Moza dan Ijah
Cerpen: Hayat Mardotillah
Sore yang cerah, banyak anak-anak bermain ditaman. Ada yang bermain ayunan, ada yang saling berkejaran sambil tertawa dan ada yang bersepeda. Seru sekali anak-anak manusia ini. Sangat bahagia di samping ayah dan ibu mereka. Aku juga disini, tapi aku sendiri. Sepi. Aku menangis sedih, sudah berulang-ulang aku memanggil ibuku tapi tidak kunjung datang.
“Ibu….ibu…ibu…dimana ibu…”., teriakku sambil menagis. Aku berlari kesana kemari sambil teriak memanggil ibu.
Seingatku, aku kemarin masih bermain bersama ibu dan aku di susui ibu. Aku anak ibu satu-satunya. Aku tinggal bersama keluarga yang kaya. Ibuku adalah kucing kesayangan anak pemilik rumah tersebut. Namun kehadiranku membuat, nyonya merasa sangat risih karena memang dari awal nyonya tidak suka pada kucing. Seringkali nyonya ngomel karena kenakalanku yang suka berak dan pipis sembarangan.
Walaupun ada pembantu rumah yang akan membersihkannya, tetap nyonya tidak pernah suka pada aku dan ibuku. Suatu hari, sedang aku tertidur pulas. Tiba-tiba terasa badanku diangkat dan dimasukkan ke dalam karung. Aku berteriak memanggil ibu untuk segera menyelamatkanku. Setelah tidak berapa lama aku dilepaskan dari dalam karung dan berada di taman ini sendirian.
Aku berjalan tanpa arah sambil memanggil ibuku. Ibu…ibu..ibu. Aku mulai haus dan badan mulai terasa capek namun ibu tidak kunjung datang. Aku mengiba dalam hati, teganya mereka memisahkan aku dengan ibuku. Apa salahku? Ibu…ibu, aku rindu ibu. Teriaku sambil menagis.
Tiba-tiba ada derap kaki yang berhenti berdekatan denganku.
“Aduh, kasian anak kucing ini. Lucu sekali…” Ujar Ijah. Kasian, aku bawa pulang ah. Ini pasti ada orang buang anak kucing disini, fikir Ijah. Ijah coba melihat sekeliling. Kalau-kalau ada induknya atau orang yang kehilangan anak kucing. Sepi, jauh disana hanya ada anak-anak yang asyik bermain.
“Kucing manis, ikut Ijah ya, tinggal sama Ijah. Ijah akan jaga dirimu dengan baik. Kita akan jadi sahabat ya,” ucap Ijah ke kucing. Tak peduli kucing itu mengerti atau tidak. Ijah duduk dan membelai anak kucing itu. Kelihatannya anak kucing itu kehausan dan kelaparan. Ijah mengeluarkan botol minumnya dan menuangkan air ke tutup botol agar anak kucing itu bisa minum.
Ijah mengambil sepotong bakwan yang dijualnya sebagai makanan anak kucing itu. Kucing itu minum dan makan dengan lahap sekali. Kemudian, Ijah memasukan anak kucing ke dalam kantong bajunya. Mujurlah gorengan udah hampir habis. Ijah langsung pulang ke rumahnya. Hati Ijah merasa sangat bahagia bakal punya teman bermain dan tidur. Apalagi anak kuncingnya lucu sekali. Tapi Ijah ragu, apakah Umi akan mengizikannya memelihara anak kucing ini.
“Diam-diam di sini ya,” bisik Ijah.
Aku dibawa oleh seorang anak manusia yang baik. Dia memberiku makanan dan minuman. Aku dimasukkan ke dalam kantong bajunya. Aku menurut saja, karena dari matanya aku rasa dia anak yang baik dan tulus. Di dalam kantong aku merasa hangat dan nyaman, lalu aku pun tertidur karena kelelahan.
Setiba di rumah, Ijah langsung mencari Umi. Ternyata Umi sedang sibuk menjahit.
“Assalamualaikum Umi,”
“Waalaikumsalam, Alhamdulillah anak Umi udah pulang. Gimana jualan hari ini, Ijah?”
“Alhamdulillah Umi, hampir habis cuma tinggal sedikit.”
“Umi, aku ada sesuatu,” Ijah mengeluarkan anak kucing dari kantongnya.
“Bisa Ijah jaga anak kucing ini, Umi,” mohonku sambil memelas.
