Sejak pandemi Covid-19, salah satu iklan yang mulai akrab di telinga masyarakat ialah iklan You C-1000 yang merupakan salah satu produk minuman bervitamin. Masyarakat percaya bahwa banyak mengonsumsi vitamin dapat membantu tubuh melawan virus ini.
Gencarnya iklan You C-1000 menyebabkan masyarakat tidak sulit melafalkan [yu si wən thouzənd]. Oleh karena nama produk ini berbahasa Inggris, tidak ada yang salah jika kita melafalkan dalam bahasa Inggris. Namun, sangat keliru jika [vitamin ce] dilafalkan dengan [vitamin si] atau [vitamin se] ketika kita sedang berbicara dalam bahasa Indonesia. Hal ini bisa dilihat pada kalimat berikut.
1. Jambu biji merupakan buah yang kaya vitamin c.
Kalimat tersebut menjadi salah jika dilafalkan dengan:
1a. Jambu biji merupakan buah yang kaya dengan vitamin [se].
1b. Jambu biji merupakan buah yang kaya dengan vitamin [si].
Bunyi [si] dan bunyi [se] bukan bunyi konsonan dalam bahasa Indonesia. Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan Edisi V (EYD Kelima), dicantumkan bahwa huruf c dilafalkan [ce], seperti kita mengucapkan celana, ceria, dan celup. Dengan demikian, pelafalan yang benar sebagai berikut.
1c. Jambu biji merupakan buah yang kaya dengan vitamin [ce].
Sayangnya, kekeliruan ini juga terjadi pada sejumlah kosakata dalam bahasa Indonesia yang berawalan huruf u. Huruf u dalam bahasa Indonesia harus dilafalkan dengan [u] sebagaimana mengucapkan usaha dan ucapan. Namun, ada gejala tertentu yang dialami pengguna bahasa Indonesia bahwa pada kondisi tertentu mereka mencampurkan bunyi-bunyi bahasa Inggris ke dalam kosakata bahasa Indonesia. Tidak secara utuh, tetapi sepenggal-sepenggal, seperti kosakata berikut.
- unik
- unit
- universal
- universitas
Kata unik yang seharusnya dilafalkan dengan [unik] justru dilafalkan dengan [yunik], misalnya ketika seseorang akan mengucapkan kalimat “Mode pakaianmu sangat unik”, dilafalkan dengan “Mode pakaianmu sangat [yunik]”.
Begitu juga dengan kata unit, yang seharusnya dilafalkan dengan [unit] justru dilafalkan dengan [yunit], misalnya ketika seseorang mengucapkan kalimat “Ada unit-unit yang dibentuk oleh sekelompok orang dalam menyampaikan aspirasi”, justru dilafalkan dengan “Ada [yunit-yunit] yang dibentuk oleh sekelompok orang dalam menyampaikan aspirasi”.
Hal yang sama juga terjadi pada kata universal, yang seharusnya dilafalkan dengan [universal] justru dilafalkan dengan [yuniversal], misalnya ketika seseorang akan mengucapkan kalimat “Mari kita bahas tema lingkungan secara universal!”, justru dilafalkan dengan “Mari kita bahas tema lingkungan secara [yuniversal]!”.
Kata universitas yang seharusnya dilafalkan dengan [universitas] juga dilafalkan dengan [yuniversitas]. Misalnya, ketika seseorang akan mengucapkan kalimat “Universitas kita berhasil meraih akreditasi A”, justru dilafalkan dengan “[Yuniversitas] kita berhasil meraih akreditasi A”.
Kata-kata unik, unit, universal, dan universitas merupakan kosakata asing yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia, baik berupa penyerapan sebagian maupun berupa penyerapan utuh. Pelafalan kosakata tersebut dapat menggunakan bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia berupa [unik], [unit], [universal], dan [universitas].
Gejala ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia belum menjadi jati diri bagi seorang penutur bahasa Indonesia. Dalam kajian linguistik, proses ketika seseorang membawa elemen struktural dari bahasa lama atau bahasa sumber ke dalam bahasa yang baru atau bahasa kedua disebut dengan interferensi (Bhatia, 2013). Hal ini sangat wajar karena ada dominasi atau pengaruh yang kuat dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing—dalam hal ini bahasa Inggris.
