Oleh:
Ria Febrina, S.S., M.Hum.
(Dosen Jurusan Sastra Indonesia FIB Unand dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora UGM)
Sebelum kehadiran Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ternyata ada kamus yang dilahirkan atas prakarsa pribadi yang sangat berperan dalam pengembangan bahasa Indonesia. Kamus tersebut disusun oleh sosok-sosok yang bersahaja, yang bekerja dalam diam, tetapi memberikan kontribusi yang sangat berarti ke dalam bahasa Indonesia hingga kini.
Mereka adalah E. Soetan Harahap, Sutan Mohammad Zain, dan W.J.S. Poerwadarminta. Mereka sudah menyusun kamus bahasa Indonesia sebelum KBBI lahir. Ada Kamoes Indonesia (1942), Kamus Indonesia Ketjik (1943), Logat Ketjil Bahasa Indonesia (1949), Kamus Moderen Bahasa Indonesia (1951), dan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952). Melalui tulisan sederhana ini, mari kita mengenal kamus yang lahir sebelum KBBI beserta sosok dibalik kelahiran kamus tersebut.
Kamoes Indonesia
Kamoes Indonesia merupakan kamus yang disusun oleh E. Soetan Harahap. Kamus ini masih menggunakan Ejaan Van Ophuijsen sehingga kamus tersebut ditulis dengan keterangan tempat penerbitan di Djakarta. Tidak hanya itu, keterangan tahun pada kamus ini pun menggunakan sistem kalender kaisar Jepang yang disebut dengan kalender Jimmu atau tahun Sumera.
Tahun 1 kalender Jimmu dimulai pada 660 Masehi. Dalam kata pengantar, E. Soetan Harahap menjelaskan bahwa penerbitan kamus berada di bawah Pimpinan Dai Nippon, yakni pemerintah di bawah Konstitusi Kekaisaran Jepang. Penerbit Kamoes Indonesia pada saat itu ialah Gunseikanbu Kanri Insatu Kodjo.
Pada halaman awal Kamoes Indonesia, terdapat penanggalan berupa Oktober 2602. Jika dikonversi ke dalam masehi, kita harus mengurangi tahun 2602 tersebut dengan angka 660 yang menjadi penanda awal tahun Jimmu. Dengan demikian, 2602 – 660 = 1942 masehi. E. Soetan Harahap memberikan kata pengantar dengan mencantumkan Djakarta, Oktober 2002 yang sama artinya dengan Jakarta, Oktober 1942.
Kepada pembaca kamus, E. Soetan Harahap menyatakan bahwa Kamoes Indonesia ini merupakan hasil perubahan terhadap kamus Kitab Arti Logat Melajoe. Ia mengungkapkan bahwa dalam Kitab Arti Logat Melajoe yang sudah mengalami cetakan hingga keenam, kata-kata asing sudah merebut bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, Kamoes Indonesia ini dihadirkan untuk mengulang-ulang kehadiran kosakata bahasa Indonesia.
Kamoes Indonesia hadir sebanyak 427 halaman yang diawali dengan kata Abad yang bermakna ‘100 tahoen’ dan diakhiri dengan kata zohrah yang ditandai dengan lih. kedjora. Artinya, kata zohrah merupakan bentuk tidak baku dari kedjora yang bermakna ‘bintang kedjora, bintang pagi’.
Dalam Kamoes Indonesia, belum ditemukan label yang menjadi penanda lema. Lema adalah ‘kata atau frasa masukan dalam kamus di luar definisi atau penjelasan lain yang diberikan dalam entri’ (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia, 2018: 964). Lema yang dimaksud dapat berupa label kelas kata, seperti adjektiva, nomina, numeralia, dan verba; label sumber bahasa yang menjadi asal kata, seperti bahasa Arab, bahasa Sansekerta, dan bahasa Belanda; serta label bidang ilmu dan bidang kehidupan yang disematkan sebagaimana tercantum dalam KBBI. Sebagai kamus pertama yang menggunakan kata Indonesia, tentu kekurangan ini menjadi hal yang wajar meskipun kata Abad yang menjadi kata pembuka kamus ini merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab (Notosudirjo, 1981: 25).
