Nasi Kapau
Cerpen: Nur Azizah
Arisha berlari menuju pemberhentian bus yang menuju ke Kota Bukittinggi. Siang yang mendung di Padang, halaman kampus UNP tampak mulai sepi, rumput hijau semakin tampak hijau dan segar, hanya sedikit orang yang lalu lalang. Arisha semakin mempercepat langkahnya, hari sudah menunjukkan pukul 1 lewat, rasa khawatir tidak dapat sampai di kota yang dingin itu sebelum pukul 4 sore.
“Harus langsung menuju Pasa Ateh ya, Arisha,” ungkap Uda Ikhsan via telfon.
“Oh, mengapa begitu, Uda? Apa tidak baiknya menikmati jajanan di Jam Gadang dulu? Arisha mulai bingung.
“Nasi kapaunya sudah tutup kalau sore.”
“Lha bukannya restoran Minang buka sampai malam?”
“Beda, nasi kapau di Pasar Bukittinggi itu bukan seperti restoran atau rumah makan umumnya, mereka buka menjelang makan siang dan tutup sekitar waktu ashar”.
“Oh?
“Nanti jika sudah sampai di Pasar Ateh, tanya saja ke masyarakat sekitar dimana Los Lambuang ya, terus saja ke sana, dan jangan makan apapun sebelum sampai di sana.”
“Baik, Uda Ikhsan,” jawab Arisha masih bingung
Berdiri sebentar di halte, Arisha memperhatikan beberapa bus yang lewat, “Mana yang ke Bukittinggi ya?” gumamnya. Beberapa bus lewat, seorang kernet bus berteriak.
“Bukittinggi, Bukittinggi, Ni?”
Arisha mengangguk, “iya Bukittinggi”.
Arisha segera masuk bus yang mulai sesak dengan penumpang, rata-rata mahasiswa yang pulang weekend, bus berjalan perlahan mencari penumpang berikutnya, Arisha mulai rileks, walaupun cemas jam berapa bus akan sampai di Bukittinggi jika jalanya pelan begini.
Arisha duduk di tepi dan menikmati perlajanan, mencoba browsing tentang Los Lambuang. Sudah sering pergi ke Bukittinggi, tapi baru kali ini dengar tentang Los lambuang. Arisha merasa asing dengan nama tempat itu, biasanya yang dikunjungi itu adalah Jam Gadang, Ngarai Sianok yang indah dengan aliran sungai dan lereng bukit kapurnya, Pasa Ateh, Pasa Bawah, Aua Kuniang, dan tempat-tempat belanja makanan khas Bukit Tinggi seperti sanjai, karak kaliang, randang talua, dan teman-temannya yang renyah dan nikmat.
Banyak pertanyaan yang masih belum terjawab, “Mengapa namanya Los Lambuang? Arisha semakin penasaran, beberapa artikel dibaca hingga sedikit mengerti tempat seperti apa yang sedang dicarinya ini.
Setiba di Pasar Ateh, Arisha lebih tertarik untuk duduk di taman di sekitar Jam Gadang, menikmati indahnya kota Bukittinggi dari ketinggian, dan menikmati beberapa kota yang tampak tersusun rapi atau menikmati hijaunya pegunungan Merapi dari sisi yang lain.
“Los Lambuang di ma, Da? tanya Arisha pada salah seorang yang ditemui di sekitar Pasar Ateh.
“Uni luruih sajo ka ateh, tanyo lagi beko di sinan yo Ni,” ungkap laki-laki itu ramah.
Arisha melanjutkan menaiki tangga menuju tempat yang dituju, gerimis mulai turun, beberapa orang berlarian mencari tempat berteduh, Arisha terus melangkah dengan cepat menuju tempat yang ditunjukkan sebelumnya.
“Los Lambuang di ma, Uni? Arisha kembali bertanya pada seorang perempuan pedagang pakaian, yang umumnya disebut manggaleh kain.
