Penjelajahan Makna

Cerpen: Ihsan Tirta Athallah
Tatapan sendu terpasang di wajahnya menggantikan tatapan riang yang sebelumnya hadir karena dirinya berhasil menemukan dokumen yang telah lama ia cari-cari. Ia tak lagi menghiraukan dokumen penting yang awalnya berada di tangannya. Entah dimana dokumen itu tergeletak sekarang, tak penting lagi baginya. Kini, di tangannya tergenggam sebuah buku hijau dengan gambar logo SMP nya dahulu di cover depan. Perlahan, tangannya yang bergetar tipis membuka buku itu, membolak-balikkan halaman demi halaman. Matanya terpaku di sebuah halaman awal buku itu, terpampang pas foto dirinya saat SMP dahulu. Ia mengelus halusnya kertas yang memuat informasi tentang dirinya. Matanya bergerak lincah merangkai huruf-huruf menjadi kata, merangkai kata-kata menjadi kalimat.
Tak ada yang spesial dari halaman itu, itu hanyalah halaman yang memuat biodata biasa. Nama, tempat tanggal lahir, nama orangtua, pas foto, dan hobi. Hobi? Apa hobinya dahulu? Di halaman itu tertulis hobinya adalah membaca.
“Membaca, aku merindukan diriku dahulu yang hobi membaca.” Matanya berkaca-kaca. Ia jelas merindukan dirinya dahulu.
Pandangannya kini tertuju pada pas foto dirinya. Ia ingat, pas foto ini dibuat ketika ia kelas 9. Tampak dirinya dahulu yang sedang tersenyum kecil melihat ke kamera. Dirinya yang sekarang juga tersenyum kecil melihat foto itu. Pandangannya beralih ke bawah pas foto. Terdapat kotak kuning dengan tulisan hitam di sana. Motto, itulah kata yang dikapitalkan sebagai penunjuk bahwa kotak kuning itu berisikan motto hidupnya dahulu.
“Apapun yang terjadi, hidup pasti akan terus berjalan.” Gerakan membacanya terhenti. Motto inilah yang pernah diprotes dan dipertanyakan orangtuanya. Orangtuanya tidak suka dengan motto yang tertulis di buku hijau itu. Mereka menganggap mottonya memiliki arti yang negatif, mereka mencontohkan apabila ada salah seorang anggota keluarganya yang meninggal atau sakit, maka hidupnya hanya akan pasrah dan terus berjalan mengikuti alur yang sudah ada.
Tidak, bukan seperti itu makna dibalik motto yang ia buat dahulu. Ia tahu persis apa yang telah dibuatnya. Dan ini adalah kisah untuk menjelaskan makna dari motto itu.
Ini adalah kisah tentang seorang Ihsan. Ini adalah kisah penjelajahan makna dari mottonya.
Kisah ini dimulai pada saat Ihsan menduduki bangku Sekolah Menengah Pertama. Dirinya pada saat itu dikenal sebagai seorang yang cemerlang. Itu dapat dibuktikan dengan posisinya sebagai juara 1 kelas yang tak pernah tergantikan. Tidak hanya itu, banyaknya lomba yang mengatasnamakan dirinya juga cukup untuk membuktikan dirinya cemerlang.
Lalu, tibalah wabah kelam yang menyelimuti dunia, Covid-19. Masa ini adalah masa terpuruk bagi kebanyakan orang. Tak terkecuali Ihsan, kehidupan cemerlangnya harus meredup di masa ini. Posisinya sebagai juara kelas harus ia relakan kepada sahabatnya yang sebelumnya selalu mendapatkan juara 2. Kegiatan perlombaan pun banyak yang dihentikan. Bagaikan tiba-tiba tergelincir dari puncak menara yang tinggi, kehidupannya berubah 180 derajat. Pada masa inilah, Ihsan mulai mengenal gadget dan akibat perkenalannya itu berakhir dengan kecanduan untuk memainkannya. Itulah sebab mengapa ia merindukan dirinya dahulu yang suka membaca. Pada zaman dahulu, ia bahkan bisa menamatkan 2 novel tebal dalam seminggu. Namun, selama pandemi, tak usah ditanya. Jangankan dibaca, novel-novel itu bahkan tak tersentuh olehnya.
