang dianggap aneh atau tidak keren oleh teman sebayanya. Stigma ini tentu menjadi penghalang besar dalam menumbuhkan minat terhadap kesenian warisan leluhur.

Jika tren ini terus berlanjut, dikhawatirkan dendang saluang akan benar-benar lenyap dari peradaban. Kesenian yang dahulu menjadi jantung budaya Minangkabau, perlahan hanya akan menjadi catatan dalam buku sejarah, dikenang namun tidak lagi hidup. Sebuah ironi, mengingat Minangkabau adalah salah satu daerah dengan kebudayaan lisan yang kuat dan sarat makna.

“Ini harus kita waspadai, jangan sampai seni tradisi lisan ini hilang tergerus zaman dan cuma menjadi sejarah,” ujar Yose.

Meski begitu, masih ada secercah harapan. Digitalisasi dan media sosial yang selama ini dianggap sebagai penyebab lunturnya tradisi, sebenarnya bisa menjadi jembatan pelestarian. Jika dikemas dengan pendekatan baru, dendang saluang berpotensi menjangkau audiens yang lebih luas, bahkan lintas daerah dan negara. Konten edukatif, pertunjukan daring, atau kolaborasi dengan genre musik modern bisa menjadi cara untuk memperkenalkan kembali kesenian ini kepada generasi muda.

Namun langkah tersebut tentu memerlukan komitmen bersama. Mulai dari komunitas seni, lembaga pendidikan, hingga pemerintah daerah harus saling bersinergi. Dendang saluang perlu diberikan ruang hidup baru, baik secara fisik maupun digital. Tanpa itu, dendang saluang hanya akan menjadi gema sunyi di kampung-kampung yang perlahan dilupakan, kehilangan makna dan pendengarnya.

“Perlu upaya yang kuat baik dari pemerintah, pegiat seni dan budaya dan juga generasi muda untuk kembali menghidupkan kesenian dendang saluang agar bisa terus hidup dan bertumbuh,” pungkasnya.

Kesenian tradisional seperti dendang saluang bukan sekadar hiburan tempo dulu. Ia adalah bagian dari jati diri dan kearifan lokal yang seharusnya tetap hidup di tengah kemajuan zaman. Saat dunia bergerak cepat, mungkin sudah waktunya kita melambat sejenak—dan kembali mendengar dendang yang pernah membentuk jiwa budaya kita. (Ram)

Tags: Dendang saluangKesenianSumbar
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Pajak Jadian

Berita Sesudah

Eksistensi Perempuan dalam Film Dear David (2023)

Berita Terkait

Ketua DPR RI, Puan Maharani di Amerika Serikat. [foto : ist]

Puan Maharani Apresiasi Meta Dukung Indonesia Berantas Judi Online

Sabtu, 14/6/25 | 21:16 WIB

Ketua DPR RI, Puan Maharani di Amerika Serikat. Amerika Serikat, Scientia – Ketua DPR RI, Puan Maharani, melakukan kunjungan kerja...

Bubur Kirai Kuliner Khas Muaro Bungo Jambi dari Zaman Baheula

Bubur Kirai Kuliner Khas Muaro Bungo Jambi dari Zaman Baheula

Jumat, 13/6/25 | 21:47 WIB

Jambi, Scientia.id - Mungkin sebagian orang sudah ada yang tahu dengan bubur kirai ini, tetapi dengan nama yang berbeda. Namun, mungkin...

Maling Sawit dan Getah Karet Marak di Dharmasraya, Petani Menjerit

Maling Sawit dan Getah Karet Marak di Dharmasraya, Petani Menjerit

Jumat, 13/6/25 | 21:28 WIB

Dharmasraya, Scientia.id - Petani di Dharmasraya, yang mayoritas menggantungkan hidup pada perkebunan sawit dan karet, kini dihadapkan pada masalah serius....

Bupati Dharmasraya, Annisa Suci Ramadhani menyerahkan bantuan pertanian kepada kelompok tani di Dharmasraya. [foto : ist]

Alex Indra Lukman Suntikan Pokir Rp29 Miliar untuk Modernisasi Pertanian di Dharmasraya

Kamis, 12/6/25 | 13:42 WIB

Bupati Dharmasraya, Annisa Suci Ramadhani menyerahkan bantuan pertanian kepada kelompok tani di Dharmasraya. Dharmasraya, Scientia – Lebih dari 87 kelompok...

Kapolres Padang Pariaman, AKBP Ahmad Faisol Amir saat memimpin langsung kegiatan Gelar Operasional (GO) dan Analisa Evaluasi (Anev). Rabu, (11/06/2025) [foto : ist]

Kapolres Padang Pariaman Tinjau Kinerja Jajaran, Dorong Pelayanan yang Lebih Dekat ke Warga

Rabu, 11/6/25 | 17:16 WIB

Kapolres Padang Pariaman, AKBP Ahmad Faisol Amir saat memimpin langsung kegiatan Gelar Operasional (GO) dan Analisa Evaluasi (Anev). Rabu, (11/06/2025)...

Ketua DPR RI, Puan Maharani saat menjadi pembicara utama dalam konferensi internasional. [foto : ist]

Puan Maharani Tegaskan Peran Perempuan dan Kerja Sama Global di Konferensi Internasional di AS

Rabu, 11/6/25 | 17:04 WIB

Ketua DPR RI, Puan Maharani saat menjadi pembicara utama dalam konferensi internasional. Amerika Serikat, Scientia — Ketua DPR RI Puan...

Berita Sesudah
Peran Latar Tempat dalam Perfileman Horor Indonesia

Eksistensi Perempuan dalam Film Dear David (2023)

POPULER

  • Bubur Kirai Kuliner Khas Muaro Bungo Jambi dari Zaman Baheula

    Bubur Kirai Kuliner Khas Muaro Bungo Jambi dari Zaman Baheula

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pasangan Kata “Bukan” dan “Tidak” dalam Bahasa Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Magister Ilmu Komunikasi FISIP UPNVJ Raih Akreditasi Baik Sekali dari BAN-PT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Elfa Edriwati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Warga Nagari Sikabau Keluhkan Ganti Rugi Lahan Plasma Terdampak Jaringan Listrik PT AWB

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puan Maharani Apresiasi Meta Dukung Indonesia Berantas Judi Online

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara dan Ulasannya oleh Azwar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024