Kamis, 16/10/25 | 20:20 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Kejahatan Berbahasa

Minggu, 30/5/21 | 07:00 WIB

Oleh:
Alex Darmawan
(Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)

Kemajuan Indonesia di bidang teknologi sekarang ini begitu pesat. Hal ini ditunjukan salah satunya dengan jumlah pengguna media sosial yang mendekati angka 160 juta dari jumlah penduduk Indonesia 271.349.888 jiwa dalam rilis bersama data sensus penduduk 2020 dan data administrasi kependudukan 2020.  Bukan hanya penduduk Indonesia saja sebagai penggunana media sosial, tetapi juga penduduk dunia pada umumnya. Selain sebagai sarana komunikasi, media sosial juga dapat digunakan sebagai sarana bisnis, forum diskusi, mengunggah aktivitas keseharian dan sumber pendapatan hidup. Keberadaan media sosial tidak bisa  terlepas dari kehidupan masyarakat dunia, khusus penduduk Indonesia sekarang ini. Media sosial itu sendiri sudah menjadi suatu identitas baru bagi  masyarakat modern dalam berkomunikasi dengan cakapun wilayah yang luas.

Pengguna media sosial setiap tahunnya di Indonesia selalu meningkat. Tahun 2021 ini saja tembus ke angka 170 juta jiwa. Generasi yang mendominasi  penggunaan media sosial di Indonesia kebanyakan berasal dari kalangan  muda dengan rentang umur 25-34 tahun. Kalangan ini dikenal generasi Y dan generasi Z. Generasi tersebut sangat aktif dan memiliki intensitas yang cukup tinggi dalam mengakses internet. Kompas Tekno dari laporan  We Are Social dan Hootsuite, rata-rata orang Indonesia menghabiskan tiga jam 14 menit sehari  untuk mengakses media sosial. Platform media sosial yang populer digunakan di Indonesia itu ditempati oleh You Tube, whatsApp, Instagram, Facebook dan Twitter (baca: Riset Ungkap Lebih dari Separuh Penduduk Indonesia ‘Melek’ Media Sosial, Kompas.com, Rabu, 24 Januari 2021).

BACAJUGA

Kecerdasan dan Berbahasa

Kecerdasan dan Berbahasa

Minggu, 09/3/25 | 09:59 WIB
Bahasa dan (Ber) Pikiran

Bahasa dan (Ber) Pikiran

Minggu, 02/3/25 | 10:48 WIB

Bermedia sosial memungkinkan setiap orang bebas berekspresi. Tidak ada aturan tertentu yang mengingkat sehingga orang terkadang lengah dengan etika, norma sosial dan hukum yang ada. Ujung-ujungnya, memunculkan masalah dan keributan antarpribadi, kelompok, lembaga, dan lain sebagainya sampai bermuara ke kasus hukum dan pengadilan. Banyak orang tersandung kasus hukum karena perkataan yang diunggah di media sosial. Sebut saja deretan tokoh-tokoh yang terkenal di mata masyrakat umum,  mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahya Purnama alias Ahok, musisi kondang tanah air (Ahmad Dhani), aktivis dan seniman yang menggeluti dunia teater (Ratna Sarumpaet), dan lain sebagainya (Darmawan, dalam artikel “Dosa Bahasa” di Scientia.id, edisi 20 September 2020).

Dalam Kitab  Undang-Undang Hukum Pidana  serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal-Demi Pasar, secara sosiologis kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya kesimbangan, ketentraman dan ketertiban  (Soesilo, 1985). Kata kejahatan bersanding dengan kata berbahasa menjadi perbuatan atau lingkah laku berbahasa yang merugikan pribadi atau masyarakat, baik itu secara lisan maupun tulisan yang menyebabkan hilangnya keseimbangan, ketentraman, dan ketertiban

Kejahatan berbahasa itu dapat dilakukan oleh pribadi atau kelompok secara sadar dengan tujuan dan motif tertentu yang memberi kerugian bagi korban, materiil dan nonmateriil. Sebaliknya, kejahatan berbahasa juga dapat terjadi tanpa disadari oleh pelaku. Pelaku hanya ingin melampiaskan emosi negatif sesaatnya kepada korban dan tidak peduli terhadap sanksi hukum yang akan diterimanya ke depan.

Semakin hari semakin banyak kejahatan berbahasa yang timbul. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus melaporkan untuk rentang Maret-April 2020 ada 443 laporan yang berkenaan dengan kasus ujaran kebencian (hate speech) dan berita bohong. Ini berarti hate speech menjadi salah satu permasalahan yang cukup serius. Apalagi kalau sudah masuk masa pilkada, kasus ujaran kebencian frekuensinya meningkat (baca:detik.com, 20 Desemmber 2020). Ini mengindikasikan kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai hukum yang mengatur tentang informasi dan transaksi elektronik.

