
Suatu hari ketika membaca “Kata Pengantar” dalam sebuah skripsi, saya menemukan kata kehadiran. Kata ini ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berikut kalimat yang terdapat dalam bab tersebut.
Puji syukur kami ucapkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa ….
Dalam KBBI Edisi VI (2024), kata kehadiran bermakna ‘perihal hadir; adanya (seseorang, sekumpulan orang) pada suatu tempat’. Apakah memungkinkan menghadirkan Tuhan pada suatu tempat? Jawabannya, tentu saja tidak. Jika ditelusuri lebih lanjut, hal tersebut terjadi karena menurut Kridalaksana (1991) dalam buku Masa Lampau Bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai dan juga menurut Ager (2001) dalam buku Motivation in Language Planning and Language Policy, ada sejumlah masalah kebahasaan yang tidak dirasakan oleh masyarakat.
Secara turun-temurun, kita diwariskan dengan kata ke hadirat yang diambil dari kata hadirat. Dalam KBBI Edisi VI (2024), kata hadirat bermakna ‘hadapan’, misalnya dapat dilihat pada kalimat, “dengan tenang ia menghadap ke hadirat Tuhan’. Karena masyarakat tidak mampu membedakan cara penulisan kata depan—apakah dipisah dan digabung—lama-kelamaan muncullah bentuk yang salah. Masyarakat berpikir bahwa penulisan yang benar adalah kehadirat.
Karena masyarakat Indonesia sangat abai dengan penggunaan kaidah yang benar dalam bahasa Indonesia, mereka menganggap kata kehadiran merupakan bentuk yang sama dengan kehadirat. Oleh sebab itu, kata kehadiran pun dianggap sebagai bentuk yang benar dan kemudian digunakan pada bab “Kata Pengantar” dalam sebuah karya ilmiah. Mereka menggunakan kata tersebut karena (1) tidak mengetahui kaidah penulisan kata ke hadirat, serta (2) tidak mampu membedakan penggunaan kata tersebut dengan kata kehadiran.
Sebagai guru atau dosen bahasa, hal ini tentu meresahkan hati saya dan kawan-kawan sesama pengajar bahasa Indonesia. Mahasiswa strata satu yang sudah mendapatkan pengetahuan bahasa Indonesia selama 16 tahun sejak SD dan mendapatkan bekal menulis karya ilmiah dalam mata kuliah “Bahasa Indonesia” di perguruan tinggi, tidak semestinya salah dalam menggunakan bahasa Indonesia. Namun, apa daya, kesalahan ini terus berulang dari masa ke masa karena terjadinya sistem template, copy paste, atau meniru sama persis dengan skripsi yang sudah ada (sudah salah).
Discussion about this post