“Uni taruih sajo masuk Los iko, beko belok kiri nampak Los Lambuang”.
“Tarimo kasih Uni.” Ucap Arisha
“Samo-samo,” Uni Pedagang kain tersenyum ramah
Arisha terus berjalan sesuai instruksi, jam di handphone-nya menunjukkan pukul 3 lewat, belok kiri dan berjalan lagi, Arisha semakin cemas, khawatir Los Lambuang sudah tutup, apalagi hari mulai hujan, dan alhamdulillah ketemu Los Lambuang. Ternyata banyak kedai kecil yang menawarkan Nasi Kapau, Arisha bersyukur sekali, karena masih ada beberapa Uni-Uni yang masih mengelar dagangan Nasi Kapaunya, sebagian sudah bersiap pulang. Kabarnya Nasi Kapau di sini adalah Nasi Kapau yang terenak di Bukittinggi.
Arisha mulai bingung untuk berhenti di kedai yang mana, banyak Uni-Uni yang menawarkan untuk makan di kedai Nasi Kapaunya. Arisha tercenung ternyata semua kedainya mirip, hanya nama kedainya yang berbeda-beda. Lauk yang dipajang juga miri-mirip, ada gulai tambusu (gulai usus sapi yang diisi tahu dan telur), ada gulai babek, gulai ayam, itiak lado ijau, sampadeh dagiang, sampadeh ikan lauik, dendeng batokok, dendeng lambok lado mudo. Arisha semakin bingung, enak dan menggiurkan semua. Wajar saja Uda Ikhsan melarang Arisha untuk makan apapun sebelum ke Los Lambuang.
Arisha akhirnya memutuskan untuk menikmati dendeng lambok lado mudo, lezat sekali, daging sapi yang diiris tipis, dimasak dengan bumbu khusus, terus di tokok dan dilumuri dengan sambal cabe hijau yang ditumbuk kasar. Arisha sangat ingin mencicipi menu lainnya, tapi khawatir perutnya menjadi terlalu kenyang. Arisha menikmati setiap gigitan dendeng lamboknya, tapi agak buru-buru, Uda Ikhsan memang benar, pukul 4 sore kedai nasi kapau di Los Lambuang sudah tutup.
Alhamdulilla, Arisha menuju Jam Gadang, duduk di bawah pohon, menunggu Uda Ikhsan, hujan sudah berhenti. Arisha menikmati kota dingin itu sambil memotret bagian-bagian yang disukainya, beberapa pedagang asongan, pedagang makanan dan pohon-pohon ketaping yang sudah mulai besar dan rimbun.
“Sudah lama, Arisha?” suara bariton Uda Ikhsan tiba-tiba terdengar.
“Oh, Uda, not so, Arisha terkejut. Sudah lama tidak bertemu Uda Ikhsan membuat Arisha agak gugup.
“Kita jalan ke sana yuk,” ajak Uda
“Siap,” Arisha tersenyum.
Uda Ikhsan bercerita pada Aisha sepanjang jalan, sambil sesekali memperhatikan kiri kanan karena banyaknya kendaraan yang lalu lalang. Arisha memperhatikan orang yang semakin ramai.
“Memang biasanya daerah sekitar Jam Gadang ramai seperti ini, bahkan kalau malam minggu lebih ramai lagi, susah lewat,” ucap Uda Ikhsan
“Mungkin tadi tidak begitu ramai karena hari hujan ya, Uda,” Arisha menimpali.
Banyak sekali orang yang masih menjajakan dagangannya dengan sopan, “Pedagang yang gigih,” pikir Arisha. Arisha terus melangkah mengikuti langkah Uda Ikhsan, menuju tempat yang nyaman untuk minum kopi hangat di kota yang dingin ini.
“Kita ke sini saja ya,” ajak Uda Ikhsan membelokkan langkahnya menuju salah satu kedai kopi.