Meskipun demikian, lema yang berasal dari bahasa asing dalam Kamoes Indonesia masih belum sebanyak lema yang terdapat dalam KBBI. Oleh sebab itu, jika melihat isi Kamoes Indonesia, kita tidak akan menemukan lema yang berawalan huruf /c/, /q/, /u/, /v/, /x/, dan /y/. Akan tetapi, kita akan menemukan lema yang berawalan /ch/, seperti kata chabar, chalifah, chas, chasiat, chasoemat, chatam, chatan, chatib, chattoe”listiwa, chazanah, chianat, chidmat, dan chilaf; serta lema yang berawalan /’/, seperti ‘adat, ‘adil, ‘adjaib, ‘akad, ‘akal, ‘akibat, ‘akrab, ‘alam, ‘alamat, ‘alim, ‘amal, ‘arif, ‘asjik, ‘ibadat, ‘ibarat, ‘ilmoe, ‘oelama, dan ‘oezoer. Berikut salah satu tampilan kata pada Kamoes Indonesia.
‘ilmoe, pengetahoean ; lih. pada hoeroef i.
Kamus Indonesia Ketjik
Kamus Indonesia Ketjik merupakan kamus yang disusun oleh E. Soetan Harahap (1943). Pada cetakan kelima (1954), kamus ini terdiri atas 413 halaman yang dimulai dengan kata aba, yang bermakna I ‘bapa, ajah’, II aba-aba yang bermakna ‘komando, perintah’; serta diakhiri dengan kata zurriat yang bermakna ‘anak tjutju-tjitjih, keturunan’.
Susunan lema dalam kamus ini sudah memuat kata yang berawalan /c/ meskipun kata-kata tersebut berasal dari kata-kata yang berawalan /ch/ pada Kamoes Indonesia, seperti chabar, chas, chatam, chatib, chawatir, chotbah, dan chusus. Namun, dalam Kamus Indonesia Ketjik, kita juga akan menemukan kata yang berawalan /dj/, seperti djadi, djadwal, djaga, djahat, djanda, djasmani, djemu, djerat, djuara, dan djurang; kata yang berawalan /ng/, seperti ngaum, ngeram, ngeri, ngering, ngilu, ngitngit, dan ngungap; kata yang berawalan /nj/, seperti njai, njali, njampang, njamuk, njaris, njata, njawa, dan njonja; kata yang berawalan /sj/, seperti sjah, sjahadat, sjair, sjarak, Sjawal, dan sjech; serta kata yang berawalan /tj/, seperti tjabik, tjadas, tjak, tjakar, tjakerawala, tjakup, tjelaka, tjendekia, tjuil, dan tjutju.
Jika dibandingkan dengan huruf yang terdapat dalam KBBI, bentuk /dj/ merupakan ejaan lama dari /j/ sehingga kita dapat membaca bentuk tersebut menjadi jadi, jadwal, jaga, jahat, janda, jasmani, jemu, jerat, juara, dan juara. Sementara itu, bentuk /nj/ merupakan ejaan lama dari /y/ sehingga kita dapat membaca bentuk tersebut menjadi nyai, nyali, nyampang, nyamuk, nyaris, nyata, nyawa, dan nyonya; serta bentuk /sj/ merupakan ejaan lama dari /sy/ sehingga kita dapat membaca bentuk tersebut menjadi syah, syahadat, syair, syarak, Syawal, dan syech. Begitu juga dengan bentuk /tj/ yang merupakan ejaam lama dari /c/ sehingga kita dapat membaca bentuk tersebut menjadi cabik, cadas, cak, cakar, cakrawala, cakup, celaka, cendekia, cuil, dan cucu. Berikut salah satu tampilan lema pada Kamus Indonesia Ketjik.
