Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id)
“Di musim Piala Dunia begini bakal ada cewek-cewek yang tiba-tiba suka bola dan ikutan komen soal bola. Tapi coba tanya apa itu offside, bisa jelasin nggak?”, begitulah tanggapan yang cukup sering muncul di media sosial dari si paling suka bola.
Seolah apabila seseorang tidak paham aturan suatu pertandingan, ia tak patut dan tak boleh ikut menikmatinya. Apalagi bila ia berkomentar soal itu, terkadang malah mendapat cap ‘ikut-ikutan’.
Padahal, si paling suka bola ini juga belum tentu paham betul kapan situasi dikatakan offside. Buktinya, ia kadang terlanjur bersorak girang ketika tim kecintaannya berhasil mencetak gol. Padahal bisa saja offside dan ia pun tahunya setelah dinyatakan oleh wasit.
Perempuan tidak hanya mendapat cap ‘ikut-ikutan’ ketika ia menyenangi olahraga ini. Di belahan dunia lain, perempuan bahkan dilarang menonton pertandingan ini secara langsung ke stadion. Aturan gender gap ini terjadi di Iran dan baru diperbolehkan menonton ke stadion baru-baru ini.
Bertahun-tahun yang lalu, perempuan di sana bahkan harus menyamar sebagai laki-laki agar dapat menyaksikan pertandingan klub kesayangannya. Bila ketahuan, ia bisa mendapat hukuman yang tidak main-main, yaitu dapat dipenjara selama 6 bulan hingga 2 tahun.
Tahun 2019 silam, dunia sepak bola digemparkan oleh peristiwa yang dikenal dengan “Gadis Biru”. Seorang perempuan Iran menyamar sebagai laki-laki untuk menonton sepak bola. Ketika ketahuan, ia ditangkap dan diadili.
Ia dikabarkan akan menjalani hukuman penjara selama 6 bulan hingga 2 tahun. Perempuan itu pun melakukan aksi membakar diri di depan gedung pengadilan. Namun, ia tidak berhasil diselamatkan setelah dilarikan ke rumah sakit.
Sekadar untuk menonton bola saja, perempuan tidak selalu bisa menikmatinya dengan mudah. Mulai dari aturan pelarangan, hingga stigma yang menyudutkan. Hal lain yang menyulitkan ialah ketidaksenonohan yang didapat ketika menonton pertandingan seperti pelecehan, baik verbal maupun nonverbal.
Sepak bola adalah ajang olahraga yang sangat pantas disaksikan oleh siapa pun dan oleh kalangan mana pun. Menonton sepak bola bagi perempuan bukanlah sebuah tindakan kriminal yang harus berakhir dipenjarakan. Bila aturan pelarangan dibuat dengan dalih “melindungi perempuan”, predatorlah yang seharusnya dilarang berkeliaran.
Nonton bola sepertinya juga tidak perlu diribet-ribetkan dengan mesti memahami aturan terlebih dahulu. Nonton ya sekadar menonton, bukan ikut bertanding. Toh, mungkin juga ada beragam alasan mengapa orang suka bola, meski sudah sejak lama ataupun hanya tiba-tiba.
Misalnya, memang berada di lingkungan penyuka bola, punya klub idola, punya pemain idola, untuk bahan obrolan dengan gebetan, dan terakhir adalah karena “tidak tahu kenapa, tiba-tiba suka aja”. Sesimpel itu tidak ada salahnya, bukan?
Lagi pula, Piala Dunia kali ini memang menarik. Misalnya kehadiran timnas Maroko yang awalnya tidak begitu diunggulkan tetapi justru tampil mengejutkan. Maroko bahkan menoreh sejarah sebagai negara pertama di Afrika yang lolos ke babak semifinal.
Seorang juga wajar saja tiba-tiba nonton Piala Dunia karena ada pemain idolanya dalam pertandingan. Nanti malam akan digelar final antara Argentina dengan Prancis. Tentu saja, para penggemar kedua tim tidak akan melewatkan pertandingan ini.
Discussion about this post