“Iya,” Arisha mengangguk setuju. Arisha tidak banyak mengenal tempat-tempat untuk menikmati kopi di Bukittinggi.
“Pesan Apa Uda, Uni?” tanya pelayan.
“Jeruk panas dengan gula terpisah,” Arisha menjawab.
“Vi sixty, ada?” Tanya Uda Ikhsan
“Ada, Uda,” jawab pelayan dengan sopan.
Arisha dan Uda Ikhsan melanjutkan obrolannya, Arisha sesekali memperhatikan beberapa orang yang datang, rasa canggung menyelinap dalam hatinya karena harus duduk di depan Uda Ikshan. Arisha menganggukkan kepala tanda menyimak apa yang dijelaskan Uda Ikhsan.
“Vi Sixty itu minuman apa, Uda” tanya Arisha penasaran, karena tidak biasa mendengar nama minuman tersebut.
“Kopi! Jawab Uda Ikhsan spontan, hanya penyajiannya sedikit berbeda”.
Tidak lama menjelang, pelayan datang membawakan minuman yang dipesan Arisha dan Uda Ikhsan.
“Silahkan dinikmati Uda, Uni, jika ada yang akan dipesan lagi, pangil saja ya,” ucap laki-laki muda tesebut sambil menyajikan minuman.
Arisha memperhatikan minuman yang di pesan Uda Ikhsan, ternyata kopi hitam yang belum diseduh, cerek kecil berisi air panas, di atas cangkir disediakan kertas penyaring yang sudah diisi kopi, saringan khsusus. Uda Ikhsan menuangkan air panas ke dalam saringan kopinya, Arisha menikmati cara menyajikan kopi tersebut, memerlukan beberapa menit hingga seluruh air panas membawa kopi menuju gelas.
Arisha memperkirakan rasa kopi yang bernama V60 tersebut, Arisha juga suka menyeduh kopi di rumahnya, menikmatinya bersama cemilan kecil sambil mengetikkan beberapa artikel penelitian atau tugas- tugas kampus. Tapi tidak memperhatikan nama-nama dan cara menyeduhkan kopi tersebut, ternyata ada banyak nama kopi dan cara menyajikannya. Arisha mencari di google, ternyata banyak, Arisha tersenyum malu.
“Maafkan Uda tidak dapat mengunjungi Arisha ketika mendapat musibah di Yogya, ya,” ungkap Uda Ikhsan disela-sela tegukan kopinya.
“Tidak mengapa Uda, Arisha yang sangat berterimakasih, Uda sudah bantu banyak dengan menawarkan solusi setiap hari, menanyakan kondisi dan apa saja yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. ”
“Bagaimana keadaan Arisha sekarang?” tanya Uda Ikhsan.
“Alhamduillah Uda, getting better,” jawab Arisha lirih.
“Ini mengapa Arisha ke Bukittinggi, makan Nasi Kapau untuk healing!” Arisha berbinar.
“Oh, bukan mau mengunjungi Uda ya?” Tanya Uda Ikhsan menggoda.
Arisha tersenyum malu, reflek meneguk jeruk panas yang sudah tidak panas lagi. Menjelang sholat maghrib, Arisha dan Uda Ikhsan meninggalkan kedai kopi, berjalan menuju masjid terdekat. Lantang terdengar lantunan Adzan diberbagai tempat, suara yang mengajak manusia untuk sholat dan meninggalkan semua aktivitas untuk rehat sejenak, bercengkrama dengan Tuhannya melalui lantunan doa-doa, beristirahat sejenak dari hiruk pikuk dunia untuk kembali meneguk ketenangan dan kebahagiaan dalam sholat berjamaah.
“Arisha langsung ke Padang lagi?” tanya Uda setelah sampai di taman sekitar Jam Gadang.
“Iya Uda, karena besok ada kegiatan yang harus diikuti”.
“Tidak menginap dulu malam ini, biar Uda pesankan penginapan?”