Efek di rumah saja, hanya bermain gadget membuat waktu terasa cepat. Tiba-tiba Ihsan sudah berada di bangku kelas 9. Kelulusan kian dekat. Ihsan seakan tersadar, ini sudah bukan lagi waktu untuk bermain-main. Kemana dia akan melanjutkan sekolah di jenjang SMA?
Pertanyaan itu menghantui dirinya. Gadget dijauhkan, buku pelajaran didekatkan. Ia sering melihat jadwal pendaftaran sekolah-sekolah. Hingga ia akhirnya mengetahui akan ada seleksi untuk masuk salah satu Madrasah Aliyah Negeri berasrama yang namanya cukup terkenal di Indonesia. Jadwal belajar semakin diperketat. Jadwal bermain semakin dikurangi. Ia sangat bertekad untuk masuk di sekolah ini. Kebetulan yang menyenangkan, jadwal tes masuk madrasah ini berdekatan dengan jadwal ujian sekolah. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.
Tibalah hari seleksi. Perasaan campur aduk mendekam dalam dirinya. Perjalanan tesnya tidak berjalan dengan lancar. Soal yang telah ia pelajari sebelumnya dengan soal yang keluar saat tes sangat jauh berbeda. Dengan susah payah dan hati yang ingin menangis, sampailah Ihsan di soal terakhir. Dengan berat hati Ihsan mengirimkan seluruh jawabannnya. Perkiraannya akan bisa masuk ke dalam sekolah unggulan ini tidak sampai 50 persen.
Hari menegangkan tiba, hari dimana pengumuman kelulusan masuk madrasah berasrama itu keluar. Dan bisa ditebak, nama Ihsan tidak ada di dalam daftar orang yang lulus. Itu adalah patah hati pertamanya. Namun, kembali lagi dengan motto yang dibuatnya, “Apapaun yang terjadi, hidup pasti akan terus berjalan,” Ihsan yang patah hati tidak akan mau menipu dirinya dahulu dengan mengingkari mottonya.
Kehidupan harus berjalan normal kembali, jadwal ujian sekolah kian dekat. Ihsan tak bisa membiarkan dirinya kecewa di ujian ini. Dengan pernyataan itu, Ihsan perlahan-lahan melapangkan dadanya untuk mengikhlaskan dirinya yang tak lulus di sekolah unggulan itu.
Seminggu lamanya ujian sekolah berlangsung. Tak ada sorot kecewa pada mata Ihsan. Ujian dapat dia kerjakan dengan lancar. Ujian telah usai, apakah Ihsan juga akan berhenti belajar? Tidak, salah besar. Ihsan mendapatkan kabar dibukanya pendaftaran SMA Negeri yang juga berasrama. Ikat pinggang semakin dikencangkan, jadwal bermainnya semakin diperkecil. Sungguh, terlihat tekad yang sangat kuat dalam diri seorang Ihsan. Dia tak ingin patah hati terjadi lagi untuk yang kedua kalinya. Semakin dekat hari ujiannya, semakin tampak kantung mata pada wajahnya.
“Tinggal di asrama, itu pasti sangat menyengankan.” Itulah yang kadang dilakukan Ihsan di tengah-tengah belajarnya, berandai-andai membayangkan betapa nikmatnya hidup jika ia bersekolah di sana.
Pagi itu, pagi itulah tes itu dilangsungkan. Soalnya tidak sesulit tes madrasah yang diikuti Ihsan sebelumnya. Namun, tetap saja banyak soal tes yang jauh berbeda dengan contoh soal yang telah dipelajarinya. Tingkat kepercayaan dirinya bisa masuk ke SMA top ini sudah mencapai 50 persen.
Takdir, tidak ada yang bisa melawan takdir Tuhan. Entah apa yang telah Tuhan rencanakan kepada Ihsan. Patah hati itu terulang kembali. Patah hati Ihsan yang kedua kalinya. Tentu saja Ihsan sedih berkepanjangan. Ia bahkan sempat mogok makan. Patah hati yang kedua ini jauh lebih lama daripada patah hati yang pertama.
Lagi dan lagi, walau dengan hati yang super duper berat untuk ikhlas, Ihsan pasti akan tetap berjuang menerjang badai kesedihan yang lama bersarang dalam dirinya. “Apapun yang terjadi, hidup pasti akan terus berjalan.” Benar, mau tak mau kehidupan Ihsan harus berjalan seperti biasanya. PPDB SMA Negeri se-Sumatera Barat telah menunggu.
