Oleh:
Wizri Yasir
Pemerhati Sosial Kemasyarakatan.
Saya lebih suka menggunakan bahasa negara saya untuk judul diatas, “Hidup Normal Cara Baru”. Karena sebagai anak yang lahir dan besar di Indonesia, saya bangga berbahasa Indonesia, apalagi bahasa ibu saya, Bahasa Minangabau.
Namun kita tidak membahas persoalan bahasa. Biarkan saja orang lain latah menggunakan “new normal”, karena mungkin saja mereka kurang membanggai bahasa negara sendiri atau ingin terlihat ke-inggris-an.
Hidup normal cara baru sudah disampaikan oleh Pemerintah untuk 4 Provinsi. Antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan Sumatera Barat.
Setelah pemerintah mengeluarkan statemen tentang hidup normal cara baru ini, berbagai kalangan mulai dari pejabat, ilmuwan, Pengamat, Mahasiswa sampai kepada masyarakat awam sibuk membahas dari berbagai aspek. Dari segi kesehatan, sosial, ekonomi, politik sampai sekedar opini, muncul di berbagai media.
Terlepas dari itu semua, mari melihat sedikit kebelakang. Saat aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan, sebenarnya sebagian besar khususnya masyarakat Minang sudah menjalankan hidup normal cara baru ini.
Karena tuntutan hidup, dimana sebagian besar masyarakat minang adalah pedagang, petani dan berkebun, mereka tetap jualan, ke sawah dan ke ladang. Mereka menggunakan masker saat keluar rumah, tetap jaga jarak dan rajin mencuci tangan sesuai protokol kesehatan.
Bagi yang bekerja di kantor, mereka juga sudah menerapkan protokol kesehatan. Saat bekerja mereka juga memakai masker, jaga jarak dan mencuci tangan. Baik ketika sampai maupun pulang dari kantor.
Begitu juga dengan ibadah berjamaah di masjid, surau dan mushala. Sebagian masyarakat tetap berjamaah dengan protap kesehatan.
Jadi, bagi sebagian masyarakat, hidup normal cara baru ini sudah diterapkan jauh sebelum pemerintah membuat pernyataan. Sehingga pernyataaan tentang hidup normal cara baru ini hanyalah sebagai himbauan saja. Orang Minang sudah “Semen Padang”. Artinya sudah berbuat sebelum himbauan/anjuran itu keluar.
Bagi masyarakat Minang yang kental dengan falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), Segala sesuatu yang terjadi, apapun bentuknya, tidak perlu ditakutkan. Yang dibutuhkan adalah kewaspadaan dan Ikhtiar sebelum tawakal.
Jadi tak ada yang baru dalam “Hidup Normal Cara Baru ini”. Semoga Wabah ini segera berlalu dan kita kembali ke kehidupan normal yang lama, bukan sementara. Kita hanya ikhtiar, selebihnya tawakal. (*)
Discussion about this post