Puisi-puisi Nurul Fadillah
Januari Berlalu
Januari kini melambaikan tangan
Berlalu dengan segala kenangan
Tawa, tangis, suka, duka masih tersimpan
Bercampur aduk bak lukisan
Detik, menit, dan jam pun kian berlalu
Penuh asa yang terpatri
Mengisi kekosongan hati
Di akhir Januari kaki berdiri
Namun, langkah tak boleh berhenti
Demi tujuan yang pasti
Januari berlalu
Februari menanti lembaran baru
Dengan segala kisah baru
Yang selalu ditunggu-tunggu
Selama tinggal Januari
Selamat datang Februari
Padang, 2024
Hati
Ketika hati mulai menyerah
Sang hati pun berkata
Pergilah,
Pergilah sejauh mungkin
Bangkitlah,
Bangkitlah dari tidurmu
Berjuanglah,
Berjuanglah dengan seluruh tenagamu
Sebab kamu tak selemah kata-kata mereka
Sebab kamu terlahir menjadi kuat
Ikutilah kata hatimu
Jangan biarkan mereka yang membuatmu jatuh,
Bahkan terhenti begitu saja
Mulailah,
Mulailah dengan hari baru
Hingga berujung haru
Mulailah dengan segala keikhlasan
Biar temu ujung yang menyenangkan
Padang, 2024
Luka
Mungkin terdengar menyedihkan,
Menyebalkan,
Tapi…
Tak semua luka membuatmu kecewa
Terkadang…
Karena luka lah kamu menjadi kuat
Menjadikanmu hebat
Membuat pribadimu semangat
Percayalah…
Luka tak hanya tentang cinta
Namun, luka membawamu di ujung bahagia
Bertahanlah,
Jika itu memang berat
Tapi, bukan berarti menyerah…
Bukan berarti kamu biarkan luka itu menganga
Bukan berarti kamu membiarkan saja
Tetap ada usaha di tengah luka
Agar kelak lukamu mengukir senyum di ujung dunia
Peluk erat lukamu
Hingga membuatmu bahagia
Padang, 2024.
Tentang Penulis
Nurul Fadillah, mahasiswi semester 5 Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang. Gadis 20 tahun merupakan putri sulung dari tiga bersaudara. Bercita-cita menjadi muslimah sejati, namun selalu diterpa patah hati. Menulis bagaikan pelarian baginya dan menjadi teman curhatnya kala dilanda masalah. Dengan menuangkan kegundahan hatinya ke dalam sebuah tulisan, maka itu akan mengurangi beban pikirannya.
Puisi dan Sebuah Kekuatan
Oleh: Dara Layl
Penuh asa yang terpatri
Mengisi kekosongan hati
Secara etimologis istilah puisi berasal dari Bahasa Yunani poesis, yang berarti membnagun, membentuk, menciptakan. Sedangkan menurut Herman J Waluyo puisi didefinisikan sebagai bentuk karya sastra yang diungkapkan melalui pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian strukur fisik dan struktur batinnya.
Pada edisi kali ini Kreatika menampilkan tiga puisi karya Nurul Fadilah seorang Mahasiswi Universitas Negeri Islam Iman Bonjol Padang, dengan judul “Januari Berlalu”, “Hati” dan “Luka”. Ketiga puisi ini merepresentasikan perasaan optimisme dan kekuatan dalam menjalani hari-hari.
Seligman (1991) menyatakan bahwa optimisme adalah sebuah pandangan secara menyeluruh, melihat hal baik, berpikir positif dan mudah memberikan makna bagi diri. Dan optimisme sangat dekat dengan sebuah kekuatan. Sedangkan, kekuatan itu sendiri adalah kemampuan dalam menahan beban secara maksimal (Nurhasan, 2005: 65).
