Senin, 12/5/25 | 12:29 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI KREATIKA

Puisi-puisi Afifah Syafila Alwafi dan Ulasannya oleh Ragdi F. Daye

Minggu, 12/2/23 | 08:30 WIB

Lentera

Engkau adalah matahariku
Memberi terang di saat gelap
Memberi pelita di saat kelam
Tetaplah melenggang dengan egomu
Engkau hadir di saat yang lain tak peduli

Generasiku, teruslah genggam nilai-nilai kemanusiaan
Agar manusia tetap jadi manusia
Berjalanlah dengan bebas
Busungkan dadamu
Angkatlah kepalamu
Dan kepalkan tanganmu
Demi satu tujuan

Nusantara ini takkan ada arti tanpa kehadiranmu
Teruslah meronta
Melepaskan belunggu-belenggu durjana dunia
Kami tetap akan selalu bersamamu


Lari

Senyap, sunyi, tak berbekas
Kau hilang, jauh, tak terjangkau angan
Bak ditelan bumi

Larilah, pergilah, berkelabat, tinggalkan sejuta asa
Tercecer sejuta tanya yang tak mampu dijawab
Haruskah kuikuti rasa untuk menjamah
Tersandar, tersendu, berurai, sesak

Ke mana harus kutanya ragu yang bergelora
Kautinggalkan luka lara yang menganga
Biar kurawat menjadi jawab.


Kata

Angkuh, tegar dengan mistifikasi lisan
Bak menanam tebu di mulut
Manis terucap, pahit terasa

Janji bukanlah logika
Ditepati, bukan dicaci
Diam bukan berarti bodoh
Hanya berpikir untuk memahat

Katakan apa yang mesti dikatakan
Jangan berucap semua yang kaupikirkan
Lisan adalah pedang
Membelah tanpa berdarah.

Biodata Penulis:
Afifah Syafila Alwafi adalah  anggota Sanggar Menulis Pondok Sastra SMPIT Adzkia Padang

 

 


Lentera Kata

Oleh: Ragdi F. Daye
(buku kumpulan puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)

 

 Ke mana harus kutanya ragu yang bergelora
Kau tinggalkan luka lara yang menganga
Biar kurawat menjadi jawab

Puisi adalah suatu jenis karya sastra berupa ungkapan isi hati penyair atau penulis yang di dalamnya terdapat irama, ritme, dan lirik. Puisi termasuk salah satu karya sastra yang sudah hidup sejak zaman dahulu hingga kini. Puisi menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Kehadiran puisi ini di Indonesia diwarnai dengan beraneka ragam estetika puisi dan gaya penulisan bahasa.

BACAJUGA

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Minggu, 27/4/25 | 16:31 WIB
Puisi-puisi Muhammad Yusuf Husein dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Puisi-puisi Muhammad Yusuf Husein dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Minggu, 23/3/25 | 18:57 WIB

Puisi sebagai karya sastra ditulis oleh pengarang belum mempunyai makna dan belum menjadi objek estetik, bila belum diberi arti oleh masyarakat pembacanya (Pradopo, 1995:106). Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, baik prosa, maupun puisi baru dapat mempunyai makna dan menjadi objek estetik bila telah diberi makna oleh masyarakat pembacanya. Untuk memberi makna terhadap karya sastra harus terikat pada teks karya sastra sebagai sistem tanda yang mempunyai konvensi sendiri berdasarkan hakikat karya sastra. Berdasarkan hal tersebut, untuk dapat menangkap hakikat karya sastra, diperlukan cara-cara yang sesuai dengan sifat hakikat karya sastra.

Di dalam karya sastra, bahasa disesuaikan dengan sistem dan konvensi sastra. Karya sastra yang berbentuk puisi, misalnya, mempunyai konvensi sastra yang berbeda dengan prosa. Konvensi mempunyai arti tambahan kepada arti bahasa. Karya sastra merupakan refleksi pemikiran, perasaan, dan keinginan pengarang lewat bahasa. Pengarang sebagai seorang pelaku bahasa, kerap menyediakan tanda-tanda untuk bisa ditafsirkan oleh pembaca.

