Kata Janji Pemimpin Negeri
Pagi ini aku kembali menulis
Ditemani rintik hujan yang membasahi
Janji-janji sampah di pinggir jalan
Dengan foto gagah dan slogan-slogan manis
mereka siap melacuri rakyat lima tahun ke depan
Rakyat adil ucapnya, rakyat makmur triak di sebalah sana,
rakyat sejahtera ikrar yang sebelah sini
Persetan dengan semua kata kata itu
Rakyat tidak butuh janji tapi bukti
Rakyat tidak butuh janji tapi nasi
Cukup lima tahun yang lalu kami dikibuli
Kalimat ini untuk kalian penebar janji tanpa bukti.
Gubuk Kecil Tiga Putri Satu Ibu
Gubuk kecil usang di tengah kebisingan kota.
Tersisih dari hiruk-pikuk dunia.
Tak terlihat oleh kebahagiaan yang mereka bilang rata.
Tak punya kartu keadilan,
hanya sedikit belas-kemanusiaan.
Mereka hanya terlalu kuat dalam rencana Tuhan.
Gubuk kecil yang lusuh.
Dihempas kuat oleh nestapa, nyaris runtuh dan rubuh.
Dipukul telak oleh derita, namun dipaksa kukuh.
Mereka, yang memiliki takdir sebagai musuh.
Gubuk kecil penyembunyi pilu.
Tiga putri satu ibu, ia peluk dalam sendu.
Tak ada bahu untuk mengadu.
Mempertahankan jiwa, agar tak berpisah dari tubuh.
Mereka telan habis pahitnya walau runtuh separuh.
Gubuk kecil itu, terlalu kukuh.
Mata Biuku
dua puluh dua hari tungkai kurus itu berjalan
diseret sempoyongan. seperti enggan dibawa
oleh si puan berkelana menyeberangi jalanan.
riuh sekitar hanya lalu-lalang abstrak melintasi pikiran.
puan, apa sakit rasanya tapaki jalan tanpa arah
dan tujuan? apa perih rasanya rajut langkah
tanpa alasan yang karuan?
puan, bias matamu suram sekelam langit malam.
hilang binar seolah dibawa jatuh tenggelam.
selaras dengan garis lengkung yang kini sangat sukar disulam.
puan, andai esok di hari kedua puluh tiga nestapa
masih sungkan pulang. bolehkah aku sisipkan
rengkuh untuk tubuh ringkihmu dalam
semalam? bolehkah aku selipkan hangat untuk
dinginmu yang tak kunjung redam?
Biodata Penulis:
Gazali Aldo Putra atau sering dipanggil Aldo lahir di ujung Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Lima Puluh Kota, Kecamatan Kapur IX. Lahir pada tanggal 25 Juli 2000 anak pertama dari dua bersaudara, menempuh pendidikan di SD N 01 Lubuak Alai, lalu di SMP N 5 Kapur IX setelah itu dilanjutkan di SMA N 1 Kapur IX, saat ini sedang memperjuangkan gelar Sarjana Humaniora di Universitas Bung Hatta.
Ada Empati di Ujung Jari
Oleh: Ragdi F. Daye
(Buku kumpulan puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)
Gubuk kecil yang lusuh.
Dihempas kuat oleh nestapa, nyaris runtuh dan rubuh.
Dipukul telak oleh derita, namun dipaksa kukuh.
Puisi adalah suatu jenis karya sastra berupa ungkapan isi hati penyair atau penulis yang di dalamnya terdapat irama, ritme, dan lirik. Puisi termasuk salah satu karya sastra yang sudah hidup sejak zaman dahulu hingga kini. Puisi menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Kehadiran puisi di Indonesia diwarnai dengan beraneka ragam estetika puisi dan gaya penulisan bahasa. Puisi ditulis oleh pengarang sebagai media untuk mengungkapkan perasaan, pengalaman, dan ide.
Samosir (2013) mendefinisikan puisi sebagai sebuah karya ciptaan manusia berupa ungkapan jiwa yang ditampilkan secara ekpresif dan dituangkan dalam bentuk bahasa indah, kata-kata yang estetis, rangkaian bunyi yang anggun dan memiliki daya tarik bagi para pembaca. Sementara itu, Ntelu (2020) mengungkapkan bahwa puisi merupakan salah satu karya sastra yang berisi ungkapan pengarang yang dibumbuhi oleh kata-kata mengandung estetika, salah satunya terkandung di dalamnya bahasa figuratif yang disebut bahasa kias. Kata-kata tersebut sebenarnya tidak hanya memperhatikan ekstetika melainkan juga makna yang ada dalam puisi.
Pada edisi di bulan Ramadan ini, Kreatika menampilkan tiga buah puisi karya Gazali Aldo Putra yang berasal dari Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota. Ketiga puisi Aldo berjudul “Janji Pemimpin Negeri”, “Gubuk Kecil Tiga Putri Satu Ibu”, dan “Mata Biuku”.
