Puisi Puisi Reni Oksilia
Puisi 1: Karena Allah Sayang
Istirahatlah!
Pesan ini diterima saat diri rebah
Renungkan hikmah dengan sabar dan jiwa lapang
Kesulitan bersama kemudahan, suatu janji pasti
Jaminan Rabb Yang Maha Berkehendak
Usaha membumi jadi kewajiban
Doa melangit sebagai pengharapan
Benteng pertahanan rapuh dihantam kealpaan
Karena Allah sayang semua datang menyapa
Pasaman Barat, 16 April 2022
Puisi 2: Syukurku Dalam Bersimpuh
Kebaikan dari Pemberi pada makhluk tak pandang apa dan siapa
Ingatlah niscaya berbalas ingat
Akui sungguh-sungguh dengan jalan syukur
Bersimpuh di atas sajadah dalam sujud lama
Angka tak sanggup mengungkap jumlah
Timbangan mana yang bisa menakar
Nikmat dinyatakan secara rabubiyah
Wujud taat atas semua yang datang dariNya
Apa yang dimiliki, teliti dengan sadar
Mata, telinga fungsikan di jalan baik, bukan berbuat maksiat
Hati, lisan bergumul dalam syukur yang diarahkan akal
Renungi diri agar syukur selalu di depan dalam menjemput qana’ah
Pasaman Barat, 17 April 2022
Puisi 3: Kebajikan Sesuai Tuntunan
Mimpiku bertemu entah kapan, tapi tetap rindu
Sosok agung jadi tuntunan bagi yang mengaku muslim
Iman hiasi dengan kebajikan tanpa tapi
Nilai yang didapat jadi tercatat
Rahmat tercurah, alam menerima senang
Kebajikan mengaliri setiap ruang di bumi
Tujuan hadir sang panutan tercatat jelas dalam kitab
Muslim tunduk sesuai tuntunan
Tauhid landasan pembuka kunci
Kebajikan menemani perjalanan yang hanya sebentar
Balasan pertemuan di masa butuh syafa’at
Berkumpul menepati janji temu dalam ridaNya
Pasaman Barat, 17 April 2022
Penulis
Reni Oksilia. Kelahiran Kota Payakumbuh, 06 Oktober 1984. Adalah seorang guru madrasah tsanawiyah negeri di sebuah kampung di Kabupaten Pasaman Barat dan ibu dari tiga orang putri. Dia menyukai sastra dan telah merampungkan 15 buku antologi esai, puisi, pantun dan cerpen. Alumnus Bimbingan dan Konseling – Universitas Negeri Padang (UNP) ini juga aktif mengikuti event-event literasi pendidikan diantaranya mengikuti event International Symposium On Education 2021 dan menjadi juara 2 terbaik kategori poster penelitian ilmiah. Dapat dihubungi via WA: 085263244304, IG: oksiliareni dan youtube: Reni Oksilia.
Religiusitas dalam Puisi
(Ulasan atas Puisi-Puisi Reni Oksilia)
Oleh : Dara Layl
(Pengurus FLP Wilayah Sumatera Barat)
Puisi bukan hanya sekadar bacaan, lebih dari itu puisi bisa menjelma doa dari Sang Penyair kepada Tuhannya. Puisi merupakan luapan ekspresi jiwa yang mempresentasikan apa yang dipikirkan, dirasakan, dan apa yang diresapi serta yang dipelajari oleh seorang penyair. Tidak hanya itu, puisi bisa juga bisa dijadikan sebagai media perenungan yang begitu dalam oleh penyair. Puisi dapat dijadikan sebagai refleksi dalam menjalani kehidupan, terkhusus hubungan dengan Tuhan.
Sejak zaman dahulu, puisi sudah dijadikan sebagai media atau ajang dalam menyampaikan nilai-nilai spiritual. Nilai-nilai spiritual bukan hanya curahan hati seoarang penyair tapi diharapkan dapat dijadikan sebagai pembangkit nilai-nilai spiritual yang bisa menjadi dorongan bagi pembaca.
Puisi dalam pandangan John Lennard (2005:318) dalam bukunya yang berjudul The Poetry Handbook; A Guide to Reading Poetry for Pleasure and Practical Criticism, puisi pada umumnya tidak terlalu kompleks dalam antologis dan epistemologis dibandingkan dengan drama yang lebih menekankan keterkaitan dengan pertunjukan ataupun prosa. Penyair umumnya menulis puisi dalam momen tertentu dengan keterkaitan individual, sehingga mampu memberikan dampak yang nyata bagi pembaca yang dapat merasakan momen yang dialami penyair.
Hal ini juga dikuatkan oleh Baldik (2002: 198) yang mengungkapkan bahwa puisi merupakan bahasa yang bernyanyi, berbicara dan ditulis sesuai dengan pola yang menekankan antara hubungan kata-kata dengan dasar suara yang enak didengar. Puisi juga mengandung nilai yang enak didengar. Selain itu, Puisi juga memiliki nilai yang menggabungkan antara suara dan kebaruan ide, baik dalam perenungan ataupun lelucon.