Pada edisi kali ini Kreatika memuat tiga buah puisi karya Afifah Syafila Alwafi, siswa SMP anggota klub ekskul Pondok Sastra. Ketiga puisi Afifah berjudul “Lentera”, “Lari” dan  “Kata”. Judul yang pendek-pendek penuh makna. Judul-judul yang cukup menjanjikan.

Puisi pertama, “Lentera” berisi tentang harapan pada suatu generasi yang akan membawa perubahan, yakni agar manusia tetap menjadi manusia. Puisi ini mengharapkan generasi tersebut dapat memberi terang di saat gelap, memberi pelita di saat kelam, seperti lentera yang menyinari. Penulis memesankan supaya generasi itu terus menggenggam nilai-nilai kemanusiaan. Tanpa nilai-nilai kemanusiaan, seorang manusia tidak dapat hidup secara layak dan harmonis sebagai makhluk sosial yang niscaya mesti berinteraksi dengan manusia lain. Apabila telah memahami nilai-nilai dan mampu mengaplikasikannya dengan baik, seorang manusia dapat hidup dengan tenang dan percaya diri. ‘Berjalanlah dengan bebas/ Busungkan dadamu/ Angkatlah kepalamu/ Dan kepalkan tanganmu/ Demi satu tujuan // Nusantara ini takkan ada arti tanpa kehadiranmu’, begitu tulis Afifah.

Puisi kedua mengandung kegelisahan tentang kehilangan seseorang. Kata “Lari” yang menjadi judul puisi ini menyiratkan tindakan pergi menjauh atau menghindar dari seseorang atau masalah. Afifah menulis ‘Senyap, sunyi, tak berbekas/ Kau hilang, jauh, tak terjangkau angan/ Bak ditelan bumi’. Pergi melarikan diri tanpa pamit bisa juga hanya asumsi subyektif dari orang yang merasa ditinggalkan. Perasaan-perasaan sentimental yang diselimuti praduga. Hal ini dapat dialami siapa saja yang mengalami momen kehilangan; kehilangan teman, hewan peliharaan, atau orang tua. Penyebab kepergian tersebut bisa disebabkan takdir datangnya ajal menjemput. Namun, keadaan itu bisa menjadi beban tanda tanya bagi aku lirik yang ditinggalkan. Dia pun mengalami kebingungan, duka cita yang menyedihkan, serta perasaan marah karena harus berhadapan dengan kenyataan yang tak sesuai dengan harapan. ‘Ke mana harus kutanya ragu yang bergelora/ Kautinggalkan luka lara yang menganga/ Biar kurawat menjadi jawab.’

Puisi yang ditulis penyair tidak melulu berisi curahan hatinya. Puisi tidak serta- merta menjadi potret orisinal kehidupan pribadi penyair. Puisi dengan segala keunikan strukturnya memungkinkan penyair melakukan refleksi atas kehidupan orang lain yang tertangkap oleh alat indranya dan memberi rangsangan kepada akal pikirannya. Melalui puisi, penyair menyampaikan respons sosial terhadap fenomena kehidupan tersebut yang terkadang terkesan sangat personal seolah-olah itu merupakan pengalaman pribadinya.

Melalui puisi ketiga, “Kata”, Afifah mengungkapkan pandangannya terhadap kata atau lisan atau perkataan manusia. Bagi orang yang pandai bereorika, kata-kata bisa seindah yang sedang mekar dan semanis madu lebah hutan. Meskipun bisa jadi maksud yang tersembunyi di balik perkataan tersebut bermakna sebaliknya, seperti kata pepatah yang dimasukkan Afifah ke dalam larik puisinya: ‘Bak menanam tebu di mulut / Manis terucap, pahit terasa’. Bagi sebagian yang lain, yang tak pandai bersilat lidah, lawan bicara kadang tidak menaruh perhatian karena yang bersangkutan keliru memilih kata, meskipun apa yang disampaikannya benar sehingga orang tidak mau menerima pesan yang disampaikannya.

