[h]
Oleh :
(Nana Rulando/ Universitas Andalas)
Juara Harapan 1 Lomba Menulis Cerpen Festival Budaya Korea 2019 UPT Pusat Bahasa Universitas Andalas
[/h]
“Usia 18 tahun bukanlah usia yang bebas, karena kami akan selalu merasa serius untuk setiap momen”
Namaku Hanaira, biasa dipanggil dengan sebutan Aira atau Hana. Aku seorang gadis yang memiliki darah Indonesia – Korea. Aira adalah namaku di Indonesia, sedangkan nama koreaku adalah Kim Hana karena ayahku orang Korea dan bermarga Kim. Tahun ini aku berumur delapan belas tahun. Aku adalah seorang haksaeng (siswa) di Anyang Foreign Language High School yang berlokasi di provinsi Gyeonggi, Korea Selatan.
Di sekolah, aku adalah siswa tingkat dua atau bisa dikatakan kelas dua SMA. Masuk ke sekolah ini tidaklah mudah, banyak persyaratan yang harus dipenuhi dan yang paling penting adalah nilai dan kemampuan berbahasa. Aku merasa sangat beruntung terlahir sebagai gadis yang memilki darah Korea. Sedari kecil appa (ayah) sudah melatihku untuk bisa berbahasa asing, salah satunya adalah bahasa Korea sehingga aku menjadi lebih mudah untuk masuk ke sekolah ini.
Aku memiliki seorang teman baik, namanya Hwang Yoona. Yoona termasuk salah satu anak yang pintar di sekolahku. Kami berteman semenjak tahun pertama atau kelas satu. Belum pernah aku melihat nilai Yoona yang jelek. Rata-rata nilainya selalu di atas 95 dan itu membuatku kagum pada sosok dirinya. Selain pintar, Yoona juga memiliki sifat ceria dan baik hati. Dia akan selalu ada saat aku merasa sedih atau saat marah. Dengan sifatnya yang selalu ceria dan suka menghibur membuatku semakin kagum dan bersyukur bisa memiliki teman seperti Yoona. Bukannya aku terlalu berlebihan, tapi tanpa Yoona aku tidak akan bisa apa-apa. Dengan statusku yang bukan murni berdarah korea, akan sulit rasanya untuk bisa berbaur dengan siswa-siswa disini. Tetapi Yoona berbeda, dia tidak memiliki pandangan yang aneh padaku walaupun aku berdarah campuran.
Haah… seandainya Yoona masih sama seperti Yoona yang aku kenal dulu, seandainya Yoona tidak termakan oleh emosinya sendiri, pasti hubungan kami akan baik-baik saja.
Semenjak hasil ujian tengah semester kemarin keluar, Yoona mengubah sikapnya padaku. Bahkan aku bisa merasakan bagaimana Yoona menatap seolah aku adalah suatu hal yang menjijikan.
“Kim Hana!” seseorang memanggilku dari arah belakang. Aku pun menoleh dan kulihat seorang pria dengan rambut berwarna coklat dan bertubuh tinggi itu mendekat ke arahku sambil tersenyum.
“Kim Hana?” sapanya lagi.
“Nuguseyo?” (Anda siapa?)
“ah, maaf. Aku belum memperkenalkan diri. Namaku Wumuti, siswa kelas dua bahasa China.” Siswa bernama Wumuti itu mengulurkan tangannya padaku. Awalnya aku hanya diam melihat lelaki di depanku ini. Kemudian aku mulai menjabat tangannya. “Kim Hana, kelas bahasa Jepang.”
“Aku sudah tahu.” balasnya sambil tersenyum padaku.
“Maaf, aku harus ke kelas sekarang.” Dengan segera aku berlari menuju kelasku meninggalkan dia yang mungkin tengah bingung melihat sikapku.
***
Bel istirahat pertama sudah berbunyi, semua siswa sudah mulai heboh tak terkendalikan. Untuk istirahat pertama ini aku memutuskan untuk tetap berada di dalam kelas. Aku sedang tidak ingin makan di kantin atau dimanapun. Lebih baik nanti saja saat jam istirahat kedua, biar staminaku terisi penuh sampai malam nanti.
Seperti yang kalian ketahui, sistem pendidikan di Korea bisa dikatakan sedikit kejam. Untuk siswa SMA jam pelajarannya hampir 15 jam sehari, belum termasuk bimbingan belajar setelah pulang sekolah yang hampir memakan waktu 70 menit. Bisa kalian bayangkan bagaimana padatnya kegiatan seorang siswa sekolah menengah atas. Apalagi yang berada ditingkat akhir, mereka akan gila-gilaan belajar demi lulus di perguruan tinggi negeri yang mereka inginkan.
