Minggu, 18/5/25 | 07:01 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI RENYAH

Talempong Batu: dari Batu ke Nada

Minggu, 04/5/25 | 18:02 WIB

Lastry Monika
(Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)

 

Bila saya membawa teman pulang kampung, ibu hampir selalu menyuruh saya untuk mengajaknya ke Talempong Batu. Situs cagar budaya ini adalah ikon kebanggaan bagi masyarakat di nagari kami, Talang Anau. Bagaimana tidak? Talempong Batu adalah benda purbakala yang oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya diperkirakan ditemukan sejak 12 M.

Saya jarang menolak bila teman itu memang ingin mampir ke sana. Bila sudah begitu, saya juga harus bersiap-siap untuk menceritakan kisah tentang Tuanku Nan Ilang. Cerita legendaris yang tidak bisa dipisahkan dengan ditemukannya Talempong Batu. Sebetulnya cerita tersebut sudah terpampang jelas di selembar selebaran besar di lokasi. Namun, tidak mungkin kan, saya menyuruhnya untuk membacanya sendiri? “Di sana, baca saja sendiri!” Bisa-bisa pertemanan kami berakhir detik itu juga.

BACAJUGA

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Menyulam Nilai Lewat Cerita: Inyiak Bayeh dan Cerita-cerita Lainnya

Minggu, 11/5/25 | 17:14 WIB
Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Sastra Lisan dalam Keseharian

Minggu, 27/4/25 | 18:38 WIB

Akan tetapi, saat ini, saya tidak akan bercerita tentang Tuanku Nan Ilang. Barangkali cerita ini cukup mudah ditemukan bila ada artikel yang menulis tentang Talempong Batu. Saya ingin membahas soal situs cagar budaya tersebut sebagai alat musik.

Talempong Batu tidak banyak ditilik sebagai instrumen musik. Padahal, alat musik dari batu yang biasanya lebih dikenal dengan litofon itu tergolong alat music tua yang unik.

Tiga dekade silam, Louven, seorang professor di bidang musikologi diminta untuk menganalisis rekaman litofon yang hampir tak dikenal dari desa kecil Sumatera Barat. Menurutnya, keenam batu purbakala tersebut menunjukkan spektrum kompleks dengan nada tambahan yang tidak harmonis. Louven juga mengasumsikan bahwa alat musik tua tersebut tidak berevolusi secara kebetulan.

Berdasarkan artikelnya yang bertajuk “The ‘talempong batu’ Lithophone of Talang Anau (West Sumatra) and its Astonishing Tuning System”, Louven berkesimpulan bahwa penyetelan alat musik yang terbuat dari batu di pegunungan Sumatera itu secara akurat sesuai dengan beberapa interval yang dikenal dalam tradisi penyetelan. Selain itu, susunan batu secara keseluruhan juga mencerminkan makna teoretis dari interval dengan sempurna.

Berdasarkan cerita lisan yang beredar, Talempong Batu terbentuk secara alamiah. Namun, sebagai litofon juga memungkinkan enam batu yang berjejer tersebut diciptakan oleh si pembuat yang mengerti tentang musik. Seperti yang dikatakan oleh Louven, jika sistem penyetelan talempong batu memang disengaja, keberadaannya sebenarnya dapat mengatakan banyak hal tentang sumber daya dan keterampilan teoretis dan praktis pembuat serta konteks budayanya di masa silam.

Proses penyeteman Talempong Batu hingga menghasil nada yang harmonis tetap misterius. Sejauh ini, masih belum jelas bagaimana ketepatan penyetelan yang mengejutkan ini dapat dicapai secara praktis. Oleh karena itu, tampaknya lebih masuk akal bahwa budaya pencipta talempong batu memang mengenal alat musik dawai.

Seperti yang dinyatakan Pätzold (2003), talampong batu merupakan instrumen yang unik. Bahkan jika pembuatnya tidak memproduksi instrumen lebih lanjut, masih belum jelas apa yang mungkin terjadi pada karya awal yang digunakan untuk memperoleh keahlian khusus ini. Jadi, orang mungkin bertanya-tanya mengapa tidak ada litofon serupa lainnya yang ditemukan.

Maka, Talempong Batu bukan sekadar peninggalan purbakala yang dipuja karena kisah legendaris Tuanku Nan Ilang. Ia adalah saksi bisu kejeniusan manusia masa lampau dalam menciptakan harmoni dari kerasnya batu, dalam menyusun nada dari sesuatu yang tampak bisu. Ketika enam batu itu dipukul dan menghasilkan denting yang menggetarkan udara, kita sedang mendengar gema masa silam—sebuah warisan musikal yang belum sepenuhnya kita mengerti, tapi pantas untuk kita kagumi dan jaga. Di tengah gempuran zaman, Talempong Batu mengingatkan kita bahwa peradaban besar tidak selalu meninggalkan gedung menjulang, tapi bisa juga berupa suara halus dari gunung, yang hanya bisa didengar jika kita sudi berhenti sejenak dan mendengarkan.

Tags: #Lastry Monica
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

AI dan Kecerdasan Bahasa Indonesia

Berita Sesudah

Diduga Terlantar 9 Jam di IGD RSUD Sungai Dareh, Mahasiswa Undhari Korban Kecelakaan Akhirnya Meninggal

Berita Terkait

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Menyulam Nilai Lewat Cerita: Inyiak Bayeh dan Cerita-cerita Lainnya

Minggu, 11/5/25 | 17:14 WIB

Lastry Monika Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah   Dalam tiga minggu terakhir, saya selalu mengangkat tema seputar...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Sastra Lisan dalam Keseharian

Minggu, 27/4/25 | 18:38 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)   “Jangan menangis keras-keras! Nanti kamu dijemput Inyiak Bayeh. Rambutnya...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Cerita yang Tak Pernah Pensiun

Minggu, 20/4/25 | 17:55 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)   Setiap berkunjung ke suatu daerah, saya selalu mendapatkan pengalaman...

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Di Balik Perjalanan, Ada Tanggung Jawab yang Menanti

Minggu, 13/4/25 | 16:47 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Banyak hal yang dapat dilakukan dalam momen libur lebaran, salah satunya berwisata bersama keluarga....

Satu Tikungan Lagi

Yang Tertinggal dari THR: Tawa dan Pelajaran Kecil

Minggu, 06/4/25 | 16:59 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Lebaran di masa kecil adalah kenangan yang tak pernah benar-benar pergi. Kenangan itu berdiam...

Satu Tikungan Lagi

Lebaran: Pulang, Maaf, dan Kebersamaan

Minggu, 30/3/25 | 15:58 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Esok kita akan menjemput kemenangan, Idulfitri yang penuh cahaya dan kehangatan. Setelah sebulan berpuasa...

Berita Sesudah
Viral Video Ungkap Dugaan Sumber Air Sungai dan Bau Tak Sedap di RSUD Sungai Dareh

Diduga Terlantar 9 Jam di IGD RSUD Sungai Dareh, Mahasiswa Undhari Korban Kecelakaan Akhirnya Meninggal

POPULER

  • Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

    Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Realitas Kekuasaan Budaya Politik Elite di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kata Penghubung dan, serta, dan Tanda Baca Koma (,)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keunikan Kata Penghubung Maka dan Sehingga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024