Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah)
Baru-baru ini, saya berulang kali mendengar kembali salah satu lagu kesukaan saya. Lagu tersebut berjudul “Negentropy 5 In E Major” yang dinyanyikan oleh Leilani Frau. Lirik lagu tersebut bagi saya begitu indah dan manis. Secara umum lagu ini bercerita soal langkah antara dua pribadi yang berjalan bersama.
Liriknya seperti dialog, entah antara kekasih, sahabat, atau dua orang yang bekerja sama demi tujuan tertentu. Rupanya di tengah jalan antara keduanya memiliki langkah yang berbeda. Salah Seorang menganggap langkah Seorang Lainnya begitu cepat sehingga ia terengah-engah menyusulnya. Namun, Seorang Lainnya justru menganggap langkah Salah Seoranglah yang lambat. Padahal, Seorang Lainnya sedang terburu-buru. Lalu, apa yang terjadi antara keduanya?
Antara Salah Seorang dengan Seorang Lainnya tidak menyimpan anggapan dalam diam. Keduanya sama-sama gelisah karena langkah yang tak seirama. Oleh sebab itu, keduanya saling mengutarakan keluh dan kesah. Ketika mengetahui anggapan yang rupanya juga bertentangan, apakah mereka memutuskan untuk melangkah masing-masing?
Tidak! Setelah saling mengutarakan, mereka juga saling mendengarkan. Salah Seorang dan Seorang Lainnya saling menyediakan telinga, entah itu untuk kekasih, sahabat, atau rekan. Setelah mendengarkan, keduanya saling merenungkan. Seperti dalam lirik lagu Leilani, muncullah pertanyaan-pertanyaan.
Selaraskah nada-nada napas kita?
Serasikah warna-warna watak kita?
Setimpalkah beban-beban berat kita?
Setidaknya, ketiga pertanyaan itulah yang menjadi renungan Salah Seorang dan Seorang Lainnya. Tentu pula, jawaban dari ketiga pertanyaan itu ialah ‘tidak’ maka adalah sebuah kewajaran bila sewaktu-waktu keduanya memiliki langkah yang berbeda dan sulit untuk beriringan. Setelah keduanya saling merenung, apakah mereka lekas saling memahami?
Berdasarkan lirik lagu, jawabannya ialah ‘belum’. Seorang Lainnya mengutarakan bahwa “Sabarku habis tunggu langkahmu”. Di sisi lain, Salah Seorang juga mengutarakan “Ah, begitu cepat. Tak tahukah ku, kau buru-buru. Kau buru-buru”. Setelah kembali tak menemukan kesepakatan karena gagal saling memahami, apa yang mereka lakukan?
Menurut saya, meskipun keduanya memiliki perpedaan hingga langkah mereka sulit diselaraskan dan diserasikan, keduanya melakukan hal terpenting dalam sebuah hubungan, yaitu dialog. Setiap kejanggalan tidak dipendam dalam diam sebab bila wadah itu penuh dapat menimbulkan ledakan dan membahayakan Salah Seorang dan Seorang Lainnya. Meskipun melangkah secara tak seirama, keduanya tidak lupa berdialog.
Benar pula kata Banda Neira lewat “Utarakan”, bahwa “Walau tak semua tanya, Datang beserta jawab, Dan tak semua harap terpenuhi”. Namun, yang paling penting dari semua itu ialah ‘utarakan’. Inilah yang dilakukan Salah Seorang dan Seorang lainnya dalam “Negentropy 5 In E Major”. Keduanya pun kembali saling merenungkan tiga pertanyaan sebelumnya.
Setelah dialog berkali-kali, pun setelah renungan berkali-kali, barulah keduanya dapat saling memahami. Langkah memang sulit seirama sebab “nada napas” yang tak selaras, “warna watak” yang tak serasi, dan “beban berat” yang tak setimpal. Meskipun demikian, irama langkah selalu dapat dibenahi.
Lirik yang berdialog dalam lagu ini berakhir dengan begitu manis. Sengaja tidak saya tulis di sini sebab kamu harus mendengarnya sendiri.
Discussion about this post