Sabtu, 12/7/25 | 19:52 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home Unes

Membicarakan Insting Keibuan

Minggu, 05/11/23 | 11:50 WIB

Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah)

Ketika berada di Sekolah Menengah Atas (SMA) seorang guru laki-laki memberi khotbah kepada kami para siswi sebelum pelajaran usai. Khotbah itu menyoal bagaimana di masa depan kami harus menjadi perempuan seutuhnya karena insting keibuan telah menyertai kami sedari lahir.

Beliau bilang, kami belum akan menjadi perempuan seutuhnya bila kelak tidak melahirkan secara normal. Guru tersebut berpikir bahwa perempuan yang melahirkan secara caesar adalah perempuan egois yang tidak ingin daerah kewanitaannya mengalami perubahan.

Selain berkhotbah soal proses persalinan yang baginya menentukan utuh atau tidaknya seorang perempuan, guru itu juga membahas soal proses menyusui. Ia berkata bahwa perempuan yang tidak menyusui bayinya hanyalah didasarkan keengganan karena tidak ingin payudaranya berubah bentuk. Hal ini bagi guru tersebut dianggap menyalahi kodrat perempuan.

Ketika itu kami tidak memberi respons apapun selain membenarkan khotbah guru tersebut. Beberapa tahun kemudian barulah di antara kami menyadari bahwa proses persalinan harus dilakukan dengan mempertimbangkan keselamatan ibu dan bayi yang dikandungnya.

BACAJUGA

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Pesan yang Tak Pernah Usai

Minggu, 06/7/25 | 16:34 WIB
Satu Tikungan Lagi

Yang Tersembunyi di Balik Ramalan

Minggu, 29/6/25 | 19:13 WIB

Barangkali tidak hanya satu atau dua kali kita menemukan kasus meninggalnya seorang ibu atau bayi karena pihak keluarga bersikeras untuk lahiran normal. Pertengahan tahun ini salah satu kasus viral ialah bayi yang berujung meninggal karena keluarga suami ngotot ibu hamil melahirkan secara normal. Seorang bidan bernama Laelatul Badriah mengunggah kejadian tersebut di akun TikTok miliknya. Rupanya di tahun-tahun yang katanya semakin maju ini, persoalan lahiran normal atau tidak masih diposisikan sebagai persoalan yang menentukan nilai keperempuanan seseorang.

Persoalan melahirkan dan menyusui juga seringkali dikaitkan dengan insting keibuan. Kedua hal itu seolah menjadi proses yang mau tidak mau harus dijalani oleh seorang perempuan. Insting untuk menjadi ibu dan mengasuh dianggap bawaan yang terkait dengan kondisi biologisnya. Padahal, seperti dikatakan Lianawati lewat tulisannya yang berjudul “Ibu dan Kesakitan-Kesakitannya”, hanya karena perempuan memiliki rahim tidak membuat perempuan terlahir untuk harus menjadi ibu.

Perempuan yang suka di rumah, suka beres-beres, pandai memasak, dan suka anak kecil akan mendapat label bahwa ia memiliki jiwa keibuan. Perempuan dikatakan memiliki insting untuk mengasuh secara natural. Mengutip penelitian sosiobiologi yang dilakukan oleh Sarah Bluffer Hrdy dan Chterine Dulac, rupanya insting mengasuh tidak hanya ada pada perempuan, melainkan juga ada pada laki-laki. Namun, insting tersebut tidak dapat aktif begitu saja tanpa dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial. Sayangnya, sebagian besar lingkungan sosial hanya memperuntukkan insting tersebut aktif pada perempuan.

Menjadi ibu bukanlah peran alami dan kemampuan bawaan. Akan tetapi, menjadi ibu adalah sebuah proses belajar yang cara dan rentang waktunya akan berbeda di antara setiap perempuan. Menjadi ibu mungkin saja adalah bayangan yang amat indah bagi sebagian orang, namun tidak bagi sebagian lainnya. Tidak perlu ada penghakiman untuk pilihan tersebut sebab menjadi ibu bukanlah perkara mudah. Memiliki pertimbangan yang matang jauh lebih penting ketimbang hanya karena orang lain menjadi ibu kita juga harus menjadi ibu.

Tags: #Salman Herbowo
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Puisi-puisi Santi Puspita Ningrum dan Ulasannya oleh Dara Layl

Berita Sesudah

Mendengar Sejarah Sumbu Filosofi di Bus Jogja Heritage Track

Berita Terkait

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Pesan yang Tak Pernah Usai

Minggu, 06/7/25 | 16:34 WIB

  Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Pekan lalu, tepatnya Minggu, 29 Juni 2025, saya menuliskan kembali kenangan tentang masa...

Satu Tikungan Lagi

Yang Tersembunyi di Balik Ramalan

Minggu, 29/6/25 | 19:13 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Semasa sekolah menengah, saya dan banyak teman sebaya gemar mengakses ramalan, dari situs mistis...

Belajar dari Menunggu

Minggu, 22/6/25 | 18:32 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Menunggu ujian bukan hanya soal duduk diam di luar ruang kelas dengan segelas air...

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Jalan Pagi atau Jajan Pagi

Minggu, 15/6/25 | 17:57 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Beberapa minggu terkahir ini, di akhir pekannya saya suka jalan-jalan pagi. Niat awalnya olah...

Satu Tikungan Lagi

Masih Tentang Busa dan Bilasan

Minggu, 08/6/25 | 17:51 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Minggu lalu, di rubrik Renyah, saya menulis tentang pengalaman mencuci pakaian—aktivitas sederhana yang diam-diam...

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Cerita dari Balik Busa dan Bilasan

Minggu, 01/6/25 | 16:05 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Ada satu kebiasaan yang tak pernah absen menemani masa-masa kuliah saya dulu, menumpuk cucian....

Berita Sesudah

Mendengar Sejarah Sumbu Filosofi di Bus Jogja Heritage Track

Discussion about this post

POPULER

  • Wakil Wali Kota Padang, Maigus Nasir saat menyerahkan Dana Operasional Triwulan II tahun 2025 ketua RT/RW, Guru TPQ/TQA dan MDTA/MDTW. [foto : ist]

    100 Hari Kerja Wali Kota Padang Capai Kepuasan 80 Persen

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Efisiensi di Negeri Petro Dolar: Jalan Penuh Lubang, Jembatan Reyot Vs Mobil Dinas Baru yang Lukai Rasa Keadilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Angka Penyalahgunaan Narkoba di Sumbar Sempat Tempati Posisi Tertinggi, Kapolda : Kita Bakal All Out

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mambangkik Batang Tarandam dalam Naskah Drama “Orang-orang Bawah Tanah” karya Wisran Hadi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pemko Padang Percepat Pembangunan Infrastruktur Jalan di Beringin Ujung

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024