“Terimakasih Uda, khawatir terlambat besok pagi jika bermalam.”
“Baik, Uda pesankan travel malam ini ya, insya Allah travel di sini aman-aman, tidak ugal-ugalan,” jelas Uda Ikhsan.
Arisha dan Uda Ikhsan duduk di salah satu bangku panjang di taman sekitar Jam Gadang, menjelaskan tentang mengapa Uda Ikhsan di Bukittinggi untuk beberapa hari ke depan. Tampak beberapa bangku lain sudah dipenuhi oleh pengunjung dari berbagai kota, dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan atau bahasa yanag digunakan. Beberapa tampak orang-orang lokal yang juga menikmati kota yang terasa semakin indah di malam hari ini.
“Terima kasih mengunjungi Uda di sini ya,” ungkap Uda Ikhsan tersenyum, beberapa saat sebelum mobil travel datang.
“Iya Uda, terima kasih juga sudah banyak membantu Arisha, terima kasih sudah mengenalkan kota Bukittinggi yang keren ini lebih banyak. Ternyata kota ini menyimpan banyak sekali sejarah bangsa,”
Arisha memandang sekeliling dengan nafas bahagia. Telepon Uda berdering, sopir travel telah sampai. Arisha dan Uda beranjak dari tempat duduk mereka dan berjalan menuju titik dimana Arisha harus naik mobil travel tersebut.
“Hati-hati di jalan ya Arisha, tetap jaga rasa syukur dan ikhlasnya dalam menjalani hidup ini ya.” Pesan Uda Ikhsan.
“Iya Uda, insya Allah,” Arisha mengangguk, teringan nasehat Uda Ikhsan beberapa waktu lalu ketika Arisha di Yogyakarta.
“Terima kasih Uda, I’ll miss you”.
“Me too”.
“Mudah-mudahan ada waktu bertemu lagi ya,” Arisha melambaikan tangan.
“Insya Allah”.
Mobil beranjak pergi, meninggkan Uda Ikhsan yang masih berdiri di tepi jalan, melambaikan tangan tanda perpisahan. Arisha terus memandang ke belakang, hingga Uda Ikhsan hilang dari pandangan. Uda Ikhsan, laki-laki yang banyak membantunya ketika berada dalam kesulitan beberapa bulan belakangan, hingga Arisha dapat dengan tenang menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya, walau seringkali Uda Ikhsan mendengarkan isak tangisnya melalui telepon.
Nasehat Uda Ikhsan yang terus diingat oleh Arisha, semua orang punya masalah masing-masing, pilihannya ada pada orang yang mengahadapi masalah tersebut, apakah masalah tersebut membuatnya semakin dekat dengan Tuhannya atau semakin jauh. Dan pilihan terbaik sebagai seorang muslim adalah bersyukur terhadap setiap karunia, dan bersabar dengan masalah hidup, sehingga tidak pernah jauh dari Tuhannya dalam mencari penyelesaian. (Bukittinggi, 2022).
Biodata Penulis:
Nur Azizah adalah seorang guru dan
juga merupakan anggota FLP Wilayah Sumatera Barat.
Cerpen “Nasi Kapau” dan Cerita yang Tak Sampai
Oleh:
Azwar Sutan Malaka, M.Si.
(Dewan Penasihat Pengurus FLP Wilayah Sumbar dan
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP, UPN Veteran Jakarta)
Nuraeni (2017) dalam tulisannya berjudul “Analisis Amanat dan Penokohan Cerita Pendek Pada Buku “Anak Berhati Surga”” yang dimuat di Jurnal Caraka Volume 6 Nomor 2 menyampaikan bahwa karya fiksi mempunyai dua unsur utama yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur tersebut sangat berperan penting dalam membangun sebuah karya sastra khususnya cerpen. Unsur intrinsik karya fiksi di antaranya adalah tokoh dan penokohan, amanat, latar cerita, alur dan lain sebagainya. Sementara itu unsur ekstrinsik karya adalah latar belakang pengarang, latar sosial cerita dan latar psikologi masyarakatnya.
