Puisi-puisi Linda Tanjung
Merdeka Berpuisi
Asap menembus rongga dadaku
merayapi indra penciuman ini
kutangisi puisi dengan aroma asap mengepul
membuat diri ini terpenjara, sesak
Saat aku mencintai puisi nan meyejukkan jiwa
Mereka berpuisi dengan aroma mengepul
Aku terpenjara di tengah asap yang menjajah
Sungguh aku ingin merdeka
Menikmati puisi, merasakan damainya puisi
Meski kadang takut untuk membawa
para embrio penyair
Ingin aku pergi ke suatu negeri
Bebas asap mengepul yang di dalamnya semerbak puisi
Namun di mana kucari
Karena puisi di negeriku ditemani tarian asap pujangga
Carikan aku negeri penyair
Negeri bebas dari asap mengepul
namun aroma kesturi yang memikat hati.
Payakumbuh, 17 Agustus 2022
Kisah Ibu Puisi
Kubesarkan kau puisi
Dalam rahim kata-kata
Dengan belaian sajak dan rima
Kubesarkan kau puisi
Menjadi bait demi bait
Sejak kau hanya bagian dari larik
Sampai tumbuh dalam bait dan makna
Kau menjadi sebuah puisi
Kau arti kehidupan hati dan
rasa ibu yang tak berperi.
Kubesarkan kau puisi
Sehingga kau merantau
di antara karya mayapada
Kau tumbuh kokoh menghias sebuah nama
menuju gerbang maha karya.
Sayang puisi
Kadang lupa diri sehingga
maknamu menjauh dari Illahi
Pesan ibu sebagai makna kadang terlupa, puisi.
Ibu pun lara hati.
Doa ibumu puisi,
kembali ke kedalaman makna
pada hakikat kata peradaban .
Kembali dalam kata-kata
Rahman dan Rahim
yang untai setiap zikir.
Kembalilah puisi dalam ridho-Mu,
karena kau karya sejati
yang selalu dijaga dalam doa tak bertepi
Oleh ibu yang cinta tak pernah mati.
*Untuk anak-anak puisi selalu indah diresapi dalam hati. Semoga puisi selalu berada dalam lindungan Illahi Rabbi
Masa Puisi
Masamu puisi
Bermain dengan rima dan irama
Berkejaran antara majas
Tumbuh dengan banyak perumpamaan
Metafora hidup mengantarkan masa tunas merekah
Hingga kau berada
dalam personifikasi yang menampar diri
Antara nyata dan realita
Khayal dan imajinasi
Lecutmu agar mudamu
hiperbola nan mengguncang dunia
Apakah kau nanti akan menjadi
pars pro toto atau totem pro parte
sehingga metonimia hidupmu dikenang
sepanjang hayat dan masa
Wahai puisi
Masamu remaja dalam rangkaian sajak dan larik
Kau wujudkan dalam makna
agar tumbuh menancap bumi
sehingga kau abadi dalam budi
Ibumu puisi yang telah lahirkan
dalam rahim kata-kata
dalam bentuk anamotope atau
mungkin saja repetisi kebaikan yang abadi
Ingat puisi kau kelak membawa budi
dalam peti atau amal yang tak pernah putus
dalam keabadian hakiki
Mari puisi hidupkan masamu
dalam goresan pena
Saat Sang Khalik
dalam Asy syu’ara memanggilmu
Jadilah puisi, syair para sufi
dalam zikir illahi.
Jaga hidupmu puisi karena
kau akan kembali suatu saat nanti
Pada pangkuan ibu sebagai bumi
#puisipadamasa
Biodata Penulis:
Linda Tanjung adalah nama pena Lindawati, guru di SMP Islam Raudhatul Jannah Payakumbuh. Linda lahir di Medan pada tanggal 14 Januari dan berdomisili dengan keluarga kecilnya di Kota Payakumbuh. Ibu dengan empat orang putra-putri ini berbahagia, bercengkrama bersama anak-anak. Anak-anak adalah dunianya dan membuat mereka mau menulis adalah mimpi-mimpinya. Linda sebagai pengelola TBM Pustaka Dua-2 Kota Payakumbuh. Linda dapat dihubungi pada FB: Linda Wati, Instagram @lin_tanjung, dan @pustaka_dua2 email llindawati00@gmail.com. HP/WA: 081363318346.
Puisi Sewangi Kasturi
Oleh: Ragdi F. Daye
(buku kumpulan puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)
Kubesarkan kau puisi
Dalam rahim kata-kata
Dengan belaian sajak dan rima
Menurut Fowler (2000), sastra adalah tulisan yang baik, tulisan yang bermakna, tulisan yang mengesankan, tulisan yang hebat (terkenal). Mengingat pendapat Fowler tersebut, maka membaca dan menulis puisi sebagai salah satu genre karya sastra tidak melulu merupakan aktivitas orang-orang yang berprofesi di bidang kesenian, namun dapat dilakoni siapa saja, termasuk akuntan, kuli bangunan, pengusaha kuliner, astronot, politikus, atau dokter. Tulisan sastra yang menyimpan kandungan makna akan memperkuat sisi humanisme seorang tenaga medis misalnya sehingga akan lebih meresapi penderitaan pasien dengan empati yang menguatkan semangat hidup dan melakukan tindakan medis dengan lebih manusiawi. Seorang guru yang akrab dengan puisi tentu akan memiliki daya ucap yang lebih kaya dan gaya dalam menyampaikan materi pelajaran kepada guru-gurunya sehingga lebih menarik dan tidak membosankan.