Puisi pertama Aldo mengarah ke bentuk kritik atas realita sosial politik di masyarakat. Masalah yang sering terjadi setelah musim kampanye politik adalah rakyat yang harus menelan kekecewaan karena para tokoh politik yang pada saat berkampanye menjelang hari pemilihan umum menawarkan janji-janji kesejahteraan, seperti memperbaiki jalan berlubang, memberi pendidikan murah, membantu fasilitas kesehatan, membuka lapangan usaha, beasiswa, dan lain-lain ternyata ketika telah duduk di bangku kekuasaan lupa dengan janji-janji yang telah diobral.
Aldo menulis dengan nada cukup sinis: ‘aku kembali menulis/ Ditemani rintik hujan yang membasahi / Janji-janji sampah di pinggir jalan/ Dengan foto gagah dan slogan-slogan manis / mereka siap melacuri rakyat lima tahun ke depan….’ Pilihan kata ‘janji-janji sampah’ menyiratkan kemarahan yang sudah lama ditanggung rakyat akibat perangai buruk oknum anggota legislatif yang gemar menebar janji tanpa bukti.
Puisi kedua Aldo menukik lebih dekat ke kehidupan masyarakat rakyat miskin yang tinggal di gubuk kumuh. Sepertinya sang penulis memiliki perhatian yang cukup besar terhadap persoalan di sekitarnya, terutama terhadap nasib kaum marginal. Fenomena kemiskinan dan kesenjangan sosial dewasa ini terus menjadi sorotan publik. Tidak sedikit orang di negeri ini yang gagal mengelola kehidupan akibat kemiskinan. Tingkat kesenjangan yang luar biasa dan relatif cukup membahayakan juga sulit untuk ditaklukkan. Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang harus diperhatikan terutama bagi pembangunan nasional. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja perekonomian di Indonesia supaya dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang luas serta terciptanya kehidupan bermasyarakat yang aman, damai dan sejahtera.
Kemiskinan biasanya berhubungan erat dengan keterbelakangan ataupun ketertinggalan. Biasanya batas kemiskinan diperkirakan dengan membandingkan tingkat pendapatan yang biasanya dibutuhkan dalam memenuhi semua kebutuhan dasar untuk hidup yang lebih baik. Indonesia dengan wilayahnya yang luas, terdiri dari 5 pulau besar dengan 273 juta lebih penduduk (Kementerian Dalam Negeri, 2022), harus hidup dibawah tekanan kemiskinan absolut. Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh pendapatan seseorang yang tidak mencukupi kebutuhan dasar hidupnya.
Melalui puisinya, Aldo berusaha menyampaikan empati atas nasib keluarga miskin. Di antara deskripsi kehidupan yang cenderung strereotipe, Aldo memunculkan citra keluarga kecil yang terdiri atas seorang ibu dengan tiga orang anak perempuan. Gambaran ini memberi imaji nestapa dari kaum miskin yang kerap muncul sebagai angka statistik belaka. Meskipun penggunaan bahasa-bahasa figuratif masih terasa minim, citraan yang dibangun Aldo melalui larik-larik ini cukup mengesankan: ‘Gubuk kecil penyembunyi pilu./ Tiga putri satu ibu, ia peluk dalam sendu./ Tak ada bahu untuk mengadu./ Mempertahankan jiwa, agar tak berpisah dari tubuh./ Mereka telan habis pahitnya walau runtuh separuh./ Gubuk kecil itu, terlalu kukuh.’ Orang-orang miskin yang kehidupannya tak sebenruntung kelompok lain yang sejahtera, tetap menunjukkan ketangguhan dalam perjuangan hidupnya, memiliki kemampuan untuk bertahan yang kadang tak masuk akal.
Puisi ketiga menjadi simpul dari kedua puisi sebelumnya, menegaskan tema sosial yang menjadi perhatian Aldo dalam menulis. Puisi sebagai salah satu karya sastra, tidak hanya mengandung fungsi estetika dan menghibur, namun juga sebagai alat untuk menyampaikan pesan tertentu. Seorang penulis memiliki keberpihakan atas subyek yang menjadi fokus tulisannya, ada gagasan yang hendak disuarakannya melalui rangkaian kata-kata. Hal itu menunjukkan sikapnya sebagai seorang intelektual dalam kerja budaya. Penulis dengan sensitivitas kreatif yang dimilinya turut merasakan apa yang dialami oleh persona yang diperhatikannya, ‘puan, andai esok di hari kedua puluh tiga nestapa/ masih sungkan pulang. bolehkah aku sisipkan/ rengkuh untuk tubuh ringkihmu dalam/ semalam? bolehkah aku selipkan hangat untuk/ dinginmu yang tak kunjung redam?’.
Salah satu nilai yang dapat kita ambil dari perintah berpuasa di bulan Ramadan adalah kepedulian pada sesama. Puasa dengan menahan haus dan lapar serta hal-hal yang membatalkan puasa mengajarkan kita untuk ikut merasakan penderitaan orang-orang yang hidupnya kekurangan. Masih banyak orang yang jangankan mencoba menu-menu hits di restoran terkenal, untuk bisa makan sekali sehari saja susah. Sudah seharusnya setelah menjalani ibadah puasa kita menjadi lebih peka dengan penderitaan orang lain, lebih belas kasih, lebih berempati, seperti yang disuarakan Aldo melalui puisi-puisi di atas. []
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post