Kesibukan mengurus berkas dan dokumen untuk PPDB online ini perlahan mulai membuat Ihsan melupakan perasaan patah hati keduanya. Singkat cerita, Ihsan lulus di salah satu SMA unggulan di kota tempat tinggalnya. Berbagai ucapan selamat datang dari sejumlah orang. Akankah ucapan selamat dari orang-orang itu dapat mengembalikan senyuman yang dulu sering timbul di wajah Ihsan? Ya, Ihsan membalas ucapan selamat dari orang-orang hanya dengan senyuman tipis, sangat tipis. Dalam benaknya, masih terbayang dua sekolah yang sudah menolaknya. Ihsan merasa, senyuman lebar hanya akan kembali hadir di wajahnya jika ia diterima di dua sekolah tersebut.
Kembali ke masa sekarang. Buku hijau yang sejak tadi ditatapnya terjatuh. Ia tersadar dari lamunan panjangnya, segera mengambil buku yang tergeletak di bawah. Ia kembali membuka halaman dimana terdapat biodata dirinya. Ia sekali lagi membaca motto yang tertulis di buku itu. Senyum kecil timbul di wajahnya. Apa yang terjadi? Mengapa dia tiba-tiba tersenyum?
“Kurasa aku harus menghapus motto ini dalam kehidupanku, motto ini salah, sungguh salah.”
Ia bangkit dan mengambil kertas serta pena dari rak buku. Dia mulai merangkai kata-kata di atas kertas.
“Apapun yang terjadi, bersyukurlah, maka kau akan melihat kebahagiaan.” Begitulah isi dari tulisan yang dibuatnya. Di atas tulisan itu terdapat sebuah kata yang dikapitalkan. Motto Baru, itulah dua kata yang dikapitalkannya. Senyumnya semakin lebar melihat tulisan itu.
Hikmah yang dia dapatkan karena tidak masuk ke kedua sekolah berasrama itu satu per satu muncul. Dimulai dengan banyaknya teman dan guru yang baik dan terus mendukungnya, hingga tersalurnya hobi menulisnya di sekolah tempat ia lulus. Puncaknya, yang membuatnya tak berhenti mengucapkan rasa syukur adalah terbantunya orangtuanya. Saudaranya kini sudah tak lagi tinggal serumah dengan orangtua mereka. Ada yang merantau untuk melanjutkan kuliah dan ada yang bersekolah di pondok pesantren berasrama. Ia tak dapat membayangkan bagaimana keadaan orangtuanya jika ia juga tinggal di asrama.
Detik berikutnya ia sudah bangkit dari duduknya dan membuka lemari pakaian. Ia menarik keluar seragam putih abu-abu yang mulanya tergantung di dalam lemari. Tangannya kembali bergetar merasakan tekstur logo sekolahnya kini yang terjahit di kantong kanan baju putihnya. Tatapan matanya berpindah ke bawah logo sekolah. Terdapat bordiran namanya yang tersusun rapi. Senyum lebar sudah mengisi wajahnya. Tatapan riangnya kembali. Kini, dia tahu, dengan bersyukur, semua hal akan terasa indah.
Ini adalah kisah tentangya, tentang sebuah nama yang dibordir di baju sekolahnya, Ihsan Tirta Athallah. Dan ini adalah kisah tentang penjelajahan makna dari mottonya. (*)
Biodata Penulis:
Ihsan Tirta Athallah. Laki-laki kelahiran 11 Maret 2006 ini berdomisili di kota kecil Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia merupakan seorang siswa SMA yang sedang menempuh pendidikan di SMAN 1 Bukittinggi. Membaca merupakan hobinya sejak kecil. Ketertarikannya terhadap karya tulis merupakan motivasi terbesarnya untuk menulis. Saat ini ia aktif menjadi salah satu anggota ekstrakurikuler jurnalistik di sekolahnya kini. Empat artikelnya sudah dimuat di majalah sekolah yang merupakan program rutin ekstrakurikuler jurnalistik untuk menerbitkan majalah per semester.
