Sabtu, 14/6/25 | 15:06 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI KREATIKA

Puisi-puisi Lidia Ningsih dan Ulasannya oleh Ragdi F. Daye

Minggu, 12/9/21 | 02:13 WIB

Ingkar

Atap rumah tinggi menjulang
Tembok raksasa tua adalah saksi bisu
Kau junjung kesetiaan pada satu hari yang tak berdosa
Saat itu titik dari mulutmu begitu jelas
Bibirmu bergetah sehingga tak satu pun menentang
Pikiranmu semakin tajam mengawang
hingga menembus langit Tuhan
Jalanmu tiada dapat kuperoleh
Dalam seperempat jalan kamu berubah akal
Kata tak berpucuk begitu lantang menggema
Aku kau buat bagai kinantan hilang taji
Tenang aku bagai dekan di bawah pangkal buluh
Pengharapanku selalu bertuah untukmu

 

Perwira Lama

tunas cerita di malam sunyi
angin kian bersemangat membawa cerita
angin menusuk hulu hati
diri meronta-ronta menolak sengatannya
angin membuat ingatanku buyar
mengingat malam
pikiran ini semakin tajam memikirkan perkara lama
angin kencang menjatuhkan lentera
yang tergantung rapi di sudut kiri
untung saja pikiranku tak kau jatuhkan pula
mengulang perkara lama
dulu, Tuan, Puan bersemangat berlayar
mengarungi samudera
untuk siapa?
sudahlah ini hanya soal perkara lama
pekatnya malam kian menggebu-gebu
terulang kembali
semakin lama semakin rindu perkara lama
satu, dua, tiga
ini perihal perkara lama
tiga perwira tak akan cukup menyelesaikan
perkara lama
perkara lama itu sangat rumit
lalu
pekat malam membungkus tunas cerita
perkara lama jadi cerita selamanya

 

Perjalanan

aku mencari kesunyian
dalam kesunyian kutemukan kehidupanku
kehidupan yang penuh bagi jiwaku
kudapati padang-padang tak bertepi
matahari dengan bangga melabuhkan dirinya
seolah mengejekku
bunga-bunga menebarkan wewangian ke udara
aroma yang begitu kental dan menusuk rongga hidungku
sungai-sungai pun mengalir
melintasi setiap persimpangan hutan belantara
tampak sekilas beriak
kicauan burung seperti nyanyian syahdu
yang terus mengiang dalam benakku
sunyi senyap
kutemukan perbukitan saat musim semi
udaranya begitu segar

namun,
sesekali kerinduanku akan musim gugur tumbuh
misteri musim dingin begitu jelita
menggoda di saat tak bersama
aku datang dalam kesendirian
jauh dari sudut kekuasaan Tuhan
aku lapar!
lapar tentang segala rahasia Alam
inginku mendekat
dan mendapati segalanya

 

Lidia Ningsih lahir di Padang, 21 November 1995. Ia merupakan dosen di Universitas Terbuka Jakarta dan saat ini ia juga tenaga pendidik di SMP PMT Prof. Hamka II Padang. Selain menulis puisi, ia juga aktif dalam kegiatan seni.

 


Merangkai Pengalaman Puitik

Oleh: Ragdi F. Daye
(buku terbaru yang memuat puisinya Sebuah Usaha Memeluk Kedamaian, 2021)


dalam kesunyian kutemukan kehidupanku
kehidupan yang penuh bagi jiwaku

Pada dasarnya, menulis puisi adalah mengekspresikan sebentuk pengalaman dengan media kata-kata. Pengalaman yang diekspresikannya itu bisa berupa pengalaman hubungan manusia dengan Tuhan, dengan dirinya sendiri, dengan sesama, maupun dengan alam. Menulis puisi merupakan sebuah kegiatan ruhani yang mengekspresikan  hubungan manusia dengan segala hal, baik secara fisik maupun metafisik (Maulana, 2012).