Ilmu, pengetahuan, kepandaian; lagi: hobatan, kesaktian; berilmu, berpengetahuan, pandai.
Logat Ketjil Bahasa Indonesia
Logat Ketjil Bahasa Indonesia merupakan kamus bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S. Poerwadarminta pada tahun 1949. Ia merupakan ahli perkamusan yang tidak hanya menulis kamus bahasa Indonesia, tetapi juga kamus bahasa lain, seperti kamus bahasa Jawa dan kamus bahasa Kawi.
Ketekunan W.J.S. Poerwadarminta terkait kosata membuatnya berhasil menyusun Logat Ketjil Bahasa Indonesia. Pada kamus cetakan ketiga (1951), W.J.S. Poerwadarminta menjelaskan bahwa kata yang menjadi lema merupakan pokok kata atau kata asal. Namun, pembaca masih dapat menemukan kata turunan, seperti yang berawalan ber dan meN- dengan cara menemukan pokok kata, misalnya untuk menemukan kata berada, mengadakan, dan mengada-ada, pengguna dapat melihat kata ada dalam kamus tersebut.
Lema yang dimasukkan ke dalam kamus ini mirip dengan lema yang tercantum dalam Kamoes Indonesia, kecuali lema yang berawalan /u/. Lema /u/ hadir untuk menggantikan kata yang berawalan /oe/. Selain itu, lema yang berawalan /’/ juga menghilang dan kosakata yang mendapat awalan /’/ ini disusun berdasarkan huruf setelahnya, misalnya kata ‘adil diletakkan pada lema adil, kata ‘ibadat diletakkan pada lema ibadat, dan kata ‘oelama diletakkan pada lema ulama. Artinya, kata yang memuat bentuk /’/ sudah tidak ada, kecuali kata yang berasal dari bahasa Arab yang masih terasa asing.
Lema-lema yang baru muncul pada Kamus Indonesia Ketjik, seperti /dj/, /ng/, /ny/, dan /tj/ juga ada dalam Logat Ketjil Bahasa Indonesia. Kosakata berupa djabat, djakun, djangka, djasa, djelata, djengkel, djoang, djodoh, djujur, djuta, dan djuz masuk ke dalam kamus. Kata-kata yang berawalan /ng/, seperti nganga, ngarai, ngeong, ngeram, ngeri, dan ngilu; dan kata yang berawalan /nj/, seperti njala, njaman, njamuk, njanji, njawa, njinjir, dan njonja(h); serta kata yang berawalan /tj/, seperti tjabai, tjair, tjatur, tjita-tjita, tjukil, tjumi-tjumi, tjuram, dan tjuriga juga bertambah dalam kamus ini.
Sebagaimana Kamus Indonesia Ketjik, jika dibandingkan dengan huruf yang terdapat dalam KBBI, bentuk /dj/ merupakan ejaan lama dari /j/ sehingga kita dapat membaca bentuk tersebut menjadi jabat, jakun, jangka, jasa, jelata, jengkel, juang, jodoh, jujur, juta, dan juz. Bentuk /nj/ merupakan ejaan lama dari /y/ sehingga kita dapat membaca bentuk tersebut menjadi nyala, nyaman, nyamuk, nyanyi, nyawa, nyinyir, dan nyonya; serta bentuk /tj/ merupakan ejaam lama dari /c/ sehingga kita dapat membaca bentuk tersebut menjadi cabai, cair, catur, cita-cita, cukil, cumi-cumi, curam, dan curiga.