Babak-Babak Kehidupan Akan Abadi Ketika Dituliskan

Oleh: Dara Layl
(Koordinator Divisi Karya FLP Sumatera Barat)
Sastra dan pengalaman penulis tidak dapat dipisahkan karena sastra merupakan refleksi dari kehidupan seorang penulis. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Semi (1989:56) dimana sebuah karya sastra berkaitan dengan kehidupan sehari-hari karena sastra merupakan penggambaran kehidupan yang dituangkan melalui media tulisan karena pada hakikatnya fungsi sosial sastra adalah bagaimana karya sastra itu terlibat di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Dilihat dari sejarah sastra mulai dari angkatan balai pustaka sampai angkatan 2000-an (reformasi) tema yang diangkat dalam karya sastra selalu berkaitan dengan kondisi zaman di saat itu, dimana zaman di saat itu juga berkaitan dengan mental yang dialami oleh penulis. Hal ini juga dilakukan oleh Ihsan penulis Kreatika pada minggu dimana, Ihsan menuangkan ide ceritanya sesuai dengan pengalaman umur yang sedang dialaminya dimana satu babak di dalam hidup bias diingat lagi melalui karya yang dibuat.
Pada minggu ini, Kreatika kembali menerbitkan sebuah cerpen “Penjelajahan Makna” Karya Ihsan Tirta Athallah yang berkisah tentang penemuan makna hidup bagi anak-anak yang baru menamatkan sekolahnya. Cerpen ini sangat menerik untuk dibaca tertama untuk anak sekolah mulai dari tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah akhir.
Carpen yang menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tau ini menceritakan tentang tokoh Ihsan dalam menemukan makna hidup melalui motto hidup yang dibuatnya di dalam sebuah buku bersampul hijau. Cerpen ini dimulai dengan sangat menarik dengan kalimat “Tatapan sendu terpasang di wajahnya menggantikan tatapan riang yang sebelumnya hadir karena dirinya berhasil menemukan dokumen yang telah lama ia cari-cari.” Kalimat ini mencuri perhatian pembaca karena pembaca akan menebak-nebak tentang dokumen apa yang sedang dicari? Apakah cerita ini akan berkaitan dengan sejarah? Apakah itu sebuah dokumen kuno? Dan ternyata dokumen itu adalah buku yang memuat biodata dimana di sana menuliskan motto Ihsan seorang tokoh utama yaitu “Apapaun yang terjadi hidup akan terus berjalan.” Dimulai dari motto inilah penulis mengembangkan ceritanya. Penggambaran buku yang bewarna hijau memberikan kesan yang cukup unik dimana dengan memberikan detail warna pada buku semakin menambah rasa ingin tau pembaca seakan buku ini menyimpan sebuah rahasia besar.
Kemudian, kisah ini berlanjut ketika Ihsan tokoh utama memalaui babak hidupnya dengan kegagalan masuk ke sekolah impiannya sampai akhirnya Ihsan lulus di salah-satu sekolah favorit dan ihsan menemukan motto baru yang membangkitkan semangat hidupnya yaitu “Apapun yang terjadi, bersyukurlah, maka kau akan melihat kebahagiaan.” Tokoh utama yang awalnya sedih karena ditolak oleh dua sekolah kemudian kesediha itu berlanjut ketika telah diterima di salah-satu sekola favorit, sehingga pada akahirnya dia menyadari bahwa bukan kegagalan yang membuatnya kurang bahagia tapi rasa bersyukurnya yang masih kurang.
Cerpen yang mengisahkan pergolakan selama masa sekolah yang dialami oleh kebanyakan anak muda ini sangat bagus untuk dibaca, hanya saja jika ceritakan lebih detail, maka akan terasa lebih lengkap dan tidak terburu-buru. Karena ketika membaca cerpen ini terasa ada banyak hal yang harus diceritan lebih banyak lagi seperti apa yang dilakukan tokoh utama untuk bangkit? Apa yang melatarbelakangi dirinya untuk bangkit? Bagaimana keadannya saat tes? Dan sebagainya. Di dalam cerpen ini juga sedikit sekali ditemukan dialog mungkin dengan menambah banyak dialog antar tokoh akan menambah kemenarikan dari cerpen ini.
Melalui cerpen ini kita kembali belajar bahwa babak-babak dalam hidup kita akan menjadi abadi melalui tulisan yang abadikan salah-satunya melalui karya sastra misalnya cerpen. Tetap semangat dalam menulis Ihsan ditunggu karya-karya lainnya! (*)
Catatan:

Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post