Puisi-puisi Kyenan Rasya
Tenang
Saat fajar usai menyingsing
Aliran air menghanyutkan keruh
Cahaya menghalau kelam
Suara kicauan memecah hening
Dalam hati tergores luka
Teriris bak hancur dihantam badai
Lamunan berserak menatap kehancuran
Suara tangis meminta keadilan
Namun suara dari kepala menjadi bisu
Dalam rayuan tuhan
Baju kumuh membasuh diri
Tampak indah jahitan rapi
Menjadi hilang sebab tak dijamah
Damai
Pagi sore yang tenang
Lalu lalang kian berdesakan
Bak musik menjadi kehidupan
Dengan semua rintihan alam
Hembusan nafas pertahanan
satu per satu terhempas
Siang sore menjadi malam
Karena aktivis yang mulai geram
Entah apa yang menyalahkan
Kini bertahan demi kehidupan
Badai siang sudah berlalu
Menjadi makna dari kehidupan
Jadi goyang karna kecintaan
Cinta yang patah tak tersampaikan
Kini malam sedang berlagu
Masa siang sudah berlalu
Masa nanti kan menanti
Hening
Dalam hening otak berbisik
Membujuk mesra merayu suara
Suara lembut membelai telinga
Merasa hangat setiba di kalbu
Entah apa yang menjadi hangat
Pikiran terbang kian menjadi
Menghayal ke semua sisi
Memandang ke arah mata hati
Dalam hening malam menyelimuti
Terang benderang menjadikan arti
Hasrat yang jauh belum sempat tersentuh
Datang suara lembut merayu mesra
Dalam keheningan cinta
Ku berlutut di balik pintu yang tertutup rapat
Suara
Gelombang suara geming bergema
Memecah hening jiwa
Hembusan angin menjadi makna
Makna hidup yang bersuara
Di atas serpihan pasir putih yang terdampar
Membalut luka hati yang mendalam
Riak air bergeming di tiup suara
Bak matahari menjadi saksi jiwa
Air mengalir terus menetes
Menetes tangisan yang melebur menjadi berai
Terlintas ingin pergi jauh ke dalam laut
Namun hati terus mengikat
Menarik jiwa berkata tidak
Tentang Penulis
Kyenan Rasya bernama lengkap Mohammad Rizky Patriotik. Dapat dihubungi melalui akun instagram Will_k3n.
Masalah Manusia dan Kemanusiaan dalam Puisi Misteri
Oleh Ragdi F. Daye
(buku kumpulan puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)
Entah apa yang menjadi hangat
Pikiran terbang kian menjadi
Menghayal ke semua sisi
Memandang ke arah mata hati
Puisi adalah misteri yang menggoda untuk dinikmati. Layaknya negeri asing yang baru pertama kali dijejaki, sekalipun punya banyak persamaan dengan negeri sendiri, bentangan pemandangan di depan mata akan memancing perhatian untuk menjelahi, menelisik apa yang serupa dan mencari man a yang belum pernah dijumpa. Pencarian dan penghubungan dengan koleksi pengalaman batin personal akan membentuk pengalaman baru dengan kesan kontekstual.
Esten (1989) menyatakan bahwa karya sastra mengungkapkan masalah-masalah manusia dan kemanusiaan. Ia melukiskan tentang penderitaan manusia, perjuangan, kasih sayang dan kebencian, nafsu, dan segala yang dialami manusia. Dengan sebuah cipta sastra pengarang ingin menampilkan nilai-nilai yang lebih tinggi dan agung, ingin menafsirkan tentang hidup dan hakikat hidup.
Pada edisi kali ini, Kreatika memuat empat buah puisi karya Kyenan Rasya. Keempat puisi tersebut berjudul “Tenang”, “Damai”, “Hening”, dan “Suara”.
Puisi pertama “Tenang” dimulai dengan suasana yang sesuai dengan judul puisi: ‘Saat fajar usai menyingsing/ Aliran air menghanyutkan keruh/ Cahaya menghalau kelam/ Suara kicauan memecah hening.’ Penggambaran suasana alam yang damai menenangkan. Bait ini membawa imajinasi ke alam pedesaan yang asri membuat rileks dengan suara gemericik aliran air sungai yang jernih.