Kosakata dalam Logat Ketjil Bahasa Indonesia ini terhimpun dalam 143 halaman yang diawali dengan kata aba yang bermakna ‘I bapa. II ( = aba-aba) perintah (dalam berbaris, berulah-raga)’ dan diakhiri dengan kata zurriat yang bermakna ‘keturunan’. Salah satu tampilan kata pada Logat Ketjil Bahasa Indonesia dapat dilihat sebagai berikut.
ilmu, pengetahuan; berilmu, banjak ilmunja; pandai.
Kamus Moderen Bahasa Indonesia
Kamus Moderen Bahasa Indonesia merupakan kamus yang disusun oleh Sutan Mohammad Zain yang merupakan guru besar Universitas Nasional Djakarta. Kamus ini terdiri atas 896 halaman yang diawali dengan lema a yang bermakna ‘1. Sebagai bunji; jang pertama dari pada huruf hidup; 2. Sebagai tanda huruf; jang pertama dari pada A.B.C.; 3. pada surat „rekening”; se atau satu; 4. kependekan dari pada Are; 5. Lt. kependekan dari pada Anno: …’ dan diakhiri dengan kata zurriat (Ar.) yang bermakna ‘keturunan, anak tjutju’.
Dalam Kamus Moderen Bahasa Indonesia ini, sudah dihadirkan keterangan lema berupa Ar. yang merupakan singkatan dari Arab. Artinya, kata tersebut berasal dari bahasa Arab. Jika dikelompokkan, keterangan yang dicantumkan Sutan Mohammad Zain sebagai penanda asal bahasa sebuah kata dalam kamus terbagi atas dua, yakni bahasa daerah, seperti Bugis (Bg.), Batak (Bt.), Djakarta (Djk.), Djawa (Djw.), Kawi (Kw.), Madura (Md.), Minangkabau (Mnk.), dan Sunda (Sd.); serta bahasa asing, seperti Arab (Ar.), Belanda (Bld.), Djepang (Djp.), Inggeris (Ing.), Italia (It.), Junani (Jn.), Latin (Lt.), Parsi (Pars.), Portugis (Port.), Prantjis (Pr.), Sanskerta (Skr.), Sepanjol (Sp.), Siam (S.), Tamil (Tam.), dan Tiong Hoa (T.H.). Pengelompokkan ini kemudian menginspirasi pemberian label dalam KBBI.
Pada Kamus Moderen Bahasa Indonesia ini, juga terdapat keterangan lema termasuk ke dalam kelas kata apa, seperti kata benda (kb.), kata kerdja (kk.), kata perangai (kpr.), dan kata sifat (ks.). Hal ini tak lepas dari proses penyusun kamus yang dilakukan Sutan Mohamad Zain yang berpijak pada kamus yang disusun oleh H.C. Klinkert dan kamus yang disusun oleh R.J. Wilkinson yang berkenaan dengan bahasa Melayu; serta kamus-kamus lain, seperti kamus Indonesia-Belanda W.J.S. Poerwadarminta dan Dr. A. Teeuw, kamus Sanskerta Carl Capeller, kosakata bahasa Arab dari Modern Dictionary Arabic-English oleh Elias A. Elias, dan kosakata Parsi dari Dictionary of the Persian Language oleh E.H. Palmer.
Dalam Kamus Moderen Bahasa Indonesia, Sutan Mohamad Zain sudah membedakan e lemah dan e terang yang diberi tanda garis miring yang tampak pada kata enam dan énak. Pembedaan tersebut bertujuan untuk membantu guru-guru dan murid-murid agar jangan ragu-ragu memakainya, bahkan Sutan Mohamad Zain menyertakan contoh pemakaian kata-kata yang diambil dari bahasa Indonesia yang hidup pada masa itu, serta dari praktik mengajar di sekolah menengah dan perguruan tinggi selama 40 tahun. Salah satu tampilan kata pada Kamus Moderen Bahasa Indonesia dapat dilihat sebagai berikut.