“Wah, lucu sekali anak kucingnya. Bisa Ijah. Tapi harus tanggungjawab dan jaga dia dengan baik ya,” pesan Umi.
“Alhamdulillah, baik Umi. Makasih Umi,” ucap Ijah sambil tersenyum bahagia.
“Moza, kau akan aku jaga dengan baik. Kita akan jadi sahabat” ucap Ijah.
“Wah, udah langsung dapat namanya ya,”
“Ya umi, Moza adalah nama kucinyanya Rasulullah. Mudah-mudahan Moza nanti bisa baik seperti kucingnya Rasulullah. Aamiin,” ucap Ijah sambil mengusap-usap kepala Moza.
“Meong…meong…” ucapku pada Ijah. Sambil menyandarkan kepala ke tangan Ijah.
“Kelihatannya Moza suka namanya,” ucap Umi sambil tersenyum.
Ayo Moza, Ijah buatkan tempat tidurmu. Ijah memgambil kardus mie dan meletakkan kain di dalamnya sebagai temapat tidur Moza. Di sampingnya ada kotak kecil berisi pasir untuk Moza buang air. Kotak itu diletakkan di sudut dapur. Sayangnya, Moza tidak mau tidur sendiri. Akhirnya Moza setiap malam tidur bersama Ijah. Akhirnya, Ijah punya teman tidur.
Sore ini Ijah akan jualan gorengan lagi. Umi yang mengoreng dan dia yang menjualnya keliling perumahan dan kampung. Sejak kepergian ayah, Ijah anak satu-satunya harus turun tangan menolong Umi. Umi sebenarnya melarang Ijah jualan. Tapi Ijah yang berkeras ingin membantu.
Ijah anak yang sangat pengertian dan mandiri. Ijah mengerti kondisi ekonomi keluarganya, Umi sebagai tukang jahit kadang-kadang saja mendapat jahitan. Kondisi kesehatan Umi agak memburuk sejak kepergian ayah. Umi cepat capek dan sesak nafas. Ini membuat Ijah tidak tega membiarkan Umi berjuang sendirian. Ijah senang bisa membantu Umi, uang hasil jualannya bisa untuk membayar uang sekolah dan membeli obat Umi.
Moza kecil selalu ingin memgikut Ijah pergi jualan tapi dilarang sama Ijah.
“Moza, pergi masuk ke dalam rumah. Jangan ikut Ijah. Bahaya. Moza masih kecil. Moza tolong jaga Umi ya,” ucap Ijah sambil mengelus-elus kepala Moza. Moza dimasukkan ke dalam rumah dan Ijah langsung menutup pintu.
“Meong…meong..,” Moza kecil dikurung didalam rumah.
Setelah beberapa bulan, Moza kecil sudah menjadi besar. Moza kucing yang jinak dan penurut. Gerakannya sangat lincah. Dia kucing betina yang sangat pandai menangkap tikus. Sehingga rumah ijah dan rumah tetangga sudah aman dari tikus. Moza sangat disayangi oleh orang-orang disekelilingnya.
Suatu hari, Moza mau ikut jualan bersama Ijah. Kali ini Ijah tidak bisa melarangnya.
“Baiklah Moza, kau bisa ikut tapi jangan jauh-jauh ya.”
“Bagus juga Moza ikut Ijah, dia bisa jaga Ijah,” ucap Umi.
‘Umi, Ijah jualan dulu ya, doakan semoga laris. Aamin. Ayo, Moza.”
Ijah merasa senang ditemani Moza. Hampir setiap hari Moza menemaninya berjualan. Sehingga suatu hari sedang Ijah berjualan. Moza muncul dengan membawakan sebuah dompet dimulutnya.
“Moza, dompet siapa ini?” Tanya Ijah heran. Kemudian Ijah melihat isi dompet itu. Melihat ada kartu tanda pengenal pemilik dompet itu. Dompet itu penuh dengan uang. Terbesit dihati Ijah untuk mengambil uang itu. Tapi ijah teringat nasehat Umi. ‘Sebaik-baik rezki adalah dari rezki yang halal’. Astagfirullah. Ijah kan memulangkan dompet ini. Ijah pun melihat alamatnya. Rumah pemiliknya tidak jauh dari sini.
“Ayo, Moza kita kembalikan dompet ini ke tuannya”
Tidak berapa lama kemudian, mereka pun tiba dialamat yang dituju.