Puisi pertama, “Januari Berlalu” menceritakan tentang sebuah waktu yang sudah berlalu. Puisi ini menyebutkan emosi ketika sesuatu berlalu seperti tawa, tangis suka dan duka. Selain itu, yang membuat unik puisi ini adalah tentang harapan baru, ketika sesuatu berakhir maka akan ada harapan baru lagi. Hal ini diibaratkan dengan pergantian bulan dan puisi ini digambarkan dengan pergantian bulan “Januari” dan “Februari”. Semuanya terlihat di dalam sajak;
/Januari kini melambakikan tangan/
/Berlalu dengan segala kenangan/
/Januari berlalu/
/Februari menanti lembaran baru/
/Dengan segala kisah baru/
Jika dilihat bait dalam sajak puisi tergambar akan sebuah optimisme dalam menjalani hari-hari yang tidak ditemukan dalam setiap orang, dimana penyair seolah ingin menyampaikan bahwa sebuah perpisahan dengan sesuatu bisa jadi menjadi sebuah langkah awal untuk memulai sesuatu.
Puisi kedua, “Hati’ puisi kedua ini merepresentasikan bagaimana seseorang mengajak dirinya sendiri untuk tidak goyah dan terus bersemangat dalam berjuang. “Biarlah hati payah, biarkan semangat goyah yang penting kaki terus melangkah.” Penyair seolah ingin menyampaikan ini dalam puisinya, hal ini bisa dilihat dalam sajak;
/Bangkitlah/
/Berjuanglah/
/Sebab kamu tak selemah kata-kata mereka/
/Mulailah/
/Mulailah dengan hari-hari baru/
Bait-bait dalam puisi ini seperti sebuah semangat yang diulang-ulang kepada diri sendiri.
Puisi ketiga, “Luka” dalam KBBI luka diartikan sebagai belah (pecah, cedera, lecet dan sebagainya). Berbeda dengan judulnya “Luka” puisi ini tidak menggambarkan bagaimana perasaan luka, namun lebih bagaimana cara menghadapi sebuah luka, hal ini tergambar di dalam sajak;
/Tak semua luka membuatmu kecewa/
/Karena lukalah kamu menjadi kuat/
/Bertahanlah/
/Peluk erat lukamu/
/Hingga membuatmu bahagia/
Dari puisi ni kita bisa melihat sebuah ketegaran dalam menghadapi sesuatu, membuat kita melihat sudut pandang baru bahwa kata luka juga bisa berarti sebuah energi untuk membakar semangat dalam menjalani hidup.
Secara garis besar ketiga puisi ini menarik satu benang merah yang sama yaitu sebuah optimisme yang menjadi sebuah kekuatan. Puisi adalah karya sastra yang indah sehingga bukan hanya kata-katanya yang indah namun makna yang terkandung di dalam puisi juga indah seperti ketiga puisi ini.
Seorang aktivis spiritual Marianne Williamson pernah menulis sebuah puisi yang mengingatkan bahwa kita terhubung pada sebuah kekuatan yang lebih besar puisi ini berjudul “Our Deepest Fear” atau setelah diterjemahkan “Kata Kata Kita yang Terdalam” salah-satu potongan sajaknya berbunnyi;
/Ketakutan kita yang terdalam bukan merasa tidak pantas/
/Ketakutan kita yang terdalam adalah kita terlalu kuat melebihi kemampuan/
/Cahaya bukan kegelapan/
Puisi Marianne memiliki semangat yang sama dengan ketiga puisi Nurul Fadilah. Selain itu, tema yang diangkat dalam puisi Nurul Fadilah juga termasuk hal yang hangat dan relate dengan kehidupan terutama anak muda sekarang ini, tentang bagaimana menjaga, menyayangi dan menyemangati diri sendiri.
Namun, ada sedikit catatan dalam ketiga puisi ini yaitu puisi yang bersifat pengkristalan kata-kata akan lebih baik jika disajikan dengan tidak menuliskan makna puisi secara terang-terangan. Hal ini bisa dilakukan dengan pemilihan diksi-diksi yang digunakan. Senang sekali bisa membaca puisi Nurul Fadilah. Terima kasih kirimannya, ditunggu karya lainnya. Semangat! (*)
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.