Ilmu, (Ar.) pengetahuan, kepandaian, kesaktian, guna2, sihir: — achirat, agama; — alam atau — tobii, naturkunde; — bahasa, — sifat2 bahasa, tatabahasa; — binatang, lawan — tumbuh2an; — bintang atau — falak; — bumi, tentang keadaan negeri2; — gaib spiritism; — kimia atau — pisah; —pasti (aldjabar); — tanam2-an; — ukur d.l.l.; ber—, a) banjak pengetahuan; b) tahu — kesaktian; menuntut —, beladjar; talibul’lilmi, peladjar.
Susunan abjad dalam Kamus Moderen Bahasa Indonesia banyak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan Kamoes Indonesia, Kamus Indonesia Ketjik, dan Logat Ketjil Bahasa Indonesia. Lema yang berawalan /ch/, /dj/, /ng/, /nj/, /sj/ sudah menghilang dan melebur menjadi /c/, /d/, /n/, dan /s/. Kata chabar terletak pada lema /c/, kata djadwal terletak pada lema /d/, kata ngeong dan njanji terletak pada lema /n/, serta kata sjair terletak pada lema /s/.
Kamus Umum Bahasa Indonesia
Kamus Umum Bahasa Indonesia merupakan kamus yang disusun oleh W.J.S. Poerwadarminta pada 1952 di Djakarta. W.J.S. Poerwadarminta menyatakan bahwa kamus ini menjadi cermin corak perkembangan dan pemakaian bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, kata-kata yang kerap dianggap sebagai bahasa hikajat masih terhimpun dalam kamus ini. Kata-kata yang sudah lama terpendam dalam kandungan masa silam, juga dihidupkan kembali, baik berupa bentuk yang asli maupun bentuk yang baru.
Kamus Umum Bahasa Indonesia terdiri atas 903 halaman yang memuat lema yang berawalan /a/ berupa aba yang bermakna I ‘bapa’ dan II Djw aba-aba: ‘perintah, komando (dl gerak badan, berbaris dsb), serta diakhiri dengan kata zuriat à zariat yang bermakna bahwa kata zuriat merupakan bentuk tidak baku dari zariat.
Susunan abjad dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia ini masih sama dengan Logat Ketjil Bahasa Indonesia. Hal ini tentu dikarenakan kosakata yang dihimpun W.J.S. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia masih berkaitan dengan kosakata dalam kamus Logat Ketjil Bahasa Indonesia. Lema yang berawalan /c/ tidak ada, tetapi yang ada ialah lema yang berawalan /ch/ karena memang hampir semua kata yang termasuk dalam lema ini berawalan /ch/. Begitu juga dengan lema yang berawalan /dj/, /ng/, /nj/, dan /tj/ yang dikelompokkan tersendiri karena memiliki pola yang serupa.
Hanya saja lema yang berawalan /f/ pada kamus ini diberi tanda *) untuk menunjukkan bahwa jika kata berawalan /f/ yang dimaksud tidak ada dalam kelompok lema tersebut, pengguna bisa menemukan pada lema yang berawalan /p/, seperti fatsal yang dirujuk pada kata fasal atau pasal.
Hal yang benar-benar membedakan Kamus Umum Bahasa Indonesia W.J.S. Poerwadarminta dengan kamus-kamus sebelumnya ialah munculnya kelompok kata yang diawali dengan /v/ sebagai lema baru. Kata-kata yang dimaksud ialah variasi, via, villa, visa, vitamine, dan vokal. Kehadiran lema ini tak terlepas dari penyerapan kata tersebut dari Eropa sebagaimana tanda E yang digunakan W.J.S. Poerwadarminta yang menunjukkan kata tersebut berasal dari bahasa seperti bahasa Belanda dan bahasa Inggris.