Aku mengambil ponselku yang aku simpan di dalam tas. Untuk beberapa menit aku asyik memainkan benda persegi panjang itu sampai aku mendengar langkah seseorang yang masuk ke dalam kelas. Saat aku menoleh ke arah pintu masuk, kulihat Yoona berjalan menuju kursinya yang berada tepat diseberang tempat dudukku. Raut wajahnya sama seperti hari dimana hasil ujian tengah semester kami keluar.
Mencoba untuk mengabaikannya, aku kembali fokus memainkan ponselku sampai satu notif muncul dilayar smartphone-ku. Ternyata itu notif dari buletin sekolah kami dan aku mulai membaca status yang diunggah.
Heol!! Aku masih belum bisa move on!
Kim Yoona, ratu segala bidang berhasil dikalahkan oleh Kim Hana.
Aku langsung melirik ke arah Yoona yang tampaknya juga sedang membaca status tersebut. Dengan cepat Yoona berdiri dari bangkunya dan menghampiri tempat dudukku.
“Menurutmu ini lucu?!” ucap Yoona dengan nada emosi kepadaku.
“Apa? Apa yang lucu? Aku tidak mengerti maksudmu!” jawabku dengan tenang.
“Yyakk!” Yoona menggebrak mejaku membuat siswa yang berada diluar mulai berdatangan ke kelasku untuk melihat apa yang terjadi.
“Jujur saja, kamu kan yang menulis status ini dibuletin sekolah?” tuduh Yoona kepadaku. Sungguh ini tidak masuk akal sama sekali. Bagaimana mungkin aku yang menulis status ini sedangkan aku baru saja mendapatkan notifnya.
“Apa kamu tidak mengenalku? Aku tidak akan pernah melakukan hal konyol seperti itu!” balasku yang mulai terpancing emosi.
“Cih! Akui saja jika selama ini kamu iri kepadaku, Kim Hana!” ucapan Yoona benar-benar tidak bisa dikontrol lagi. Sebenarnya apa yang membuatnya semarah ini padaku?
“Mwo? (apa?) Aku iri padamu?”
“Ya! Kau tentu saja iri padaku karena selama ini nilaimu tak pernah sebagusku! Dan apa kalian tahu?” ucap Yoona pada semua siswa yang berada di dalam kelasku. “Bukti jika seorang Kim Hana iri padaku adalah Kim Hana yang selama ini tidak mau mengikuti les tambahan, secara tiba-tiba mendaftar ditempat yang sama denganku!” sambungnya yang membuat siswa-siswa lain mulai berbisik-bisik.
“Aku rasa kau perlu mendinginkan kepalamu.” Ucapku pada Yoona dan berlalu meninggalkan semua orang yang berada di kelas.
Aku memutuskan untuk pergi ke taman sekolah. Aku ingin ketenangan dan taman sekolah adalah pilihan yang tepat untukku saat ini. Di bangku taman aku mulai merenungi semua kejadian ini. Sikap aneh Yoona dan tuduhannya yang sangat tidak masuk akal.
“Annyeong!”
“eoh? Wumuti?”
“Kamu ingat namaku? Ah, senangnya…” ucap anak lelaki yang baru tadi pagi berkenalan denganku itu.
“Bagaimana aku tidak ingat, kita baru berkenalan tadi pagi kan? Hahah..”
“Oh iya ya. Hehehe, maafkan aku.” Ucap Wumuti sambil menggaruk tengkuknya. “Kenapa kesini?” tanyanya lagi. Aku tidak tahu bagaimana menjawabnya, pertanyaan Wumuti kembali membawaku pada kejadian tadi, kejadian yang tidak ingin aku pikirkan namu sayangnya selalu berada dipikiranku.
Kemudian aku mulai menceritakan semuanya kepada Wumuti. Ia mendengarkan ceritaku dengan seksama. Setelah semuanya aku ceritakan, Wumuti mulai menanggapi ceritaku.
“Menurutku ada kesalahpahaman diantara kalian. Aku rasa Yoona terpancing emosi saat siswa-siswa lain mulai membanding-bandingkan dirimu dengan Yoona.” Aku mengangguk setuju dengan pendapat yang disampaikan Wumuti.
“Tapi menurutku itu sangat konyol. Aku tidak pernah iri atau berpikiran untuk mengalahkan Yoona. Kamu tahu? Aku disini dianggap orang asing, aku hanya orang Indonesia yang kebetulan memiliki darah Korea dari ayahku. Bahkan aku sangat bahagia saat ada yang mengerti dengan kondisiku karena aku berpikir akan sulit bagi orang Korea menerima orang asing dilingkungannya.” Jelasku panjang lebar pada Wumuti.