Namun suasana damai pada bait pertama kontras dengan keresahan yang tergambar di bait kedua, ‘Dalam hati tergores luka/ Teriris bak hancur dihantam badai/ Lamunan berserak menatap kehancuran/ Suara tangis meminta keadilan/ Namun suara dari kepala menjadi bisu’. Ada luka yang menimbulkan tangis untk meminta datangnya keadilan. Hati yang gundah seperti diamuk badai. Gugatan tersebut bersuara dalam lamunan risau karena cemas terjadinya kehancuran.
Puisi kedua, “Damai”, seperti ingin mengungkapkan siklus kehidupan: pagi-sore-malam yang bergulir sebagai rangkaian perjalanan masa. Pagi mengawali hari dengan ketenangan yang diwarnai dengan ritme aktivitas sepanjang manusia bernapas. Suasana siang hari yang padat dan riuh dengan kesibukan menjalani pekerjaan seperti badai melelahkan yang menyedot energi. Siang hari adalah puncak perjalanan kehidupan. Orang-orang berlomba-lomba mengejar target dan pencapaian hidup, mencari nafkah, menuntut ilmu, mengembangkan diri, dan memburu obsesi hasrat duniawi. Kemudian ditutup dengan kedatangan malam yang gelap, daya yang telah habis terkuras, saatnya beristirahat dan merenungi perjalanan kehidupan yang sudah dilewati. ‘Badai siang sudah berlalu/ Menjadi makna dari kehidupan/ Jadi goyang karna kecintaan/ Cinta yang patah tak tersampaikan.’
Robert C. Pooley (1992:19) mengatakan bahwa orang yang menutup telinga terhadap puisi akan terpencil dari suatu wilayah yang penuh dengan harta kekayaan berupa pengertian manusia, pandangan perorangan, serta sensitivitas yang menonjol. Suatu kerugian jika masyarakat tidak menikmati serta mengambil nilai dan makna yang terdapat dalam puisi. Memang dibutuhkan usaha untuk menangkap makna dan pesan yang disampaikan oleh penyair, namun adaberbagai cara yang bisa dilakukan, salah satunya lewat analisis dan kajian yang mendalam terhadap karya tersebut.
Puisi ketiga, “Hening”, memberi jeda atas kemelut perjalanan kehidupan. Suasana hening memberi kesempatan diri untuk berpikir dan merenung secara lebih tenang. ‘Dalam hening otak berbisik/ Membujuk mesra merayu suara/ Suara lembut membelai telinga/ Merasa hangat setiba di kalbu’ Setelah hiruk pikuk interaksi sosial yang sarat intrik dan konflik, seorang manusia membutuhkan ruang yang memberi jarak antara satu pribadi dengan realitas sekitar. ‘Entah apa yang menjadi hangat/Pikiran terbang kian menjadi/ Menghayal ke semua sisi/ Memandang ke arah mata hati.’
Kehidupan seni tidaklah bisa dilepaskan dari sebuah ide. Ide akan cipta karya seni bersumber dari pikiran, karena pikiran sumber dari interprestasi suatu objek. Sehingga berbagai cara dilakukan oleh manusia untuk meraih ide-ide cermelang dalam membuat suatu karya seni. Karya seni yang memiliki nilai estetika yang tinggi, menjiwai dari apa yang dikaryakan. Baik itu seni dalam bingkai tatwa, susila maupun ritual membutuhkan kontemplasi pikiran yang luhur. Karena Seni berkaitan dengan beberapa hal: konsep, makna, dan representasi intelektual. Setiap obyek seni dilahirkan dengan suatu konsep, mengandung makna, dan menggambarkan kemampuan intlektual (Maquet, 2013).
Perenungan itu membawa penulis pada ‘Dalam hening malam menyelimuti/ Terang benderang menjadikan arti/ Hasrat yang jauh belum sempat tersentuh/ Datang suara lembut merayu mesra// Dalam keheningan cinta/ Ku berlutut di balik pintu yang tertutup rapat.’ Pertanyaan-pertanyaan kadang tidak selalu sampai pada jawaban yang pasti, justru memunculkan pertanyaan lain untuk dipikirkan dengan kedalaman.
Puisi terakhir “Suara” menjadi pengunci rangkaian puisi Kyenan, ‘Gelombang suara geming bergema/ Memecah hening jiwa/ Hembusan angin menjadi makna/ Makna hidup yang bersuara.’ Puisi adalah upaya mencari makna kehidupan dalam keheningan; Menemukan ilham dari kata-kata yang sebelumnya tampak biasa, memadu-padankan dengan kata-kata lain sehingga memicu kelahiran perpektif baru.[]
Tentang Kreatika
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.