Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id)
Suatu kali ketika memilih buku di perpustakaan, saya melihat salah seorang teman menyelundupkan buku ke dalam kaosnya. Ketika saya menegurnya, ia hanya cengengesan sambil berkata, “Daripada nggak ada yang baca”. Saya diam saja. Sebenarnya, sih, sambil berpikir untuk melakukan hal yang sama. Loh, kok? Ketika itu saya turut membenarkan perkataannya.
Terlebih sebelum pergi ia berkata, “Buku ini buku bagus, tapi sudah berdebu karena nggak ada yang minjam, nggak ada yang baca”. Saya tidak tahu sebagus apa buku yang ia selundupkan. Di rak buku di hadapan saya, juga ada buku yang menurut saya amat bagus. Dan masih terpikir pula oleh saya untuk menyelundupkannya juga.
Untungnya hal itu tidak jadi saya lakukan. Buku yang menurut saya amat bagus itu tidak hanya boleh saya baca sendiri. Buku itu juga harus dibaca peminjam dan pembaca lain.
Menyelundupkan buku dari perpustakaan barangkali bisa dikategorikan sebagai salah satu sisi gelap pembaca buku. Boleh setuju boleh tidak. Padahal, selain meminjam, memperpanjang masa pinjaman juga diperbolehkan.
Selain tindakan seperti di atas, ada sisi gelap pembaca buku lainnya yang perlu dijabarkan sebab perbuatan itu sebetulnya cukup menjengkelkan bahkan dapat merugikan pembaca lain. Misalnya, pembaca yang suka meminjam tapi tidak dengan mengembalikan.
Transaksi pinjam-meminjam seperti ini biasanya dilakukan antarteman. Seseorang mungkin saja menyisihkan uang jajan dan menabungnya untuk membeli buku kesukaan, tetapi ketika dipinjam malah tidak dikembalikan. Mungkin ada baiknya memilih bertukar buku daripada meminjamkannya begitu saja.
Sisi gelap lainnya dari jenis pembaca buku yang suka meminjam ini adalah meminjam tapi tak menjaga buku yang dipinjam. Suatu kali, seorang teman pernah meminjam beberapa buku saya.
Selain menagihnya juga agak susah, ketika ia kembalikan, buku-buku saya malah dalam keadaan lecek dan lembab. Haduh, ingin rasanya menimpuki kepalanya dengan buku, tapi nanti buku saya malah makin lecek.
Tidak hanya itu saja, sebenarnya masih banyak sisi gelap pembaca buku. Contoh lainnya, ketika pembaca buku minta dibelikan buku. Kalau hanya sesekali, tidak apa-apa, tetapi ini malah terus-terusan.
Entah karena apes atau memang naif, saya pernah dimintai seorang teman untuk dibelikan dan dikirimkan buku. Kalau hanya satu, mungkin saya tidak keberatan, tetapi teman itu malah meminta sepuluh buku. Haduh, mending saya beli untuk diri sendiri, bestie!
Terakhir, juga ada sisi gelap pembaca buku yang sulit dimaafkan, yaitu meremehkan bacaan orang lain. Istilah populernya book shaming. Mungkin memang karena faktor ketidakberuntungan, saya juga pernah bertemu seseorang yang seperti ini. “Kok baca buku Anu, baca buku Ono dong, biar berisi!”
Padahal nih ya, ada hal positif lain yang bisa dilakukan ketimbang meremehkan bacaan orang lain. Pertama, merekomendasikan seseorang buku lain tanpa membuatnya tersinggung. “Oh, kamu suka buku Anu, ya? Kayaknya kamu juga harus baca buku Ono, deh. Menurutku kamu juga bakal suka!” Nah, kalau bahasanya begitu kan enak.
Selain merekomendasikan buku, hal lain yang bisa dilakukan ialah menghadiahi seseorang buku. Duh, buat saya sih ini hal paling menyenangkan, ya. Mendapat hadiah buku. Hal lainnya yang bisa dilakukan dibanding meremehkan bacaan orang lain adalah mengajak seseorang kencan buku, entah itu di perpustakaan atau toko buku.
Bila melakukan hal terakhir ini, seseorang bisa mendapatkan banyak manfaat, selain dapat menutrisi otak, hal ini juga dapat menutrisi hati. Itu pun dengan catatan kalau kencannya berlangsung lancar, loh ya!
Discussion about this post