“Assalamulaikum,” Ijah memberi salam.
Tidak lama kemudian keluar seorang ibu. Wajah kelihatan tidak bersahabat.
“Aku tidak mau beli gorengan, pergi sana. Nanti kotor rumahku yang cantik ini,” ucap ibu itu dengan ketus.
“Maaf bu, saya hanya ingin mengantarkan dompet ini,” jawab Ijah dan langsung berlalu. Ijah jadi kesal dengan sikap ibu itu. Setiba dirumah setelah selesai berjualan, Ijah menceritakan kisahnya kepada Umi.
“Sabar dan ikhlas ya Ijah. Ijah telah melakukan kebaikan. Allah lah yang kan membalasnya. Umi bangga dengan Ijah”. Jawab Umi sambil memeluk dan mencium Ijah.
“Super heronya bukan Ijah, Umi tapi, Moza. Dia yang menemui dompet itu.” Balas Ijah.
Besoknya seperti biasa, Ijah ditemani Moza berjualan gorengan. Ada satu tempat yang sangat tidak disukai oleh Ijah, yaitu di pos ronda. Banyak preman-preman yang duduk di situ. Kadang-kadang suka menganggu Ijah. Pada hari tu, Ijah terpaksa harus lewat disitu. Sedang Ijah lewat tiba-tiba preman-preman itu datang untuk memalak Ijah.
“Ayo, bayar uang keamanan kalau mau jualan disini”, kata salah seorang preman.
“Tidak Bang, saya hanya numpang lewat. Biasanya tidak ada pungutan seperti ini,”
“Kalau tidak mau berikan, kami akan rampas”
“Jangan, Bang. kasiani saya bang. Uang ini untuk beli obat Umi. jangan diambil Bang”.
Preman itu mulai mau merampas tas Ijah. Ijah memegang tasnya dengan kuat. Berlaku tarik menarik antara Ijah dan preman.
“Jangan rampas tas ijah!” teriak Ijah.
Disamping Ijah, kelihatan Moza mulai megeong dengan kuat, bulu badan dan ekornya mulai tegak tanda amarah.
“Meongwww…..meongwwww….meongwwwww…”
Lalu Moza melompat ke arah preman yang mau merampas tas Ijah. Moza mencakar wajah preman itu. Preman itu melepaskan pegangan pada tas Ijah lalu melempar Moza ke samping. Moza melompat lagi mecakar wajah dan kepala preman yang kedua yang coba membantu. Preman itu berteriak kesakitan lalu memegang dan menghempaskan Moza ke tanah dengan kuat. Moza pingsan seketika. Ijah menjerit.
“Moza!…Moza!” lalu Ijah menjerit sekuatnya meminta tolong.
“Tolong!..tolong!…..tolong!,”. lalu keluar beberapa orang bapak-bapak. Langsung memarahi preman-preman itu.
“Pergi kalian, jangan ganggu dia. Apa mau kami bawa kalian ke kator Polisi”. gertak bapak-bapak itu. Preman-preman itu pun lari ketakutan.
“Anak tidak apa-apa?” tanya bapak-bapak itu.
“Saya tidak apa-apa, pak, cuma kucing Ijah sepertinya pingsan karena dia masih bernafas”. Ucapku sambil menangis.
Aku peluk Moza, sambil duduk di bawah pohon, aku megelus-gelus badannya. Mudah-mudahan Moza akan sedar lagi, tapi Moza tetap tidak bangun. Ijah sangat takut kehilangan Moza.
“Moza…, Moza ayo bangun. Jangan tinggalkan Ijah. Ya Allah tolong pulihkan Moza kembali ya Allah,” doa Ijah sambil menengis.
Tiba-tiba, ada sebuah mobil sedan mewah berhenti dihadapan Ijah. Keluarlah seorang ibu.
“Maaf nak, ini ibu yang anak tolong kemarin. Anak telah mengembalikan dompet ibu. Makasih banyak ya nak. Nama ibu, Ibu Ani. Maaf juga ibu kemarin kasar sekali padamu”. Dari kemarin ibu terus mencari-cari anak tapi baru sekarang bertemu.
“Tidak apa-apa ibu, udah Ijah maafkan”
“Kenapa nak Ijah menagis disini?”