Lebih jau, Nuraeni (2017) menyampaikan bahwa salah satu unsur pembangun yang berperan penting dalam cerita fiksi khususnya cerpen, yaitu amanat dan penokohan. Terkadang, amanat dapat diketahui secara eksplisit, yakni berupa petunjuk yang ditunjukan langsung kepada pembaca, kemungkinan lain amanat dapat diketahui secara implisi, yakni amanat dalam cerita diketahui dengan jelas melalui perilaku dan karakter tokoh yang dapat dijadikan sumber utama untuk menentukan amanat.
Cerita pendek sebagaimana disampaikan Edgar Allan Poe adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam walaupun singkat tapi dia menyampaikan sesuatu. Ada pesan atau amanat dalam cerita yang disampaikannya. Pada Kreatika edisi ini, redaksi menayangkan sebuah cerita pendek berjudul “Nasi Kapau” karya Nur Azizah, seorang guru dan juga anggota FLP Sumatera Barat.
Nur Azizah sebagaimana ceritanya yang terdahulu “Mengenang Maret” mengusung tema yang sama dalam ceritanya kali ini yang berjudul “Nasi Kapau” yaitu mengusung Sastra Pariwisata (literary tourism) dan Sastra Perjalanan (Travel Literature). Tentang Sastra Pariwisata dan Sastra Perjalanan ini beberapa waktu lalu sudah dibahas, dengan merujuk salah satu tulisan I Nyoman Darma Putra yang berjudul “Literary Tourism: Kajian Sastra dengan Pendekatan Pariwisata” yang dimuat dalam buku Nuansa Bahasa Citra Sastra Pendalaman dan Pembaruan dalam Kajian Bahasa dan Sastra.
Dalam tulisan itu disampaikan bahwa karya sastra memiliki kontribusi dalam memajukan pariwisata Indonesia, langsung maupun tidak langsung. Hal itu sudah terjadi sejak lama dan terus semakin nyata dalam satu setengah dekade terakhir ini. Lebih jauh disampaikan bahwa sumbangan sastra dalam pengembangan kepariwisataan Indonesia, misalnya, tampak lewat pelaksanaan festival sastra, terbitnya karya sastra yang membuat sebuah daerah menjadi terkenal sebagai destinasi wisata, filmisasi karya sastra yang secara tidak langsung mempromosikan daerah yang menjadi latar cerita, serta penggalian mitos atau cerita rakyat sebagai penciptaan branding sebuah destinasi wisata.
Untuk urusan Sastra Pariwisata, Nur Azizah mungkin bisa menjadikan karya-karyanya khas mencirikan Sastra Pariwisata atau Sastra Perjalanan ini. Akan tetapi dalam sebuah cerita fiksi harus tetap ada amanat yang dikandung oleh cerita. Cerita pendek tidak disarankan hanya berisi catatan perjalanan saja, tetapi harus ada “isi” yang disampaikan kepada pembaca.
Cerpen “Nasi Kapau” bercerita tentang seorang tokoh bernama Alisha yang berkunjung ke Bukittinggi. Alisha (kemungkinan besar tinggal di Yogyakarta) ingin menenangkan dirinya di Bukittinggi kota dingin itu. Melalui temannya yang bernama Ikhsan, Alisha dipandu untuk menikmati perjalanan di Bukittinggi dan menikmati hidangan kuliner Ranah Minang yang khas ini.
Di dalam cerita, Alisha menikmati Nasi Kapau yang terkenal itu. Selain itu ia ditemani Ikhsan juga menikmati kopi khas dengan penyajian istimewa di Bukittinggi yang bernama Kopi V60. Sekali lagi untuk urusan Sastra Perjalanan, Nur Azizah sudah tuntas dengan ceritanya ini namun untuk memperbaiki kualitas karya cerpen, sebaiknya ada pesan dan amanat yang disampaikan dalam cerita ini.
