Lebaran
Euforia lebaran telah membumbung
Setiap sudut jalan menggemakan
Asma-Nya yang agung
Dan setiap sudut kota memperlihatkan
Warna warni sandang yang dijunjung
Aku hanya terdiam dalam seribu kata
Tak mengerti dan tak merasakan
Apa itu kebahagiaan di hari kemenangan
Bagiku hari kemenangan hanyalah
Satu hari penyambutan keberhasilan
Setiap jarum jam yang berdentang
Setiap rotasi bulan yang beredar
Dan setiap hari kemenangan yang dilewatkan
Hanya kujalani dengan hampa
Tanpa ada perasaan khusus yang tersirat
Tidak pernah mengerti kebahagiaan orang
Yang hiruk-pikuk di jalanan terang
Ke sana kemari berjalan dengan bahagianya
Yang kulihat dari mereka hanyalah
Keceriaan yang tak pernah ditampakkan.
Senin, 2 Mei 2022
Juwita Baruku
Tatapan penasaran yang semakin menjadi
Menjadi tatapan kepastian yang telah terjadi
Terukir aksara di dalam alunan syair
Mengikat hati yang sebelumnya musafir
Mimpi yang selalu melayang di alam pikir
Khayal yang selalu terbang dan mampir
Menjadi muhibbah yang sangat pasti
Termukhtasar dalam qalbu yang sunyi
Ini mungkin bukanlah piterah yang hak
Dan mungkin bukanlah garis hidup yang layak
Walaupun jalan ini tampak irasional
Sanda akan menjalaninya dengan lurus akal.
Kamis, 6 Januari 2022
Genangan Kumuh
Badai awal pagi ini
Gemuruh dan petir bercengkrama
Di dalam kesedihan langit
Yang tak terbendung awan
Untaian nyanyian anak manusia
Selalu bersenandung di dalam jiwa
Dengan dusta yang tak terbaca
Dan juga dusta yang tak terdengar
Petir yang semakin riang
Menggejolakkan hati yang usang
Senada dengan nyanyian
Si anak manusia tadi malam
Terpaku dan terpukau
Seolah dia menampakkan dirinya
Dan menjelaskan pribadinya
Sekumuh genangan hujan
Terinjak, diinjak, dan menginjak
Semua orang yang melewatinya
Mencipratkan kesejukan dirinya
Namun lupa menutupi kekumuhannya
Walaupun demikian
Masih ada juga yang menunggu genangan itu
Dan mencipratkan airnya ke muka
Si penunggu.
Rabu,16 Februari 2022
Dan Satu Hal Lagi
Kekhilafan yang tak berbendung
Terbuai dalam manisnya kefanaan
Membuatku terjatuh kembali
Ke dalam ngarai yang tak berbatas
Aku tak tahu harus bagaimana
Menghilangkan rasa sesak ini
Tak terobati luka yang lalu
Malah tergores luka yang baru
Memang diri ini tidak bisa
Memegang sucinya janji dalam ikatan
Entah kenapa Tuhan, Engkau ciptakan aku seperti ini
Yang tidak bisa berpegang dengan aturan
Dan yang tak bisa mengikat ikrar yang hampir kekal
Aku tidak ingin hidup seperti ini Tuhan
Dalam kesendirian yang terlalu buram
Dan tekanan luar yang akan bertubi-tubi
Menghantam dan mencekik
Jiwa bangsat yang hina ini
Bagaimana caranya diriku menyatukan
Serakan beling yang tak berurut
Menyatukannya dalam satu bentuk yang runtut
Aku percaya dan yakin
Itu tidaklah mungkin bisa terjadi
Tidak pada diriku
Dirinya dan diri orang lain
Aku manusia bangsat yang hanya bisa
Membuat sesuatu menjadi pecah
Mengubah menara menjadi gubuk
Dan membuat beningnya air menjadi keruh
Hal yang paling tidak bisa terjadi adalah
Memaafkan kembali.