“Tadi Ijah mau dirampok oleh preman-preman disini, untung ada bapak-bapak yang menyelamatkan Ijah. Tapi kucing Ijah jadi pingsan karena berusaha menolong Ijah melawan preman-preman itu”.
“Ayo Ijah, kita bawa kucing Ijah ke Klinik Hewan”.
“Tidak usah Ibu, merepotkan Ibu aja”.
“Tidak Ijah, Ibu juga ingin menolong. Tidak apa-apa. ayo masuk ke mobil Ibu bawa kucingnya sekali”.
“Baik Ibu”
Lima belas menit kemudian, mereka tiba di klinik hewan. Moza langsung ditangani oleh dokter hewan.
“Kucingnya hanya pingsan, karena kepalanya terbentur. Tidak ada kecederaan yang serius. Cuma luka sedikit di kepalanya. Saya akan berikan suntikan antibiotik agar lukanya cepat sembuh.”
Tidak berapa lama kemudian, Moza pun sadar. Matanya terbuka dan Moza mengeong mencari Ijah.
“Alhamdulillah, Moza udah sadar”. Ijah langsung memeluk Moza.
“Alhamdulillah, kucing anak sudah sadar.”
“Ya Bu. Makasih atas pertolongan Ibu. Mozalah yang menemui dompet Ibu yang terjatuh di jalan”.
“Oh ya, luar biasa kucing ini. Mari Nak Ijah, ibu antar pulang ke rumah.”
Kami pun berangkat pulang. Di dalam mobil, Ibu Ani bertanya tentang Ijah. Ijah pun menceritakan kisah hidupnya kepada Ibu Ani. Mendengar perjuangan Ijah dan kemulian sikapnya, Ibu Ani merasa malu kepada dirinya. Ibu Ani sadar selama ini, dia sangat tidak peduli dengan lingkungannya. Sikap Ijah dan kucingnya Moza, telah menggugah hati Ibu Ani.
Setiba di rumah Ijah. Ijah langsung memperkenalkan Ibu Ani kepada umi. Ijah menceritakan peristiwa yang terjadi tadi pada umi.
“MasyaAllah, Ijah anak baik, jujur dan mandiri. Beruntung Ibu Ijah mendapat anak seperti Ijah,” Puji Ibu Ani.
“Ijah, juga sangat beruntung punya kucing hebat seperti Moza,” tambah Ibu Ani.
“Alhamdulillah Bu Ani, makasih Ibu telah bantu mengobati kucing Ijah”.
“Tidak apa-apa Umi. kalau diizinkan saya mau mengambil Ijah sebagai anak angkat saya. Saya akan membantu semua biaya sekolah Ijah.”
“MasyaAllah, Ibu Ani baik sekali. Kami bersyukur bertemu orang sebaik ibu, saya izinkan Bu. Tapi kita tanya dulu sama Ijahnya” jawab Umi.
“Ijah gimana mau tidak kamu jadi anak angkat Ibu Ani”. Tanya Umi sama Ijah.
“Alhamdulillah, mau Bu Ani. Makasih telah menerima saya menjadi anak angkat ibu,”.
Tidak berapa lama, Ibu Ani pun pamit pulang dan meninggalkan sebuah amplop untuk Ijah. Ijah mengendong Moza dan membelainya.
“Moza…makasih telah bantu menyelamatkan Ijah, Moza is my hero!”. Seru Ijah sambil memeluk Moza.
Sinar cerah mulai mewarnai hidup Ijah, Moza dan Umi. kehidupan mereka mulai membaik. Melalui bantuan Ibu Ani, Ijah tidak perlu cemas dengan uang sekolah lagi. Ibu Ani juga memberikan modal usaha untuk Umi. Usaha jahit Umi mulai berkembang dan Ijah tidak berjualan gorengan lagi. Moza juga mendapatkan makanan kucing yang bergizi dan bahagia di samping Ijah. (*)
Tentang Penulis
Hayat Mardhotillah merupakan nama pena dari Erni Hayati. Ia lahir pada 16 Agustus 1979 di Baso, Kabupaten Agam, Sumbar. Keseharian ibu beranak 4 ini adalah ibu rumah tangga. Bertempat tinggal di Kota Payakumbuh. Namun di samping itu, Hayat Mardhotillah aktif di kegiatan sosial dan pendidikan di Pustaka Dua-2 Rumah Baca Dan Diskusi Sastra Dan Taman Bacaan Subarang Batuang. Hayat juga adalah pengurus Forum Lingkar Pena Paliko. Hobi yang suka membaca menjadikan Hayat Mardhotillah mulai gemar menulis sejak kuliah lagi. Tamatan Sarjana Peternakan Universitas Andalas ini, sudah mulai menghasilkan tulisan sejak kuliah lagi dalam bentuk opini di Koran Singgalang. Setelah lama stagnan, Hayat Mardhotillah kembali aktif di Payakumbuh. Sampai saat ini Hayat telah menghasilkan beberapa cerpen. Menyadari akan pentingnya edukasi dan memotivasi baca tulis generasi anak bangsa membuat Hayat Mardhotillah bersemangat terus untuk berkarya. Ini adalah sebagai bukti dan ladang amal di dunia dan akhirat.