Lebih lanjut, Afifah memberi nasihat bijak di akhir puisinya: ‘Katakan apa yang mesti dikatakan/ Jangan berucap semua yang kaupikirkan/ Lisan adalah pedang/ Membelah tanpa berdarah.’ Ya, kata-kata menyimpan potensi luar biasa untuk menenangkan atau menghancurkan. Bijaklah berkata-kata![]

 

Catatan:

Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.

 

Tags: #Ragdi F. DayeAfifah Syafila Alwafi
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Belajar Membuat Kompos dari Sampah Rumah Tangga

Berita Sesudah

Ban Serap

Berita Terkait

Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

Minggu, 11/5/25 | 07:10 WIB

Puisi-puisi Farha Nabila   Kanak-Kanak dalam Diri Tatkala kutemukan diriku dalam relung kesepian Yang disana takkan kutemukan dengungan sumpah serapah...

Cerpen “Sejauh Apapun, Kau Akan Selalu Hebat” karya Balqin Adzra dan Ulasannya oleh M. Adioska

Cerpen “Sejauh Apapun, Kau Akan Selalu Hebat” karya Balqin Adzra dan Ulasannya oleh M. Adioska

Minggu, 04/5/25 | 08:40 WIB

Sejauh Apapun, Kau Akan Selalu Hebat Karya: Balqin Adzra   “Silahkan mampir! Kami mempunyai mochi varian baru!” teriak sang penjual...

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Minggu, 27/4/25 | 16:31 WIB

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra   Merindu Nagari Nan Jauh Tiap langkah yang menapak Meninggalkan rindu yang menjejak Risau nan gulandah memenuhi...

Cerpen “Rantau Nan Jauh” Karya Salman Luthfi Al Fayyadh dan Ulasannya Oleh Azwar

Cerpen “Rantau Nan Jauh” Karya Salman Luthfi Al Fayyadh dan Ulasannya Oleh Azwar

Minggu, 20/4/25 | 20:36 WIB

Rantau Nan Jauh Cerpen Karya: Salman Luthfi Al Fayyadh   Kalian tidak akan percaya jika kuceritakan matahari yang mendaki Singgalang...

Puisi-puisi Fatma Hayati dan Ulasannya Oleh Dara Layl

Puisi-puisi Fatma Hayati dan Ulasannya Oleh Dara Layl

Minggu, 13/4/25 | 20:49 WIB

Puisi-puisi Fatma Hayati   Daster Ibu Tiba-tiba terdengar suara Kreeekkk..... "Daster ibu sobek" Aku spontan berteriak ke arah ibu Ibu...

Cerpen “Baganti jo Kain Hitam” Karya Athifaleaa dan Ulasannya oleh M. Adioska

Cerpen “Baganti jo Kain Hitam” Karya Athifaleaa dan Ulasannya oleh M. Adioska

Minggu, 30/3/25 | 17:36 WIB

Baganti jo Kain Hitam Karya: Athifaleaa   Di tengah udara yang hangat, di sebuah desa di Minangkabau, kehidupan terasa penuh...

Berita Sesudah
Dolar

Ban Serap

Discussion about this post

POPULER

  • Puisi-puisi Afny Dwi Sahira

    Puisi-puisi Afny Dwi Sahira

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pandangan Khalil Gibran tentang Musik sebagai Bahasa Rohani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jembatan Gantung Ambruk di Nagari Koto Padang Lumpuhkan Ekonomi Petani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Firdaus Apresiasi Semangat Gotong Royong Masyarakat Wujudkan Festival Juadah Tanpa APBD

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perkembangan Hukum Islam di Era Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bergabung dalam Arak – arakan, Anggota DPRD Sumbar, Firdaus Ikuti Keseruan Festival Juadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024