Oleh: Riza Andesca Putra
(Dosen Departemen Pembangunan dan Bisnis Peternakan Unand & Mahasiswa Program Doktor Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan UGM)
Di dalam kehidupan berkelompok, lumrah sekali ditemukan perselisihan antar anggota. Hal ini tidak dapat dihindari karena masing-masing individu yang ada memiliki latar belakang dan kepentingan yang berbeda sehingga tingkah laku mereka dalam kelompok pun berbeda. Tak jarang perselisihan tersebut berubah menjadi konflik dan mengganggu proses pencapaian tujuan kelompok.
Melihat kondisi itu, kelompok mesti memiliki cara yang ampuh untuk mengendalikan tingkah laku anggotanya. Salah satu cara terkuat dan paling meresap adalah melalui norma-norma. Norma merupakan aturan perilaku dan cara bertindak yang diharapkan serta telah diterima sebagai hal yang sah oleh anggota di dalam kelompok (Umstot, 1987). Dengan kata lain, norma berperan sebagai pedoman anggota dalam beraktivitas di kelompok. Burhan (2019) dalam bukunya menyampaikan, fungsi norma adalah mengatur tingkah laku masyarakat, menciptakan ketertiban serta keadilan, membantu mencapai tujuan bersama, serta menjadi dasar pemberian sanksi.
Menurut para ahli, terdapat beragam jenis norma. Namun, dari sisi bentuknya, norma dapat dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu norma formal dan informal. Norma formal adalah aturan atau standar perilaku yang ditetapkan secara resmi dan jelas oleh otoritas atau lembaga tertentu dalam kelompok. Norma formal biasanya tertulis dan dapat berupa peraturan, kebijakan, atau prosedur yang mengatur berbagai aspek kehidupan kelompok, seperti tugas, tanggung jawab, hak, dan kewajiban anggota. Norma formal seringkali dijelaskan dalam bentuk dokumen resmi, seperti peraturan kerja, konstitusi organisasi atau anggaran dasar/ anggaran rumah tangga hingga keputusan kelompok. Norma formal biasanya memiliki sanksi yang jelas jika dilanggar, seperti teguran, denda, atau sanksi disiplin.
Sementara itu, norma informal adalah aturan atau standar perilaku yang berkembang secara tidak resmi dalam kelompok dan didasarkan pada nilai-nilai, budaya, kebiasaan, atau interaksi antaranggota kelompok. Norma informal sering kali tidak tertulis dan berkembang melalui interaksi sosial, pengamatan, dan imitasi. Norma informal ini bisa juga dikembangkan secara sengaja oleh kelompok dalam bentuk nilai-nilai kolektif kelompok. Contoh norma informal dalam kelompok seperti kesopanan, cara berkomunikasi, sikap saling menghormati, cara berpakaian atau yang lainnya. Pelanggaran terhadap norma informal biasanya menghasilkan respons sosial seperti cemoohan, pengucilan, atau pemutusan hubungan sosial.
Norma memainkan peran penting dalam mengendalikan tingkah laku anggota dalam kelompok. Keberadaan norma diharapkkan dapat menjadikan aktivitas kelompok berjalan tertib dan mendukung pencapaian tujuan bersama. Namun, semua itu tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak tantangan yang ada. Banyak kelompok yang sudah memiliki norma, tetapi masih belum lancar aktivitas di dalam kelompoknya.
Ada beberapa hal yang mesti menjadi perhatian terkait norma dalam kelompok ini, di antaranya : pertama, norma mesti mengakomodir aktivitas yang ada dalam kelompok. Keberadaan norma, baik formal maupun informal, dapat memberikan panduan terhadap anggotanya dalam berkegiatan di kelompok. Panduan tersebut bisa saja detail namun tidak menutup kemungkinan digambarkan secara umum. Yang pasti adalah tidak ada satu aktivitas pun di dalam kelompok yang tidak mendapatkan arahan dari norma yang tersedia.
Kedua, norma mesti dipahami dan sebaiknya adalah konsensus anggota. Sebagai pelaksana, semua anggota harus tahu dan paham tentang norma yang berlaku di kelompoknya. Norma yang ada sebaiknya lahir dari proses interaksi dan diskusi anggota di dalam kelompok, supaya lebih merasuk ke diri masing-masing anggota. Dengan demikian para anggota merasa memiliki dan melaksanakan dengan rela sekaligus merasakan kebermanfaatan dari norma tersebut.
Ketiga, norma mesti jelas dan realistis. Sebagai panduan dalam aktivitas, bahasa yang digunakan dalam norma haruslah mudah dipahami semua anggota sehingga anggota dapat dengan mudah menginternalisasikan ke dalam tingkah lakunya di kelompok. Norma-norma yang rumit atau menggunakan istilah yang tidak umum dapat menyebabkan kebingungan dan kesalahpahaman. Selain itu, norma juga haruslah realistis dan dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada dalam kelompok. Norma yang terlalu idealistik atau tidak sesuai dengan situasi aktual dapat menghambat pencapaian tujuan kelompok.
Keempat, norma mesti ditegakkan. Keberadaan norma menjadi salah satu kunci keberhasilan kelompok. Namun pelaksanaan dan komitmen menegakkan norma tersebut menjadi lebih penting. Komitmen mesti berasal dari semua unsur yang ada dalam kelompok. Jika ada anggota yang melanggar, mesti diberikan sanksi yang sesuai. Penegakkan norma dalam kelompok ini juga harus dilakukan secara adil tanpa tebang pilih.
Minimal empat hal di atas perlu dilakukan kelompok terkait norma. Jika tidak dilakukan, norma hanya menjadi pajangan dan tidak berpengaruh apa-apa terhadap keberlangsungan kelompok. Malah pada beberapa situasi, keberadaan norma dapat menjadi penghambat aktivitas dalam kelompok. Dengan memperhatikan dan mengupayakan realisasi empat hal di atas, keberadaan norma dalam kelompok dapat optimal. Dengan demikian, kelompok dapat berjalan tertib dan harmonissehingga proses mencapai tujuan bersama dilakukan dengan lebih baik.
*Artikel ini merupakan bagian keempat dari beberapa bagian lainnya tentang Sukses Mengelola Kelompok.
Discussion about this post