Bermain Dengan Peristiwa dan Sudut Pandang
Dalam Cerpen “Moza dan Ijah”
Oleh: M. Adioska
(Anggota Forum Lingkar Pena Wilayah Sumatera Barat)
Dikutip dari ruang ruangsastra.com, JS Badudu (1926-2016), seorang pakar Bahasa Indonesia dan Guru Besar Linguistika Universitas Padjadjaran menyebutkan bahwa cerpen adalah kisah yang berfokus dan berkonsentrasi pada satu peristiwa atau kejadian. Pada peristiwa atau kejadian tersebut hanya mengisahkan satu tokoh cerita saja.
Menurut Jacob (2001) cerpen adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam sekali duduk. Cerita pendek hanya memiliki satu arti, satu krisis dan satu efek untuk pembacanya. Pengarang cerpen hanya ingin mengemukakan suatu hal secara tajam.
Lain lagi menurut Murhadi dan Hasanudin (dalam Rahmani 2021), mengatakan bahwa cerpen adalah karya fiksi atau rekaan imajinatif dengan mengungkapkan satu permasalahan yang ditulis secara singkat dan padat dengan memiliki komponen atau unsur struktur berupa alur/plot, latar/setting, penokohan , sudut pandang, gaya bahasa, dan tema serta amanat”.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah cerpen seharusnya fokus pada satu kejadian, satu krisis, dan atau satu permasalahan saja. Sehingga hal ini akan memberikan satu arti dan satu efek untuk para pembaca.
Terkait dengan pemaparan diatas, Kreatika edisi kali ini menyajikan sebuah cerpen dengan judul “Moza dan Ijah” karya Hayat Mardhotillah. Secara ringkas, cerpen ini menceritakan tentang seekor anak kucing bernama Moza yang dibuang oleh majikannya. Ijah, seorang gadis kecil yang baik hati kemudian memungut dan memeliharanya. Cerita terus berlanjut dengan melipat waktu sehingga Moza si kucing kecil beranjak besar.
Moza kini diizinkan untuk menemani Ijah berjualan gorengan. Saat berjualan itu, Moza dan Ijah menemukan sebuah dompet dengan pemilik yang wajahnya tidak bersahabat. Keesokan harinya, Moza kembali menemani Ijah untuk berjualan. Mereka berdua diganggu preman, hingga Moza dilempar dan jatuh pingsan. Pemilik dompet yang kemarin ditolong oleh Moza dan Ijah, tiba-tiba saja muncul dan membawa Moza ke klinik hewan. Moza selamat, Ijah jadi anak angkat.
Cerpen “Moza dan Ijah” diceritakan dengan narasi yang mengalir. Diksi yang digunakan penulis juga terkesan mudah dan ringan sehingga memudahkan para pembaca untuk menangkap apa yang ingin diceritakan penulis. Barangkali, inilah yang menjadi nilai tambah dalam cerpen kali ini.
Namun disisi lain, cerpen “Moza dan Ijah” terkesan padat oleh peristiwa atau kejadian yang diceritakan penulisnya. Beberapa kejadian tersebut antara lain; Moza kecil diselamatkan dan dibesarkan oleh Ijah dalam kesederhanaan, Moza dan Ijah menemukan dompet dengan pemilik yang awalnya tidak bersahabat menjadi baik pada akhir cerita, Moza dan Ijah diganggu preman yang menyebabkan Moza jatuh pingsan yang tiba-tiba ditolong oleh orang baik, serta -barangkali secara umum- dapat juga disimpulkan bahwa hidup Ijah mulai berubah ke arah yang lebih baik sejak memelihara Moza.