Cerpen “Nasi Kapau” hanya mencatat perjalanan saja tanpa mengisi dengan cerita, sebenarnya cerpen ini memiliki peluang untuk menjadi cerpen yang “berisi”. Contohnya di dalam cerpen ini, penulis menyampaikan sedikit informasi bahwa Alisha yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini sedang mengalami masalah dalam hidupnya. Nah, masalah yang dihadapi Alisha ini bisa saja dijadikan masalah utama di dalam cerita. Masalah itu bisa saja terkait masalah pribadinya (psikologis, sosial, atau masalah budaya) atau masalah-masalah lain yang lebih besar.
Masalah pribadi misalnya terkait dengan masalah-masalah klasik yang dihadapi manusia seperti tentang asmara, keluarga, atau persoalan perjuangan mendapatkan sesuatu. Masalah asmara bisa saja tokoh Alisha adalah seorang perempuan yang sudah dewasa, matang secara usia dan karier namun belum menikah. Saya membayangkan Alisha sudah memiliki lelaki pilihan, tapi orang tua dan keluarganya menolak laki-laki pilihan Alisha itu dan Alisha dipaksa menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya. Untuk melupakan masalah itu, Alisha pergi ke Bukittinggi.
Artinya ada cerita yang disampaikan penulis, tidak hanya sekadar catatan perjalanan saja. Karena pada dasarnya cerita harus menyampaikan pesan untuk pembacanya. Sementara itu, terkait dengan Nasi Kapau, Jam Gadang, Bukittinggi sebagai Kota Bunga atau Kota Dingin, hanyalah sampiran dalam cerita. Inilah kelemahan cerita pendek “Nasi Kapau” ini. Ada pesan yang belum sampai yang pada dasarnya bisa memperkuat cerita.
Tanpa maksud untuk menggurui penulis, tetapi saran lain untuk membuat cerita jadi “berisi” bisa dengan menambahkan konflik dalam ceritanya. Contohnya ada konflik batin yang dialami Alisha sehingga dia memutuskan untuk pergi ke Bukittinggi karena ada sesuatu rahasia besar dengan Nasi Kapau yang menjadi masakan khas kota itu.
Contohnya sebenarnya Alisha bukan pertama kali ke Bukittinggi, bisa jadi dulu pernah memiliki kenangan indah dengan Nasi Kapau sewaktu muda. Misalnya dia pernah memiliki kenangan istimewa dengan seseorang yang pernah menjadi bagian dalam hidupnya. Nasi Kapau bagi mereka adalah kenangan terindah yang tidak mungkin terlupakan walau sekarang mereka sudah tidak bersama lagi.
Inilah yang disebut isi cerita, yaitu sesuatu yang besar yang harus diselesaikan tokoh dalam cerita yang pendek itu. Menyelesaikan cerita bisa dalam beberapa pembabakan cerita, semisal babak pembuka, babak masalah yang mendasari cerita, klimaks cerita atau puncak masalah dan babak penyelesaian. Hal ini yang tidak ada di dalam cerpen “Nasi Kapau”. Cerpen “Nasi Kapau” ini baru sekadar menceritakan perjalanan tokoh Alisha, belum terlihat apa masalah Alisha (tokoh) yang menjadi masalah dalam cerita pendek. Belum terlihat puncak masalah, apalagi penyelesaian masalah.
Saya yakin jika penulis menambahkan masalah dalam cerpen ini, kemudian menambahkan tokoh lain yang menjadi antagonis, membuat klimaks atau puncak masalah dan menyelesaikan baik dengan ending terbuka atau ending tertutup, maka cerpen ini akan lebih menarik. Cerita ini berpeluang untuk menjadi lebih menarik, namun sayangnya dalam cerpen yang sudah disajikan ini peluang itu belum tercapai dengan baik. (*)
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post