“Kamu pasti tahu bahwa tidak semua orang Korea yang bersikap seperti itu. Aku yakin Yoona hanya terbawa emosi dan tugas kamu sebagai teman baiknya harus menenangkan dia, memberikan dia penjelasan agar dia mengerti.”
Aku tertunduk mendengar nasihat Wumuti. Aku tak menyangka bahwa seseorang yang baru saja aku kenal terlihat seperti sangat mengenalku. “Aku rasa aku harus pergi ke suatu tempat. Terima kasih sudah menenangkanku, Wumuti.”
“Tidak masalah. Semoga berhasil.” Ucap Wumuti dengan tersenyum ke arahku. Aku pun pergi meninggalkan taman sekolah dan berlari menuju ruang kelasku yang berada di lantai 4.
***
Di dalam kelas tampak para siswa jurusan bahasa Jepang tengah menghibur Yoona yang entah sejak kapan menangis.
“Yoona-ya, sebenarnya apa yang terjadi? Kamu bisa katakan yang sebenarnya pada kami.” ucap salah seorang siswa. Yoona terlihat ragu untuk menjawab, lalu ia melihat Hana yang berjalan menuju kelas mereka.
“se-sebenarnya, saat ujian kemarin, Hana mencuri catatanku dan menggunakannya saat ujian.” Seluruh siswa yang mendengar pengakuan Yoona pun tak menyangka bahwa Hana akan berbuat seperti itu.
“Yoona-ya..” Sontak semua siswa menatap benci ke arah Hana yang baru saja sampai dikelas mereka.
“Yyak Kim Hana, cepat minta maaf ke Yoona. Apa kamu tidak malu sudah mencuri catatan Yoona dan menggunakannya saat ujian?” ucap salah satu temannya.
“mwo?” Hana menatap ke arah Yoona dan dengan cepat Yoona memalingkan wajahnya.
“Yyak, Hwang Yoona. Apa yang kau lakukan? Beritahu mereka kalau aku tidak melakukannya.”
“Beritahu apa?”
“Kamu tahu itu! Aku tidak pernah melakukannya.”
“cih, siapa yang tahu! Catatanku hilang dan nilai ujianmu lebih bagus dariku.”
“Apa? Aku… aku hanya seorang siswa yang ingin membuat orang tuaku bangga dengan hasil belajarku. Hanya itu dan aku yakin kau mengetahuinya juga.”
“jangan berlagak seolah kau korbannya.” Ucapan Yoona sukses membuat Hana terbelalak.
“Aku pikir kita adalah teman.”
“Aku tidak berpikir kalau kita adalah teman.” balas Yoona yang semakin memberikan luka kepada Hana.
“Hentikan semuanya, Hwang Yoona!” semua siswa termasuk Hana dan Yoona terkejut saat melihat Wumuti datang.
“Wumuti?”/”Wumuti?” ucap Hana dan Yoona bersamaan.
“Akhiri semua ini! Aku tahu Hana tidak melakukan hal itu dan aku yakin kamu juga mengetahuinya. Hentikan kebohonganmu itu! Aku yakin kamu mengenal Hana dengan sangat baik. Kamu hanya termakan omongan siswa lain yang mencoba membandingkanmu dengan Hana.”
Suasana mendadak hening seketika. Sesaat kemudian terdengar isak tangis yang ternyata berasal dari Yoona.
“Hana-ya… mianhae (maaf) aku terbawa emosi dengan semua pemberitaan itu. Maafkan aku, aku bukan teman yang baik. Maaf, maafkan aku, hikss.” Akhirnya Yoona mengakui semuanya dengan terisak. Hana langsung memeluk Yoona dan menghapus air mata yang jatuh ke pipi Yoona.
“Tidak apa. Aku mengerti jika kamu merasa sakit hati. Tapi satu hal yang harus kamu ingat. Jangan.. jangan pernah mengatakan aku bukan temanmu, Yoona-ya.”
Yoona membalas pelukan Hana dengan erat. Ia sadar bahwa semua yang sudah ia lakukan adalah salah. Dan ia berjanji tidak akan pernah berbuat seperti itu lagi kepada Hana, teman baiknya.
***
Usia tujuh belas tahun, zona dimana kamu bersemangat untuk masuk ke sekolah menengah atas.
Usia sembilan belas tahun, zona dimana kamu merasa tertekan menghadapi ujian untuk masa depan.
Usia delapan belas tahun, zona dimana kamu merasa diantara keduanya.
Discussion about this post