Puisi menurut Hans Bertens (2001: 53-540) mengungkapkan umumnya mereka tidak ingin mendengarkan puisi karena bentuk dan struktur semata, mereka lebih mengutamakan spiritualitas dan kebebasan puisi dan novel yang mereka baca. Para pmebaca buku bersentuhan langsung dengan perspektif humanis yang tidak lagi terpaku pada bentuk dan struktur yang umumnya mengabaikan unsur spiritualitas dan kebebasan.
Nilai-nilai spiritualitas di dalam puisi juga dikuatkan oleh pendapat Fox (1997: 1989) puisi merupakan penyembuhan secara alamiah. Puisi bukan hanya sebagai seni semata, namun puisi sebagai media yang dapat memberikan manfaat sangat nyata. Puisi spiritualitas yang memang secara khusus membangkitkan jiwa yang jatuh untuk kembali bangkit. Membangunkan perasaan yang selalu kalah dengan kedewasaan untuk menghadapi segala kenyetaan dengan ketegaran hati.
Pada edisi kali ini, Kreatika menampilkan tiga puisi karya Reni Oksilia yang kental akan nilai-nilai spiritualitas. Dari judulnya penyair seolah membuka pintu menuju nilai-nilai spritualias; “Karena Allah Sayang”, “Syukurku dalam Bersimpuh”, dan “Kebajikan sesuai Tuntunan.”
Puisi pertama, “Karena Allah Sayang” pusi ini menggambarkan sebuah perenungan, salah satunya ketika sedang menhgadapi ujian. Perenungan akan hikmah menerima dengan hati yang lapang dan dengan kesabaran, bisa dilihat pada bait puisi: Renungkan /hikmah dengan sabar dan jiwa lapang / Kesulitan bersama kemudahan, suatu janji pasti./
Melalui bait selanjutnya pengarang seolah ingin menyampaikan bahwa ujian itu adalah sakit. Perasaan seeorang yang sedang diuji dengan sakit, namun tetap berjuang untuk sembuh baik dengan berobat maupun usaha lainnya, serta terus meyakinkan diri bahwa sakit yang dialami adalah bentuk kasih sayang Allah. Bisa dilihat dari bait puisi; Sembuh atas izinNya / Hadapi sakit tanpa keluh / Karena Allah sayang semua datang menyapa / Lelah diri melangkah di dunia /Penghapusan atas tumpukan salah./ Puisi ini seperti sebuah harapan dan doa untuk kesembuhan bagi seseorang yang sedang menghadapi sakit.
Puisi kedua, “Sukurku dalam Bersimpuh.”, seperti judulnya puisi kedua ini berisi tentang penggambaraan rasa syukur yang begitu dalam kepada Sang Pemilik Semesta, Allah SWT. Semua rasa syukur itu dirangkum dalam bait penutup puisi; /Renungi diri agar syukur selalu di depan dalam menjemput qana’ah/. Selain rasa syukur, pada puisi kedua penyair seolah ingin menyampaikan bahwa panca indra yang kita miliki lebih baik digunakan untuk kebaikan. Bukan untuk keburukan yang akan emnambah dosa.
Puisi terakhir, “Kebajikan Sesuai Tuntunan.” Berbeda dengan kedua puisi sebelumnya, pada puisi kedua, penyair secara tersirat menggambarkan kerinduan akan sosok Baginda Rasulullah Saw. Puisi kedua menggambarkan bagaimana sosok Nabi Muhammad yang memberikat berkah bagi seluruh alam. Sosok yang menjadi penerima wahyu terakhir sebagai tuntunan bagi umat manusia. Seperti yang ada pada bait puisi; Mimpiku bertemu entah kapan, tapi tetap rindu / Sosok agung jadi tuntunan / bagi yang mengaku muslim / Rahmat tercurah, alam menerima senang / Kebajikan mengaliri setiap ruang di bumi / Balasan pertemuan di masa butuh syafa’at./ Puisi ketiga seolah menjadi doa untuk bertemu sang baginda nabi.
Puisi-puisi di atas ditulis dengan nilai-nilai spiritual yang kental dan bisa menjadi pengingat bagi kita sebagai pembaca untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Hanya saja ada sedikit kekurangan, puisi dikenal sebagai karya sastra yang sangat erat dengan kata-kata indah, tidak hanya susunannya melainkan juga bunyinya, untuk itu, jika pemilihan diksi dari puisi ini lebih dipilah lagi, maka puisi ini akan tersaji dengan lebih indah.
Tetap semangat menulis, Kak Reni Oksilia, ditunggu puisi-puisinya yang kental nilai-nilai kehidupan lainnya. (*)
Catatan
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca.
Discussion about this post