Oleh: Roma Kyo Kae Saniro
(Dosen Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
Mencuri Raden Saleh merupakan sebuah film yang rilis pada 25 Agustus 2022 yang disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko dan diproduseri oleh Cristian Imanuell melalui rumah produksi Visinema Pictures. Film ini merupakan sebuah proyek bersama Haye yang diungkapkan bahwa sudah dipersiapkan waktu selama 3 tahun lebih. Waktu itu digunakan untuk menggodok film ini dan butuh satu tahun untuk mengumpulkan para pemain sebagai pemerannya. Film ini pun mendapatkan perhatian sebesar sekitar 2.000.000 penonton dalam kurun waktu 18 hari penayangan (CNN Indonesia, 2022).
Tidak hanya itu, prestasi lain film ini adalah masuk ke dalam nominasi Festival Film Bandung tahun 2022 yang masih dalam proses penilaian dengan kategori film bioskop terpuji, sutradara terpuji film bioskop, pemeran pembantu pria terpuji film bioskop, penata editing terpuji film bioskop, dan penata kamera terpuji film bioskop. Film ini mengisahkan anak-anak muda amatiran yang diberikan misi untuk mencuri lukisan Sang Maestro, Raden Saleh yang berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro. Aksi tersebut dianggap sebagai sebuah pencurian terbesar abad ini. Lukisan tersebut memiliki harga tinggi yang digambarkan dengan bayaran yang akan diterima anak-anak muda dengan uang yang nominalnya kurang lebih 20 miliar.
Nilai itu tentunya adalah nilai yang sangat fantastis karena narasi menggambarkan kisahan situasi dan kondisi anak-anak yang membutuhkan uang untuk berbagai keperluan hidup. Konflik awal yang disajikan oleh film ini adalah penduplikatan lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro dengan lukisan aslinya. Tidak hanya penduplikasian, anak-anak muda tersebut ditawari misi lain dengan harga lebih tinggi berupa menukar lukisan duplikat dengan lukisan yang asli yang dipajang di istana negara. Tentunya, hal ini bukan hal yang mudah, terutama ketika ingin menembus istana negara dan mendapatkan lukisan asli dari Raden Saleh.
Berdasarkan judulnya, pembaca atau penonton mungkin akan berpikir bahwa pada mulanya tokoh-tokoh yang dibintangi oleh Iqbaal Ramadhan, Angga Yunanda, Rachel Amanda, Umay Shahab, Aghniny Haque, dan Ari Irham akan mencuri manusia (Raden Saleh). Namun, film ini lebih menekankan bahwa yang dimaksud Raden Saleh adalah lukisan (karyanya) yang berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro.
Film merupakan gubahan narasi yang ditampilkan dengan menggunakan komunikasi media dan hal lainnya yang berhubungan dengan sinematik. Tentunya, sebuah karya akan memiliki aspek yang dapat dibongkar secara nyata dalam kehidupan nyata, seperti halnya lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro. Lukisan ini memang dapat ditemukan pada dunia nyata atau realita. Karya lukisan yang berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro merupakan sebuah karya yang merujuk pada peristiwa nyata yang terjadi pada masa lalu.
Lukisan ini lahir dari adanya respons lukisan Nicolaas Pieneman (1809–1860) yang ditugaskan untuk mendokumentasikan momen penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Pemerintah Belanda pada 28 Maret 1830. Pangeran Diponegoro, demikian pria berjubah itu dikenal, ditangkap dalam sebuah perundingan yang khianat di rumah Residen Kedu di Magelang. Hal inilah yang membuat Raden Saleh Sjarif Bustaman atau yang akrab dipanggil Raden Saleh yang sedang berada di Eropa melihat lukisan Pieneman dan terinspirasi oleh lukisan itu (Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya, 2022).
Raden Saleh mulai membuat sketsa lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro pada tahun 1856 dan menyelesaikan lukisan cat minyaknya setahun kemudian. Dia mengabarkan lukisan itu kepada temannya di Jerman, Duke Ernst II dari Sachsen-Coburg dan Gotha dengan judul “Ein historisches Tableau, die Gefangennahme des javanischen Häuptings Diepo Negoro” atau bermakna `lukisan bersejarah tentang penangkapan seorang pemimpin Jawa Diponegoro`. Lalu, lukisan itu diberikan oleh Raden Saleh kepada Raja Belanda, Willem III sebagai penggambaran pandangan Raden Saleh atas penangkapan Pangeran Diponegoro yang berbeda dengan pandangan Pieneman. Namun, pada tahun 1975, lukisan tersebut diserahkan oleh pihak Kerajaan Belanda kepada Indonesia bersamaan dengan realisasi perjanjian kebudayaan Indonesia-Belanda pada 1969 (Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya, 2022).
Selanjutnya, pada tahun 2013 lukisan tersebut direstorasi pernisnya oleh Susanne Erhards, ahli restorasi dari Jerman melalui dukungan Yayasan Arsari Djojohadikusumo dan Goethe Institute Indonesia. Selanjutnya, 27 September 2013 dilakukan serah terima hasil restorasi lukisan Raden Saleh oleh Yayasan Arsari Djojohadikusumo kepada Sekretariat Negara. Tidak sampai di situ, lukisan dipindahkan dari Istana Merdeka ke Istana Kepresidenan Yogyakarta dan menjadi salah satu koleksi Museum Istana Kepresidenan Yogyakarta pada Desember 2014 (Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya, 2022). Tidak hanya Raden Saleh yang mengekspresikan pandangannya terkait penangkapan Pangeran Diponegoro, Taufiq Ismail pun mengekspresikan pandangannya melalui sebuah puisi yang berjudul “Pangeran Diponegoro, Magelang, 28 Maret 1830”.