Dengan adanya beberapa peristiwa dalam sebuah cerpen seperti di atas maka akan berdampak pada pengaburan inti cerita yang ingin disampaikan penulis. Hal ini juga akan menimbulkan multi tafsir sehingga menimbulkan banyak arti bagi pembaca. Dari kenyataan ini, maka cerpen “Moza dan Ijah” telah “mendobrak” pengertian cerpen menurut para ahli diatas dengan konotasi yang negatif.
Selain kemunculan beberapa peristiwa yang ingin disampaikan penulis, hal lain yang dapat dilihat dalam cerpen ini adalah penggunaan sudut pandang dalam bercerita. Heri Jauhari (2013) mengungkapkan pengertian sudut pandang sebagai pusat naratif yang berfungsi untuk menentukan gaya serta corak cerita. (dikutip dari https://penerbitdeepublish.com/)
Sudut pandang di dalam cerpen sendiri terbagi menjadi empat, yaitu: (1) sudut pandang orang pertama tokoh utama, (2) sudut pandang orang pertama tokoh sampingan, (3) sudut pandang orang kedua, dan (4) sudut pandang orang ketiga serba tahu.
Penggunaan sudut pandang yang tepat dan konsiten akan sangat berpengaruh terhadap pembaca. Melalui sudut pandang yang disajikan dalam sebuah cerita, pola pikir pembaca akan terbentuk sehingga dapat dengan mudah memaknai maksud yang ingin dituju oleh penulis. Pada ujungnya, pesan cerita yang ingin disampaikan penulis akan mudah diterima oleh pembaca.
Dalam cerpen “Moza dan Ijah” ditemukan penggunaan sudut pandang yang tidak konsisten. Pada bagian awal, cerita dimulai dengan sudut pandang orang pertama dengan ditandai oleh kata ganti “aku” sebagai seekor kucing. Hal ini sudah lumrah dalam sebuah cerpen dimana “aku” tidak harus selalu merujuk kepada tokoh manusia, tetapi bisa mewakili seekor kucing seperti halnya dalam “Moza dan Ijah”. Bisa juga merujuk kepada hal, seperti angin, debu, tumbuhan atau hal lainnya yang ingin diceritakan oleh penulis. Disinilah kemudian dituntut proses kreatif dan kelihaian dari seorang penulis, sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami dan masuk pada pola pikir si aku yang sedang diceritakan penulisnya.
Dipertengahan cerita, sudut pandang cerita tiba-tiba berubah menjadi orang ketiga serba tahu. “Ijah mengeluarkan botol minumnya dan menuangkan air ke tutup botol agar anak kucing itu bisa minum.” Kata ganti “aku” sebagai anak kucing tiba-tiba berubah menjadi “Ijah” dan “anak kucing itu”. Hal ini menyebabkan pola cerita yang sudah terbangun dalam pikiran pembaca tiba-tiba runtuh dan memaksa pembaca untuk membangun pola baru.
Ceritapun berlanjut, dan hampir pada penyelesaian cerita, sudut pandang orang ketiga kembali berubah menjadi sudut pandang orang pertama dengan kata ganti “kami”. “Kami pun berangkat pulang. Di dalam mobil, Ibu Ani bertanya tentang Ijah. Ijah pun menceritakan kisah hidupnya kepada Ibu Ani.”
Dari berganti-gantinya sudut pandang tersebut, maka cerita “Moza dan Ijah” terkesan kurang padu, tidak menyatu dan memaksa pembaca untuk senantiasa mengganti pola pikir agar dapat memahami cerita tersebut secara menyeluruh.
Dalam kasus ini, penggantian sudut pandang dalam sebuah cerita sering juga ditemukan dalam beberapa cerpen. Namun dengan piawai, si penulis biasanya mampu mengkombinasikan beberapa sudut pandang tersebut dengan apik melalui berbagai cara.
Ada yang menggunakan tanda pemisah antara satu sudut pandang dengan sudut pandang yang lain, ada yang menggunakan jeda dengan menambahkan keterangan waktu, bahkan ada yang menuliskan secara langsung dari sudut pandang siapa paragraf berikutnya akan diceritakan.
Terlepas dari pembahasan di atas, selamat kepada penulis, karena telah melahirkan sebuah cerita pendek. Teruslah berkarya, ditunggu tulisan berikutnya.(*)
CATATAN: Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerjasama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post