Untuk dapat mengekspresikan pengalaman tersebut, lebih lanjut Maulana (2012) mengungkapkan bahwa penulis harus mampu mengkreasi bahasa ungkap melalui kosakata yang dipilih dan dipahaminya secara sungguh-sungguh dengan bahasa yang dikuasainya pula. Selain itu, menulis puisi tidak bisa dengan menuliskan sesuatu yang tidak kita alami secara fisik maupun metafisik. Jika hal itu dipaksakan, hasilnya adalah sebuah puisi hampa makna dan bahkan hampa rasa karena tidak mengandung penghayatan atas obyek yang ditulis.

BACAJUGA

Puisi-puisi Puti Fathiya Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Puisi-puisi Puti Fathiya Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Minggu, 01/6/25 | 06:46 WIB
Puisi-puisi Feiruzy Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Minggu, 27/4/25 | 16:31 WIB

Pengalaman yang diolah penyair menjadi puisi bisa berupa pengalaman religius, cinta, sosial, ataupun kematian yang dapat diekspresikan melalui citraan visual ataupun berupa simbol. Seperti puisi Chairil Anwar berjudul “Nisan” berikut: ‘- untuk nenekanda// Bukan kematian benar menusuk kalbu/ Keridaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ dan duka maha tuan bertakhta.’ Puisi Chairil tersebut hanya terdiri atas empat larik, tetapi dengan sangat kuat berhasil mengekspresikan pengalaman batin sang penyair tentang sedemikian tak terlawannya kematian. Jika ia sudah tiba, tak ada yang bisa lari, hanya bisa menerima dengan rida.

Edisi kali ini Kreatika menampilkan tiga buah puisi Lidia Ningsih, seorang pengajar muda yang menyukai kegiatan kesenian. Ketiga puisi Lidia masing-masingnya berjudul “Ingkar”, “Perwira Lama”, dan “Perjalanan”.

Puisi pertama berisi curahan perasaan ‘aku’ lirik kepada ‘kamu’ lirik yang mengandung emosi tidak senang. Emosi tidak senang tersebut muncul dalam rangkaian-rangkaian diksi marah, seperti ‘mulutmu bergetah’, ‘pikiranmu semakin tajam mengawang’, ‘kata tak berpucuk begitu lantang’, dan ‘aku kau buat bagai kinantan hilang taji’. Metafora ‘kinantan hilang taji’ mengandung makna sesuatu yang tak memiliki kekuatan. Kinantan adalah hewan mitos berupa ayam jantan yang gagah dalam Kaba Cinduamato. Taji yang merupakan senjata alamiah berwujud cakar tambahan menyerupai pisau di kaki ayam menjadi perisai untuk bertarung mekawan musuh menunjukkan eksistensi diri. Ketika ayam tak lagi mempunyai taji, maka ia menjadi lemah dan gampang ditaklukkan. Kembali ke larik ‘aku kau buat bagai kinantan hilang taji’ menunjukkan relasi yang tidak harmonis antara ‘aku’ dan ‘kau’. Sosok ‘kau’ menjadi antagonis yang menghalangi ‘aku’ mencapai kebahagiaan atau sesuatu yang diinginkannya.

Puisi kedua, “Perwira Lama” juga mengandung perasaan gundah dan pengalaman yang tidak menyenangkan. Padahal telah diawali diksi ‘tunas’ yang semestinya berasosiasi dengan harapan ditambah klausa ‘angin kian bersemangat membawa cerita’. Seolah-olah ada suasana manis yang hendak digambarkan. Ternyata ‘tunas cerita’ itu justru ‘menusuk hulu hati’, ‘menjatuhkan lentera’, dan menyengat. Suasana puisi masih kelam dan berkecamuk dan ditutup dengan nada putus asa:

pekat malam membungkus tunas cerita
perkara lama jadi cerita selamanya

Kedua puisi Lidia di atas menunjukkan pengalaman yang belum dihayati dengan tuntas sehingga bangunan imaji visual belum utuh walaupun beberapa bagian telah memberi peluang untuk gagasan yang menggugah. Sejumlah kata muncul berulang kali tanpa efek repetisi yang memadai, malah seolah kekurangan kosakata.

Puisi ketiga, “Perjalanan” juga belum cukup menunjukkan kepaduan larik demi larik yang membangun struktur tipografik puisi. Banyak diksi menyerupai potongan-potongan kain perca yang disambung-sambung. Jika pandai kain-kain perca yang berbeda corak, warna, dan motif dapat menjadi sehelai selimut yang bagus juga. Seperti lagu “Buruak Sisiak” yang dinyanyikan Zalmon, “Yo pandai bana adiak malipek, paco-paco jadi salendang.”

