Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah)
Kenapa kita harus tertawa? Tanya seorang teman. Awalnya, saya mengira dia sedang bercanda atau sekadar melempar gurauan untuk mencairkan suasana. Namun, raut wajahnya yang serius membuat saya sadar ada sesuatu yang berbeda. Ternyata, dia sedang bersedih—hatinya tengah terluka karena patah hati. Dengan nada lirih, dia mengaku bahwa tertawa adalah hal yang sulit dilakukan saat ini, meski ia tahu itu mungkin bisa membantunya merasa lebih baik.
Kami pun menjadi bingung. Teman yang biasanya periang, gemar melontarkan gurauan, dan kerap tertawa cekikikan, tiba-tiba bertanya soal makna tertawa. Pertanyaannya sederhana, tapi ternyata tidak sepele. Di balik kelucuannya, ada nuansa filosofis yang dalam. Setelah tawa kami mereda, pertanyaan itu justru membuat kami terdiam sejenak, merenungkan arti di balik sebuah tawa.
Bagi kami, tertawa selalu menjadi momen yang menyenangkan. Tawa mampu mencairkan suasana, mendekatkan yang jauh, dan menghapus penat di kepala. Namun, tak jarang tawa juga membawa rasa sakit—seperti perut yang terasa nyeri karena terlalu banyak tertawa. Ironis, tetapi begitulah kekuatan tawa: sederhana, namun penuh kejutan.
Tertawa, bagi sebagian orang, adalah obat mujarab untuk melupakan sejenak beban hidup. Sebuah senyum yang berkembang menjadi tawa lepas sering kali lebih ampuh daripada kata-kata penyemangat. Tapi siapa sangka, di balik tawa yang renyah, ada filosofi mendalam yang mengingatkan kita untuk terus menghargai kebahagiaan, sekecil apa pun bentuknya.
Tidak berlebihan jika ada yang berpendapat bahwa tertawa adalah anugerah sederhana yang mudah dimiliki. Tawa bukan hanya membawa kebahagiaan, tetapi juga memberikan manfaat besar bagi tubuh dan pikiran. Dalam setiap tawa terkandung kekuatan luar biasa—mampu menghapus kesedihan, meredakan stres, dan bahkan mempererat hubungan dengan orang di sekitar kita. Tawa, meski tampak sepele, memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan emosi dan menciptakan kehangatan dalam interaksi sehari-hari.
Saya kira tidak ada salahnya kita tertawa bukan hanya untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai cara merayakan hidup yang kadang penuh kejutan. Lagipula, siapa tahu, tawa kecil hari ini bisa menjadi alasan bahagia seseorang besok. Ingatlah, meskipun tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan tawa, setidaknya kita bisa menghadapinya dengan senyum yang tulus.
Jadi, mari tertawa bukan hanya karena lelucon, tetapi karena kita berhak menikmati hidup, meski sesekali hidup terasa seperti stand-up comedy yang kurang lucu. Tertawalah, sebab tawa bukan hanya soal kebahagiaan, melainkan juga cara kita berkata kepada dunia, “Aku masih di sini, dan aku masih punya energi untuk tersenyum”.