Menatap lukisan Penangkapan Diponegoro, aku berdiri dan termangu
Di depan kanvasmu, lewat jendela bingkaimu kau undang aku
Meluncur masuk lorong sejarah. Kau beri kami langit Magelang
Tiada awan menggulung atau terbentang
Cuma ada dua puncak gunung dan bukit kabut tipis tergenang
Kau beri kami adegan abad sembilan belas, yang begitu tegang
Seorang Pangeran, panglima pertempuran telah ditangkap
Dia mengenakan serban hijau, jubah putih tanpa alas kaki
Badannya kecil, tapi wajahnya menantang dengan sikap berani
Aku tidak membaca rasa sesal atau menyalahkan nasib
Pada perincian wajahnya yang diguratkan dengan cat minyak
Seratus tiga puluh delapan tahun yang lalu
Raden Saleh Sjarif Bustaman, betapa padat isyarat lukisan tuan.
…
(Taufiq Ismail)
Puisi tersebut sangat menyiratkan perasaan takjub dari penyair terkait dengan karya yang dilihatnya. Penyair berusaha mengungkapkan perasaannya yang seakan ikut serta memasuki dunia lain ketika Pangeran Diponegoro ditangkap dengan adanya diksi undang aku pada larik “Di depan kanvasmu, lewat jendela bingkaimu kau undang aku”. Diksi undang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ‘panggil’. Tentunya, diksi ini dapat dimaknai sebagai usaha yang dilakukan oleh Raden Saleh untuk memanggil para audiens yang melihat lukisannya untuk dapat melihat peristiwa masa lampau tersebut.
Selain itu, adanya diksi yang berusaha untuk menggambarkan situasi dan kondisi peristiwa penangkapan itu dihadirkan melalui diksi yang begitu tegang dalam larik “Kau beri kami adegan abad sembilan belas, yang begitu tegang”. Diksi tegang merupakan terasa mencekam (tentang perasaan, jiwa) (KBBI daring). Tentunya, dalam peristiwa penangkapan ini, situasi yang tercipta adalah rasa tegang mencekam yang dirasakan oleh Pangeran Diponegoro atau orang lainnya yang terdapat dalam peristiwa tersebut. Selain itu, melalui puisinya pun, Taufiq Ismail menggambarkan penampilan Pangeran Diponegoro saat ditangkap melalui deskripsi yang mampu membuat pembaca memiliki gambaran terhadap deskripsi penampilan tersebut. Hal ini dapat dilihat melalui larik sebagai berikut.
“Dia mengenakan serban hijau, jubah putih tanpa alas kaki
Badannya kecil, tapi wajahnya menantang dengan sikap berani”
(Taufiq Ismail)
Kemudian, Taufiq Ismail pun menggambarkan watak Pangeran Diponegoro yang tidak merasa menyesal terhadap penangkapannya melalui larik “Aku tidak membaca rasa sesal atau menyalahkan nasib”. Penyair dengan tegas menggunakan diksi yang bersifat denotatif melalui kata sesal dan menyalahkan nasib. Melalui diksi ini, pembaca akan memahami bahwa adanya keberanian Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penangkapan tersebut sehingga Diponegoro tidak memiliki rasa sesal.
Secara keseluruhan, puisi Taufiq Ismail ini dapat memberikan gambaran bahwa adanya ekspresi kekaguman dan pujian yang diberikan oleh penyair kepada Raden Saleh yang sangat tampak jelas pada larik “Raden Saleh Sjarif Bustaman, betapa padat isyarat lukisan tuan”. Diksi padat dapat dimaknai dengan sangat penuh hingga tidak berongga; padu; mampat; pejal (KBBI daring). Hal ini dapat dimaknai sebagai hasil karya yang mampu menggambarkan peristiwa secara penuh atau memiliki penggambaran yang sangat baik sehingga orang yang melihat lukisan tersebut seakan berada langsung pada peristiwa tersebut.
Penangkapan Raden Saleh merupakan sebuah peristiwa sejarah yang luar biasa dan menjadi suatu momentum yang harus selalu diingat oleh bangsa Indonesia karena menyiratkan berbagai perjuangan untuk bangsa ini. Peristiwa ini menjadi diabadikan melalui lukisan orang Eropa dengan sudut pandangnya dan diciptakan lukisan lainnya yang dengan menggunakan sudut pandang sebagai bangsa Indonesia oleh Raden Saleh. Tidak hanya sampai pada seni lukisan, peristiwa ini pun diabadikan oleh Taufiq Ismail melalui puisinya yang berupaya merespons lukisan Raden Saleh. Selain itu, lukisan ini pun memiliki transmedialitas lainnya (objek lukisan digunakan sebagai objek yang berharga dan bernilai serta menjadi bahan untuk dicuri dengan penggunaan judul film yang menggunakan nama pelukis melalui plot yang apik) berupa film Mencuri Raden Saleh yang rilis bulan Agustus tahun 2022. Tentunya, dapat dimaknai bahwa peristiwa ini mampu menghasilkan universe dan transmedialitas yang dapat dinikmati dengan media yang berbeda sehingga peristiwa sejarah mampu untuk diingat oleh seluruh orang, khususnya bangsa Indonesia.
Discussion about this post