Luxemburg (1992) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan teks puisi adalah teks-teks monolog yang isinya tidak pertama-tama merupakan sebuah alur. Selain itu, teks puisi bercirikan penyajian tipografik tertentu. Tipografik ini merupakan ciri yang paling menonjol dalam puisi. Apabila kita melihat teks yang barisnya tidak selesai secara otomatis kita menganggap bahwa teks tersebut merupakan teks puisi.

Menulis puisi sebenarnya mengasyikkan sama halnya dengan aktivitas kesenian lain yang memanjakan urat syaraf. Itu yang terkandung dalam fungsi dulce et utile karya sastra, menghibur, dan mendidik. Karya sastra dapat menjadi wadah refleksi diri sekaligus untuk menyampaikan pesan nilai-nilai kehidupan. Selamat untuk Lidia. Ditunggu puisi-puisi barunya!

 

Catatan:

Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.

Tags: #Ragdi F. DayeLidia Ningsih
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Salah Kaprah dengan Kata Sedikit, Mungkin, dan Kebetulan

Berita Sesudah

Mengenal Frasa dan Fungsinya

Berita Terkait

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara dan Ulasannya oleh Azwar

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara dan Ulasannya oleh Azwar

Minggu, 08/6/25 | 16:36 WIB

  Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara Alienasi Hidup Kita hanya seorang pelancong Yang mengembara segala tempat Lalu tinggal – termenung Di...

Puisi-puisi Puti Fathiya Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Puisi-puisi Puti Fathiya Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Minggu, 01/6/25 | 06:46 WIB

Puisi-puisi Puti Fathiya Azzahra Gambar Diri Ini gambar diri. Aku yang berjalan tak selalu lurus, kadang tersandung bayangan sendiri, cerobohku...

Cerpen “Seberkas Titik yang Masih Tertinggal” Karya Arifah Prima Satrianingrum dan Ulasannya oleh Azwar

Cerpen “Seberkas Titik yang Masih Tertinggal” Karya Arifah Prima Satrianingrum dan Ulasannya oleh Azwar

Minggu, 25/5/25 | 09:15 WIB

Seberkas Titik yang Masih Tertinggal Cerpen Oleh: Arifah Prima Satrianingrum   Siang itu, matahari dengan terik mengambang di Padang. Ruas-ruas...

Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

Minggu, 11/5/25 | 07:10 WIB

Puisi-puisi Farha Nabila   Kanak-Kanak dalam Diri Tatkala kutemukan diriku dalam relung kesepian Yang disana takkan kutemukan dengungan sumpah serapah...

Cerpen “Sejauh Apapun, Kau Akan Selalu Hebat” karya Balqin Adzra dan Ulasannya oleh M. Adioska

Cerpen “Sejauh Apapun, Kau Akan Selalu Hebat” karya Balqin Adzra dan Ulasannya oleh M. Adioska

Minggu, 04/5/25 | 08:40 WIB

Sejauh Apapun, Kau Akan Selalu Hebat Karya: Balqin Adzra   “Silahkan mampir! Kami mempunyai mochi varian baru!” teriak sang penjual...

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Minggu, 27/4/25 | 16:31 WIB

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra   Merindu Nagari Nan Jauh Tiap langkah yang menapak Meninggalkan rindu yang menjejak Risau nan gulandah memenuhi...

Berita Sesudah
Diksi Cantik sebagai Identitas Perempuan di Instagram

Mengenal Frasa dan Fungsinya

Discussion about this post

POPULER

  • Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara dan Ulasannya oleh Azwar

    Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara dan Ulasannya oleh Azwar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bubur Kirai Kuliner Khas Muaro Bungo Jambi dari Zaman Baheula

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Maling Sawit dan Getah Karet Marak di Dharmasraya, Petani Menjerit

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keunikan Kata Penghubung Maka dan Sehingga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Elfa Edriwati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kata Penghubung dan, serta, dan Tanda Baca Koma (,)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024