Gejala ini bisa kita lihat pada kosakata bahasa Inggris yang sebagian diucapkan dengan lafal bahasa Indonesia dan sebagian lagi diucapkan dengan lafal bahasa Inggris, misalnya KFC yang merupakan singkatan dari Kentucky Fried Chicken seharusnya dilafalkan dengan [kei ef si], justru dilafalkan dengan [ka ef si]. Bunyi [ka] yang hadir pada singkatan tersebut menunjukkan bahwa bahasa Indonesia memiliki pengaruh yang kuat ketika penutur bahasa Indonesia melafalkan kata dari bahasa Inggris. Penutur bahasa Indonesia membawa elemen tersebut karena mengalami kesulitan untuk memisahkan dua bahasa yang dikuasai.
Dalam kajian linguistik, interferensi sebagai gangguan berbahasa merupakan sebuah penyakit yang dapat merusak kemurnian suatu bahasa (Chaer dan Agustina, 1998). Dalam definisi ini, kita bisa menyatakan bahwa penutur bahasa Indonesia dapat merusak kemurnian bahasa Inggris, seperti kasus KFC tadi. Namun, pada pelafalan [yunik], [yunit], [yuniversal], dan [yuniversitas], tampak bahwa penutur bahasa Indonesia tidak memiliki kompetensi bahasa Indonesia yang baik sehingga bahasa Indonesia tidak menjadi dominasi terhadap bahasa asing yang masuk. Sebaliknya, penutur bahasa Indonesia sangat mudah dipengaruhi oleh penutur bahasa asing.
Bahasa merupakan jati diri. Siapa kita akan tercermin dari bahasa. Ketika seseorang mengungkapkan bahwa dia sangat mencintai bahasa Indonesia, hal itu akan tercermin dari caranya menggunakan bahasa Indonesia. Pencinta bahasa Indonesia atau orang yang menyukai bahasa Indonesia akan melafalkan bahasa Indonesia sesuai dengan bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia.
Kita tidak akan mendengar kata [yunit] ketika ingin menyampaikan kata unit. Kita juga tidak akan mendengar kata [yuniversitas] ketika ingin menyampaikan kata universitas. Artinya, penutur bahasa Indonesia harus semakin menyadari posisi dalam menggunakan bahasa. Kita bisa menjadikan Anggun C. Sasmi sebagai duta bahasa. Meskipun menguasai tiga bahasa, yakni bahasa Perancis, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia, Anggun C. Sasmi berusaha konsisten menggunakan masing-masing bahasa.
Ketika dia menggunakan bahasa Perancis, dia berusaha tidak memasukkan kosakata bahasa Inggris ke dalamnya. Begitu juga ketika dia menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Indonesia, dia berusaha tidak memasukkan kosakata selain bahasa tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Anggun C. Sasmi sangat menyadari situasi bahasa yang sedang dia hadapi. Dia menggunakan bahasa pada situasi yang tepat sehingga menunjukkan betapa sangat kompeten ia menguasai suatu bahasa.
Sangat penting kiranya kita melakukan hal yang sama dengan Anggun C. Sasmi. Tuturkanlah bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah ketika sedang menggunakan bahasa Indonesia. Begitu juga dengan situasi bahasa asing, tuturkanlah bahasa asing apa pun—bahasa Inggris, bahasa Arab, atau bahasa daerah—sesuai dengan konteks bahasa asing tersebut.
Upaya memurnikan bahasa Indonesia pada situasi berbahasa Indonesia menunjukkan kompetensi kita sebagai pengguna bahasa Indonesia yang baik. Ketika Vietnam sudah menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kedua pada Desember 2007, referensi penggunaan bahasa Indonesia bagi mereka adalah kita sebagai penutur asli bahasa Indonesia.
Hal yang sama kita lakukan ketika menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi internasional. Kita merujuk penutur bahasa Inggris untuk melafalkan kosakata bahasa Inggris. Namun, ketika penutur bahasa Indonesia tidak berupaya memurnikan bahasa yang dipakai, kepada siapa mereka akan merujuk? Mari tingkatkan kemampuan berbahasa Indonesia untuk mengukuhkan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa.
Discussion about this post