Hukum yang mengatur mengenai infomasi dan transaksi elektronik adalah Undang-Undang No.11 Tahun 2008. Sejalan dengan itu, Surat Edaran Kapolri Nomor SE/06/X/2015 dinyatakan bahwa ujaran kebencian berupa tindak pidana yang telah diatur dalam KUHP dan ketentuan kejahatan lainnya di luar KUHP, berupa: 1. Penistaan, 2.Menghasut, 3. Penghinaan, 4. Memprovokasi, 5.Menyebarkan berita bohong, 6. Pencemaran nama baik, 7. Perbuatan tidak menyenangkan. Jadi, kejahatan berbahasa yang dilakukan di media sosial dalam pandangan hukum   ada sebanyak 7 jenis.

Berbicara mengenai  kerugian yang timbul akibat dari kejahatan berbahasa ini untuk pelaku yang sengaja dan sadar akan perbuatan itu melanggar UU ITE Nomor 11 tahun 2008, seyogyanya sudah mempersiap diri menghadapi tuntutan hukum dan segala biaya yang akan dikeluarkan. Nah, untuk pelaku tidak sengaja dan menurutkan emosi melakukan kejahatan berbahasa, tentu belum siap dan tidak menduga akan mendapatkan masalah hukum. Efeknya  pelaku menjadi stress, tertekan, dan terganggu aktivitas kesehariannya.

Kejahatan berbahasa itu tidak  hanya dilakukan di media sosial saja, tetapi juga dapat dilakukan secara langsung  dalam proses komunikasi berupa perkataan yang menghina, meyakiti, dan menyudutkan seseorang di depan umum yang menyebabkan  seseorang itu kehilangan muka dan malu. Lebih jauh, sebagai umat beragama, kita percaya bahwa setiap kejahatan itu berupa dosa yang akan kita tanggung kelak di akhirat. Selain hukum dunia yang mesti kita tanggung, hukum akhirat yang harus kita terima. Oleh karena itu, kita sebagai pengguna media sosial mesti  cerdas dan pintar dalam menggunakan media sosial yang ada, sadar dan tahu ada hukum yang menjerat dari kesalahan yang kita lakukan. Sebagai umat beragama, sudah sepatutnya kita membangun hubungan baik dan silahturahmi dengan sesama demi terciptanya kehidupan yang damai dan tenteram. “Mulut dan jempolmu adalah harimaumu”. Wallahu a’lam bish sawabi.

Tags: #Alex Darmawan
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Cerpen Sakura Alvino “Sarha Perjuangan” dan Ulasannya oleh Azwar Sutan Malaka

Berita Sesudah

Kedatangan Tamu

Berita Terkait

Jejak Peranakan Tionghoa dalam Sastra Indonesia

Jejak Peranakan Tionghoa dalam Sastra Indonesia

Minggu, 12/10/25 | 12:34 WIB

Oleh: Hasbi Witir (Mahasiswa Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas) Banyak dari kita mungkin beranggapan bahwa sejarah sastra Indonesia modern dimulai...

Makna Dibalik Puisi “Harapan” Karya Sapardi Tinjauan Semiotika

Makna Dibalik Puisi “Harapan” Karya Sapardi Tinjauan Semiotika

Minggu, 12/10/25 | 11:30 WIB

Oleh: Muhammad Zakwan Rizaldi (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas dan Anggota UKMF Labor Penulisan Kreatif)          ...

Puisi-puisi Ronaldi Noor dan Ulasannya oleh Ragdi F. Daye

Puisi Luka Gaza dalam “Gaza Tak Pernah Sunyi” Karya Hardi

Minggu, 05/10/25 | 23:48 WIB

Oleh: Ragdy F. Daye (Penulis dan  Sastrawan Sumatera Barat)   Kota ini bukan kota lagi. Ia museum luka yang terus...

Menyibak Sejarah melalui Manuskrip Surau Baru Pauh

Menyibak Sejarah melalui Manuskrip Surau Baru Pauh

Minggu, 05/10/25 | 23:29 WIB

Oleh: Febby Gusmelyyana (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)   Pada Jumat, 29 Agustus 2025, pukul 13.30...

Pandangan Khalil Gibran tentang Musik sebagai Bahasa Rohani

Konflik pada Cerpen “Pak Menteri Mau Datang” Karya A.A. Navis

Minggu, 05/10/25 | 23:11 WIB

Oleh: Faathir Tora Ugraha (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas)   Ali Akbar Navis atau lebih dikenal A.A. Navis adalah...

Sastra Bandingan: Kerinduan yang Tak Bertepi di Antara Dua Puisi

Sastra Anak, Pondasi Psikologis Perkembangan Kognitif Anak

Minggu, 28/9/25 | 15:19 WIB

Oleh: Dara Suci Rezki Efendi (Mahasiswi Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)   Setiap karya sastra pasti memiliki pembacanya masing-masing,...

Berita Sesudah
Kedatangan Tamu

Kedatangan Tamu

Discussion about this post

POPULER

  • Afrina Hanum

    Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Se Indonesia, seIndonesia, atau se-Indonesia?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Walikota Padang Persiapkan Tenaga Kesehatan Untuk Ke Jerman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Walikota Apresiasi Anggota DPRD Kota Padang Iswanto Kwara Dalam Rehabilitasi Saluran Drainase di Padang Pasir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bupati Agam Minta Pemetaan Wilayah Palupuh untuk Tepatkan Arah Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024