W.J.S. Poerwadarminta mengungkapkan ketika mencari sebuah kata dalam kamus ini namun tidak dapat ditemukan sama sekali, bisa saja hal tersebut terjadi karena perbedaan lafal (bunyi) atau ejaan, misalnya kata yang berawalan huruf hidup au dapat dicari pada kata yang berawalan o, seperti anggauta menjadi anggota. Untuk kata seperti anggauta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, akan diikuti oleh simbol yang menunjukkan tanda peringatan. Kata tersebut ditandai garis silang yang bermakna bahwa kata tersebut masih disangsikan karena salah dengar, salah tulis, atau salah baca; jarang dipakai; hanya hidup dalam lingkungan kecil (bahasa daerah); atau sudah usang (mati).
Hal lain yang berbeda dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia ialah sudah adanya singkatan yang tidak hanya menunjukkan bahasa sumber dari sebuah lema, seperti bahasa daerah dan bahasa asing, tetapi adanya singkatan yang menunjukkan bidang pemakaian kata, seperti ilmu bumi (ib.), ilmu kedokteran (id.), ilmu fisik (if.), ilmu hukum (ih.), ilmu kimia (ik.), dan ilmu olah-raga (io.). Untuk tampilan kata pada Kamus Umum Bahasa Indonesia, dapat dilihat sebagai berikut.
Ilmu: pengetahuan atau kepandaian (baik tt segala sesuatu jg masuk djenis kebatinan maupun jg berkenaan dng keadaan alam dsb) ; ~ achirat, pengetahuan tt keadaan hidup sesudah hidup didunia ini; ~ achlak, pengetahuan tt tabiat manusia; ~ adab, pengetahuan tt baik buruk bagi kelakuan manusia; ~ agama, pengetahuan tt adjaran (sedjarah dsb) agama; …;
berilmu: banjak ilmunja; berpengetahuan ; pandai; keilmuan: barang apa jg berkenaan dng pengetahuan; setjara ilmu pengetahuan.
Dengan menyimak pola penyusunan lema dari berbagai kamus yang disusun oleh E. Soetan Harahap, Sutan Mohammad Zain, dan W.J.S. Poerwadarminta tersebut, kita dapat melihat bahwa penyusunan kamus bahasa Indonesia oleh tokoh tersebut bervariasi namun tidak bertentangan. Variasi penyusunan lema tersebut justru menjadi pedoman yang saling melengkapi dalam menyusun lema KBBI.
Menjadi Sumber Data untuk KBBI
Kehadiran kamus-kamus tersebut memang menginspirasi lembaga bahasa negara untuk melahirkan sebuah kamus yang sangat representatif menunjukkan keberadaan bahasa Indonesia terkini. Oleh sebab itu, dalam peringatan 60 tahun kehadiran bahasa Indonesia sejak 1928, dilahirkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi I pada tahun 1988.
Dengan adanya jumlah lema yang bervariasi serta pola penyusunan lema yang menunjukkan kesamaan dan juga perbedaan, menyebabkan lembaga bahasa negara memilih beberapa kamus yang dihasilkan oleh ketiga sosok ini menjadi sumber utama dalam penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi I.
Anton M. Moeliono yang saat itu menjabat sebagai Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa mengungkapkan bahwa data dalam KBBI Edisi I (1988) diambil dari Kamus Umum Bahasa Indonesia W.J.S. Poerwadarminta (1976), Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (1983), Kamus Moderen Bahasa Indonesia Sutan Mohamad Zain (tanpa tahun), Kamus Indonesia E. St. Harahap (1951), serta kamus bidang ilmu, buku pelajaran, dan berbagai tulisan dari media cetak.
Jika tidak membaca prakata dalam KBBI, kita tidak akan pernah tahu bahwa E. Soetan Harahap, Sutan Mohammad Zain, dan W.J.S. Poerwadarminta merupakan sosok yang paling berjasa dalam mengodifikasikan bahasa Indonesia pada masa awal kemerdekaan. Kodifikasi yang mereka lakukan tersebut hingga kini terus dikembangkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia dalam bentuk KBBI daring.
Discussion about this post