Oleh:
Wizri Yasir
Salahnya dimana, mungkin itu yang ada dalam pikiran dan benak kepala daerah yang sudah berjibaku, pontang panting, sampai kepalapun kadang-kadang harus kebawah untuk memikirkan bagaimana si virus tidak makan banyak korban.
Namun usaha yang berjibaku tadi seolah bak menambah garam ke laut. Lantaran apa yang sudah dilakukan kepala daerah, dianggap angin lalu oleh sebagian warga.
“Emang MUI yang menentukan kita masuk surga atau tidak,” celetuk pak Kirin disudut lapau yang lagi asyik main domino ditengah malam Ramadan, hari ketujuh pelaksanaan PSBB.
Tak mau ketinggalan, si Iman yang memang terkenal rajin ke Masjid (untuk mandi dan buang hajat) ikut menimpali.
“ini konspirasi aseng dan asing mah ini. Kita disuruh jauh dari masjid, nanti bisa jatuh setengah kapir kita nanti,” celetuknya.
Sementara di sebelah kiri si Iman, ada Mak Njang yang biasanya memang rajin ke masjid menyahut, “tadi saja kami masih sholat Jumat, walau cuma belasan orang. Kan fiqih nya banyak,,……..,”.
Lain lagi dengan Mak Inggi, yang berlagak ustadz, celotehan nya agak berbau mujtahid dikit.
“Kapir awak ko sadoe mah, kalau lah 3 kali baturuik-turuik ndak jumat. Dima lo Nabi maajaan mode ko. Kalau ka mati, rancaklah mati di musajik ke,” katanys meninggi, setinggi badannya.
“Kafir kita semua, kalau sudah 3 kali berturut-turut tidak sholat Jum’at. Tak ada Nabi mengajarkan yang seperti ini. Kalau mau milih mati, baguslah kalau matinya di masjid,” katanya meninggi setinggi badannya.
Begitu lah gambaran realitas sebagian umat di penjuru negeri yang katanya beragama dan beradat itu.
Tak peduli situasi dalam keadaan darurat, hujatan demi hujatan, cacian demi cacian tetap mengalir bak air pancuran di musim hujan.
Tetiba, dalam hangatnya celoteh Lapau tadi, disudut yang berlawanan, laki laki biasa, menjawab sambil bertanya, “Kalau situasi sudah separah itu, virus sudah tak terkendali, Kita ni mau apa?,”
“Adakah sebenarnya kita ini merujuk kepada Nabi dan Sahabat dalam persoalan wabah ini?,” Ujarnya.
Tak usahlah djawab pertanyaan itu. Sadari saja bahwa kita manusia akhir masa, Iman kita tak sekuat para Sahabat. Kita ini, jangan kan ulama, alim saja belum, Ustadz pun pas-pasan.
Kita ini hanya penceramah liar, sebelum naik mimbar, lihat dulu buku terjemahan, comot satu hadits, ambil ayat sesuai selera, lantas diterjemahkan sesuai nafsu. Trus berani berkoar “Nabi seperti ini, sahabat begini, dan bila, bla…., blaaa..,”
Sadari sajalah, Tak ada Anjuran pemerintah dan fatwa MUI itu yang melarang sholat di Masjid!.
Hanya memindahkan ibadah kerumah masing-masing UNTUK SEMENTARA WAKTU, agar Sebaran Virus itu bisa dibatasi.
Jangan keluar rumah kalau untuk urusan yang tak penting dan selalu pakai masker.
Dalam Al-Qur’an Allah pun berkata, ” Patuhi Allah, Patuhi Rasulullah dan Patuhi Pemimpin diantara Kamu”.
Kalau persoalan susah mencari penghasilan untuk makan, hampir semua golongan menengah ke bawah mengalami itu. Jualan sepi karena tak ada yang beli, Di PHK hingga kembali ke kampung (kalau tak boleh dibilang mudik), dsb.
Mohon bersabar lah agak sebentar lagi, bantuan akan segera datang, pemerintah dari pusat sampai daerah sudah bekerja.
Untuk ukuran negara berkembang (dari segi sikap warga, budaya menghadapi situasi genting, pola Kepemimpinan, dan indikator lainnya) memang tak mudah mencairkan uang negara walaupun itu untuk rakyatnya.
Discussion about this post