Jumat, 19 Agustus 2022
Biodata Penulis:
Danial Nozarianda Albar atau biasa dipanggil Danil lahir di Kota Padang pada tanggal 9 Mei 1999 dari pasangan Zahirdan, S.IP. dan Novarita, S.Pd. Sekarang ia tinggal di Kota Padang dan menjadi salah satu mahasiswa semester akhir pada Program Studi Sastra Inggris di Universitas Bung Hatta. Selama sekolah, ia aktif di berbagai organisasi dan ekstrakurikuler sekolah, di antaranya PMR Wira SMK SMAK Padang, Forum Analis Kimia Remaja Islam Intelek SMK SMAK Padang, dan Mandarin Club. Pada tahun 2022, ditunjuk sebagai perwakilan kampus menjadi Duta Kosmetika Aman yang diselenggarakan oleh BPOM Kota Padang. Danil juga merupakan finalis Duta Bahasa Sumatra Barat dan bergabung di dalam Ikatan Duta Bahasa Sumatra Barat.
Solikui ‘si Manusia Bangsat’
Oleh: Ragdi F. Daye
(buku kumpulan puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)
Aku manusia bangsat yang hanya bisa
Membuat sesuatu menjadi pecah
Mengubah menara menjadi gubuk
Dan membuat beningnya air menjadi keruh
Puisi adalah suatu jenis karya sastra berupa ungkapan isi hati penyair atau penulis yang di dalamnya terdapat irama, ritme, dan lirik. Puisi termasuk salah satu karya sastra yang sudah hidup sejak zaman dahulu hingga kini. Puisi menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Kehadiran puisi di Indonesia diwarnai dengan beraneka ragam estetika puisi dan gaya penulisan bahasa.
Puisi sering dijadikan sekelompok orang atau individu sebagai wahana menumbuhkembangkan kreativitas serta daya intelektualitas. Terkadang, penyair menulis puisi berisi nilai-nilai kemanusiaan secara implisit sehingga perlu adanya perhatian dan kajian agar maksud puisi diterima oleh pembaca. Hal tersebut memperlihatkan bahwa puisi ditulis sebagai bentuk penyampaian peristiwa (Febrina, 2019). Puisi yang ditulis untuk merespons sebuah peristiwa biasanya mengandung beberapa permasalahan seperti (1) kehidupan, (2) kematian, (3) kemanusiaan, dan (4) ketuhanan (Nugroho, dkk., 2020).
Sastra merupakan seni kreatif dengan manusia dan kehidupan sebagai objek didukung dengan bahasa sebagai jembatan penyalurannya (Wicaksono, 2014). Media bahasa yang dipakai dalam suatu karya sastra menunjukkan kemampuan seorang penulis dalam memilih kata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan apa yang disampaikan melalui tulisannya dengan gaya kekhasannya. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap penulis memiliki cara dalam mengemukakan gagasan dan gambarannya menggunakan efek-efek tertentu bagi pembacanya (Setyorini, 2014). Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra berasal dari buah pikir kreatif penyair yang diukir berupa kata-kata. Keindahan puisi dapat ditilik dari majas dan diksi yang dituangkan penyair dalam setiap baitnya. Puisi merupakan mahakarya hasil dari penyair untuk mengungkapkan suasana, baik itu suasana perasaan maupun suasana hati melalui kata per kata (Nurjannah, 2018).
Pada edisi kali ini, Kreatika memuat empat buah puisi karya Danial Nozarianda Albar. Keempat puisi mahasiswa finalis Duta Bahasa Sumbar ini berjudul “Lebaran”, “Juwita Baruku”, “Genangan Kumuh”, dan “Dan Satu Hal Lagi”,.
Puisi pertama berjudul “Lebaran” mengungkapkan kegelisahan seseorang menghadapi momen hari raya. Ketika di sekelilingnya orang-orang dengan berbagai ekspresi menyambut kedatangan hari raya, menunjukkan kebahagiaan, dia justru diam seribu kata tak dapat memahami mengapa orang-orang dapat merayakan kebahagiaan sedemikian rupa. Menurutnya kemenangan hanyalah satu hari penyambutan keberhasilan.