Pada edisi kali ini, Kreatika menampilkan tiga buah puisi karya seorang ibu guru. Ketiga puisi tersebut berjudul “Merdeka Berpuisi”, “Kisah Ibu Puisi”, dan “Masa Puisi”. Ada kata ‘puisi’ yang dilekatkan pada judul puisi-puisi tersebut. Pradopo (2009) mengatakan bahwa penyair hendak mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya seperti yang dialami batinnya. Untuk itu haruslah dipilih kata setepatnya. Diksi adalah pemilihan kata-kata, memiliki kedudukan yang sangat penting dalam puisi.
Pemilihan diksi ‘puisi’ di dalam ketiga puisi Linda Tanjung seperti menunjukkan perhatian penulis kepada puisi sebagai sebentuk karya sastra yang memiliki kekhasannya sekaligus hendak membicarakan puisi sebagai aktivitas berkesenian yang melibatkan perilaku dan suasana yang menyertainya. Di samping juga ada kemungkinan penulis menggunakan puisi sebagai metafora untuk mengungkapkan anak-anak dari ibu yang melahirkan dan membesarkannya. Strategi berbahasa ini terasa menarik dan relevan dengan proses kreatif penulisnya yang sehari-hari berkulindan dengan dunia perpuisian.
Puisi pertama “Merdeka Berpuisi” mengungkapkan kegelisahan penulis terhadap kebiasaan yang dimiliki sebagian seniman yang berpegang pada dictum ‘kebebasan berekspresi’ dalam bentuk cara bergaul, gaya berbicara, pakaian, pola makan, termasuk kebiasaan berkreativitas ditemani rokok, musik, atau minuman tertentu. Linda menulis ‘Saat aku mencintai puisi nan meyejukkan jiwa/ Mereka berpuisi dengan aroma mengepul/ Aku terpenjara di tengah asap yang menjajah/ Sungguh aku ingin merdeka/ Menikmati puisi, merasakan damainya puisi.’
Kegundahan ini bisa juga menjadi refleksi pembaca atau publik penikmat seni yang merasa tidak puas dengan karya seni yang disuguhkan seniman. Bagaimana pun juga setiap orang punya referensi dan ekspektasi yang berbeda. Penyuka hal-hal positif dan inspiratif cenderung mengonsumsi karya seni sebagai mata air inspirasi dan kebijaksanaan. Mereka berharap momen berinteraksi dengan karya seni atau peristiwa kesenian akan membuat jiwa menjadi lebih baik. Tentu saja publik penikmat seni jenis ini akan bingung dan kecewa ketika mendapatkan karya seni tidak sesuai dengan ekspektasinya. Bukannya memperkaya jiwa, pengalaman tersebut justru akan membuat mereka terguncang. ‘Carikan aku negeri penyair/ Negeri bebas dari asap mengepul/ namun aroma kesturi yang memikat hati.’, begitu harapan Linda.
Robert C. Pooley (1992:19) mengatakan bahwa orang yang menutup telinga terhadap puisi akan terpencil dari suatu wilayah yang penuh dengan harta kekayaan berupa pengertian manusia, pandangan perorangan, serta sensitivitas yang menonjol. Suatu kerugian jika masyarakat tidak menikmati serta mengambil nilai dan makna yang terdapat dalam puisi. Memang dibutuhkan usaha untuk menangkap makna dan pesan yang disampaikan oleh penyair, namun adaberbagai cara yang bisa dilakukan, salah satunya lewat analisis dan kajian yang mendalam terhadap karya tersebut.
Puisi kedua dan ketiga mempunyai kesamaan dalam menggunakan diksi ‘puisi’, yakni menjadikannya metafora anak. Linda memadukan peristiwa kehidupan anak yang tak lepas dari peran ibunya melalui larik-larik puisi, ‘Kubesarkan kau puisi/ Dalam rahim kata-kata/ Dengan belaian sajak dan rima// Kubesarkan kau puisi/ Menjadi bait demi bait// Sejak kau hanya bagian dari larik/ Sampai tumbuh dalam bait dan makna.’
Apabila diksi ‘puisi’ pada puisi tersebut diartikan sebagai anak sejak dari kandungan hingga lahir, tumbuh, dan besar, maka penulis telah menunjukkan kemahirannya dalam memilih media uangkapnya. Penyair menyamakan anak-anak dengan puisi, karya seni yang mengandung keindahan bahasa dan bunyi yang di baliknya terkandung makna. Bagi seorang penyair perempuan yang juga telah mengalami kehidupan sebagai ibu, mengungkapkan anak-anaknya sebagai puisi tentu terasa puitis.
Kemungkinan lain dari puisi di atas adalah penulis sedang berbicara tentang proses menciptakan puisi hingga puisi menemui nasibnya sebagai karya yang dibaca khalayak dengan aneka macam interpretasi dan pengaruh yang dimunculkan. Puisi ini mengambarkan proses perkembangan ide yang dikembangkan menjadi larik-larik, bait-bait, hingga lahir sebagai puisi yang bernilai.
Bagi penulis yang menulis puisi dalam rangka berkontemplasi untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, puisi berisi zikir, pengingat: ‘Sayang puisi/ Kadang lupa diri sehingga/ maknamu menjauh dari Illahi/ Pesan ibu sebagai makna kadang terlupa, puisi./ Ibu pun lara hati.// Doa ibumu puisi,/ kembali ke kedalaman makna/ pada hakikat kata peradaban/ Kembali dalam kata-kata / Rahman dan Rahim/ yang untai setiap zikir.’
Bagi orang beriman, puisi atau karya seni di samping untuk mengungkapkan perasaan dan gagasan, juga upaya kontemplatif mendekatkan diri kepada Tuhan.[]
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post