Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id)
Saya percaya salah satu sosok yang memberi pengaruh besar dalam proses pengembangan diri adalah teman. Terkadang berbagai persoalan yang dihadapi dapat terpecahkan dengan kehadirannya. Namun begitu, tidak jarang pula kehadirannya juga memperumit dan menambah permasalahan. Untuk hal demikian, mungkin saja dia datang di waktu yang tidak tepat. Selain itu, saya mungkin juga sebagian pembaca juga pernah berkilah dengan mengatasnamakan teman. Atau setidaknya teman menjadi pertimbangan khusus utuk memuluskan sebuah rencana.
Ada persoalan unik yang ingin saya ulas dalam rubrik Renyah mengenai perihal teman atau pertemanan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata teman memiliki arti; pertama kawan atau sahabat, kedua orang yang bersama-sama bekerja (berbuat, berjalan), lawan (bercakap-cakap), dan ketiga adalah yang menjadi pelengkap (pasangan) atau yang dipakai (dimakan dan sebagainya) bersama-sama. Dari pengertian itu, saya memahami bahwa teman merupakan orang yang spesial dan memiliki keterikatan emosional.
Kehadiran teman dalam beberapa situasi dan kondisi terkadang menjadi sebuah solusi. Dalam hal pengambilan keputusan misalnya, entah itu sebagai orang yang langsung terlibat dalam memberikan saran dan masukan, atau hanya sekadar memakai namanya saja. Tidak jarang keputusan yang diterima sesuai dengan hasil yang diharapkan. Saya kira hal demikian lazim dilakukan atau paling tidak sebagai taktik dalam memperoleh izin, seperti izin untuk berpergian misalnya.
Trik “menjual” nama teman dalam memperoleh izin sudah saya lakukan semejak usia sekolah dasar dan mungkin bukan saya seorang saja yang melakukan hal serupa itu. Saya yakin sebagian pembaca juga memiliki pengalaman yang demikian. Betapa senangnya waktu itu, disaat nama teman dapat meluluhkan hati orang tua untuk memberikan izin berpergian. Lazimnya waktu seusia itu, nama teman sering menjadi alasan utama dalam memperoleh izin untuk pergi ke pemandian di sungai. Hal itu karena masa kecil saya dihabiskan di daerah dengan aliran arus sungai cukup deras dan lubuk-lubuknya yang dalam.
Beda zaman tentu beda pula konteks ceritanya. Saat ini “menjual” nama teman untuk dapat memperoleh izin bepergian sepertinya sudah menjadi sebuah kebiasaan. Paling tidak hal ini berlaku dalam lingkaran pertemanan saya. Dalam sebuah pembicaraan, salah seorang rekan memberikan guyonan bahwa hanya dengan menyebut nama teman yang dipercaya, urusan izin untuk keluar rumah dan pulang malam pun dapat diperoleh. Dahulu izin orang tua sekarang izin istri, kira-kira begitu katanya. Begitulah adanya, memang “kekuatan” nama seorang teman ini sungguh menakjubkan.
Saya jadi teringat video kreatif dari salah seorang konten krator Indonesia di instagram mengenai “kekuatan” nama teman ini. Dalam video tersebut ia memparodikan untuk meminta izin kepada orang tua. Awalnya tidak mendapat restu, kemudian ia menyebutkan pergi bersama teman (dalam video dia menyebutkan nama seorang teman dan mungkin saja sangat dikenal orang tuanya). Orang tuanya pun memberikan izin. Video ini bukti kalau cara demikian sudah lazim dilakukan, bahkan secara nasional.
Sisi lainnya persoalan teman adalah perihal jual beli atas nama pertemanan. “Harga teman”, diksi itu tidak asing lagi bagi kita semua. Hal pertama yang terpikirkan dari diksi tersebut adalah akan mendapatkan harga yang murah, atau paling tidak sesuai dengan yang saya inginkan. Sebuah harga yang menguntungkan saya perolah dari barang atau jasa yang ditawarkan oleh teman. Sikap seperti itu awalnya biasa saja bagi saya, setidaknya sampai saya menyaksikan video dari salah seorang komika terkenal Indonesia, yaitu Pandji Pragiwaksono.
Saya yakin pembaca juga pernah menyaksikan video dengan judul “Harga Teman” tersebut (silakan ketik judul tersebut di laman pencarian youtube). Dalam video ia menjelaskan bahwa harga normal lebih rendah dari harga teman, karena biasanya teman selalu menghargainya lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain. Pernyataan itu sungguh membuat saya terkesan. Jika kita belum sanggup untuk seperti itu, setidaknya menghindari untuk berladang di punggung teman.