Kegelisahan aku lirik dalam puisi “Lebaran” tersebut seperti menyentil fenomena sebagian umat Islam di Indonesia yang larut dalam euforia lebaran, seperti melakukan mudik, belanja barang-barang dan pakaian baru, pesta makan-makan, atau jalan-jalan dengan alasan berlebaran. Sementara itu, sebagian mereka tidak menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, tidak mendirikan salat, tidak menunaikan zakat, dan tidak mengerjakan amalan lainnya. Namun ketika datang lebaran, mereka bertingkah seolah paling berhak merayakan kemenangan. Ini merupakan sesuatu yang ironis.
Puisi kedua, “Juwita Baruku” berbeda dengan puisi pertama. Tidak hanya dari segi emosinya yang lebih cenderung gembira namun juga struktur bunyi puisi yang memiliki rima tertib ‘a-a-b-b’. Kegembiraan ini sudah muncul dari bait pertama: ‘Tatapan penasaran yang semakin menjadi/ Menjadi tatapan kepastian yang telah terjadi/ Terukir aksara di dalam alunan syair/ Mengikat hati yang sebelumnya musafir’. Frasa ‘tatapan kepastian’ dan klausa ‘mengikat hati yang sebelumnya musafir’ dapat diartikan sebagai sebuah keputusan yang telah diambil menyangkut hubungan yang sebelumnya belum jelas. Sebutlah ini relasi seseorang dengan seseorang lain yang sebelumnya sendirian seperti pengelana.
“Genangan Kumuh”, puisi ketiga menawarkan kerisauan lain. Puisi ini mengguncang dengan kehadiran gemuruh, petir, dan badai. Suasana riuh mengawali puisi, ‘Badai awal pagi ini/ Gemuruh dan petir bercengkerama/ Di dalam kesedihan langit/ Yang tak terbendung awan’. Kondisi alam yang buruk tersebut mencerminkan kondisi jiwa yang muram: ‘Petir yang semakin riang/ Menggejolakkan hati yang usang/ Senada dengan nyanyian/ Si anak manusia tadi malam’. Mengapa penyair menghubungkan suasana alam yang kurang cerah dengan manusia? Tentu ada pesan yang ingin disampaikannya. Danial mengambil ‘genangan kumuh’ untuk mencitrakan sifat kotor manusia yang senantiasa melakukan kesalahan baik yang tidak sengaja maupun secara sengaja. Perbuatan manusia tersebut ‘sekumuh genangan hujan’ ungkap Danial: ‘Terpaku dan terpukau/ Seolah dia menampakkan dirinya/ Dan menjelaskan pribadinya/ Sekumuh genangan hujan’. Hal menarik dari puisi ini adalah ketika kotoran tersebut justru disiramkan ke muka, ‘Masih ada juga yang menunggu genangan itu/ Dan mencipratkan airnya ke muka/ Si penunggu.’
Puisi keempat, “Dan Satu Hal Lagi” seperti melengkapi puisi ‘genangan kumuh’. Manusia yang cenderung lalai akan mengulangi kesalahannya; ‘Kekhilafan yang tak terbendung/ Terbuai dalam manisnya kefanaan/ Membuatku terjatuh kembali/ Ke dalam ngarai yang tak berbatas’. Metafora ‘ngarai’ dapat diartikan sebagai rangkaian dosa dan kesalahan. Ngarai atau lembah merupakan daerah rendah di muka bumi yang biasanya diapit oleh dataran tinggi seperti bukit dan gunung. Berada di lembah merupakan analogi kondisi spiritual yang kurang baik atau grafik keimanan yang menurun.
Pada ujungnya semua keburukan itu akan menimbulkan penyesalan: ‘Aku manusia bangsat yang hanya bisa/ Membuat sesuatu menjadi pecah/ Mengubah menara menjadi gubuk/ Dan membuat beningnya air menjadi keruh/ Hal yang paling tidak bisa terjadi adalah/ Memaafkan kembali.’ Introspeksi diri yang dilakukan aku lirik di akhir puisi ini serupa penyadaran dalam sunyi. Ketika sedang sendiri kita bisa berjarak dengan diri, memandang lebih objektif sehingga dapat mengevaluasi dengan lebih jernih. Saat itulah kita dapat mengakui kesalahan dan menasihati diri sendiri untuk lebih baik.[]
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post