Puisi-puisi Nining Nirmala Sari
Lailatul Qadar
Ketika langit malam menyapa
Para pribumi dunia
Tunduk serta segala rupa
Menyaksikan keajaiban-Nya
Malam yang bersolek
Dihias kecerahan rembulan
Bagai permadani di singgasana
Diarak milyaran bintang
Suara jengkrik menyemarakkan
Membelah kesunyian
Rerumputan yang menengadah
Menyambut ribuan malaikat turun ke bumi
Angin sejuk menawangi
Di antara ranting dan pepohonan
Bertasbih memuji Yang Maha Kuasa
Menyambut datangnya Lailatul Qadar
Ialah malam seribu bulan
Takwil segala peribadatan
Malam dinaungi keindahan
Hadir hanya dalam Ramadhan
Patoga, 10 April 2022
Hidayah
Aku menyublim jadi fana
Begitu fakir akan amal
Diriku kini seumpama
Kain putih penuh noda
Hujan dengan lembut menitik
Pada tanah yang memekik
Diriku kini penuh berisik
Bersuara seperti diam
Aku berada pada titik nadir
Nanar beriak di kepala
Serupa musim kemarau
Gersang berkepanjangan
Lalu hidayah menjemput
Mengingat kembali kasih-Nya
Dalam doa kukeluhkan
Dalam sujud kuikhtiarkan
Betapa cinta Allah tak terhingga
Pada hamba yang bergelimang dosa
Syukurku akan pengampunan
Untuk segala salah dan ingkar
Patoga, 10 April 2022
Pengadilan Illahi
Mulut-mulut itu rakus
Akan tamaknya dunia
Seakan lupa
Dunia hanya sementara
Mata-mata itu tertutup
Menerima kebenaran
Yang utama ketenaran
Serta harta kemewahan
Pemimpin-pemimpin negeri
Sibuk menutup telinga
Dari suara-suara jelata
Seolah hanya angin berlalu
Allah tidaklah tidur
Satu persatu akan dibalasi
Segala perbuatan diadili
Di pengadilan Illahi
Dangung-dangung, 11 April 2022
Nining Irmala Sari, S.Pd adalah anak keempat dari enam bersaudara. Lahir di Dangung-Dangung 07 Oktober 1995. Menempuh pendidikan di SDN 01 Guguak VIII Koto, SMPN 1 Guguak VIII Koto, SMAN 1 Guguak VIII Koto. Kemudian melanjutkan pendidikan S1 Bimbingan dan Konseling di IAIN Batusangkar dan tamat pada tahun 2017. Sejak kecil penulis bercita-cita menjadi seorang guru karena dari usia tiga tahun ikut mama ke sekolah. Alhamdulillah sekarang cita-cita itu sudah terwujud. Hobi menulis memang sudah ditekuni dari SMA sampai sekarang. Pernah meraih Harapan 3 Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat SMA dengan tema “19 Desember Hari Bela Negara”, Juara 2 lomba menulis Cerpen Tingkat Fakultas dengan judul “I Love Writing”, Harapan 1 Karya Tulis Ilmiah Tingkat Fakultas dengan judul “Analisis Peran Stakeholder dalam Meningkatkan Motivasi Altruistik Mahasiswa” . Beberapa karya ada yang diikutkan lomba, ada yang jadi koleksi pribadi. Penulis juga memiliki blog pribadi @puisi literasi. Sampai sekarang masih aktif menulis dan masih mengabdi di MTsN 3 Lima Puluh Kota dan pembuatan buku perdana tentang puisi bersama guru dan siswa sedang dalam proses. Semoga bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi pembaca.
Dinding Kaca Puisi
Oleh Ragdi F. Daye
(buku kumpulan puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)
Aku berada pada titik nadir
Nanar beriak di kepala
Serupa musim kemarau
Gersang berkepanjangan
Puisi adalah karya sastra yang yang lahir dari ungkapan isi hati seorang penulis. Di dalamnya ada irama, lirik, rima, dan ritme yang tersemat di setiap baris. Puisi dikemas dalam bahasa yang imajinatif. Permainan kata-katanya padat dan mengandung pesan yang syarat makna. Puisi memiliki keteraturan meskipun diciptakan secara bebas oleh penyair. Menurut Herbert Spencer, puisi merupakan bentuk pengucapan gagasan yang memiliki sifat emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan.
Azhari (2014) mengungkapkan bahwa proses kontemplasi yang dilakukan penyair dapat membentuk ciri-ciri terhadap tema yang diambilnya. Perenungan yang dimaksud adalah proses batiniah yang dilakukan oleh penyair sebelum menciptakan sebuah karya. Proses merenung sering memunculkan ide-ide yang tak terduga dan dari hal tersebutlah muncul makna-makna yang lebih dalam dari setiap diksi yang dipakai oleh penyair dalam puisinya. Setiap makna selalu memiliki tanda-tanda yang dapat dihubungkan untuk membentuk suatu makna baru yang mencakup keseluruhan isi karya puisi tersebut. Setiap penyair biasanya mempunyai waktu-waktu tertentu yang digunakan sebagai titik kontemplasinya untuk menaruh tanda-tanda di setiap makna puisinya.
Puisi adalah karya sastra yang sangat bermanfaat sebagai sarana ekspresi diri. Melalui puisi, seseorang dapat mencurahkan perasaan atau pemikirannya dengan menggunakan simbol-simbol tertentu untuk menghasilkan suatu pemikiran yang mendalam. Pendapat ini diperkuat oleh kritikus sastra dan analis puisi Rachmat Djoko Pradopo dalam buku Pengkajian Puisi. Pradopo mengatakan bahwa sesuatu dalam karya sastra dapat dikatakan bersifat puitis jika hal itu dapat membangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas, dan menimbulkan keharuan (2009:13).
Pada edisi kali ini, Kreatika menampilkan tiga buah puisi karya Nining Nirmala Sari. Ketiga puisi tersebut berjudul “Lailatul Qadar”, “Hidayah”, dan “Pengadilan Illahi”. Judul-judul yang bernuansa religius.
Puisi pertama,”Lailatul Qadar” dengan kata-kata yang sederhana membangun imajinasi tentang kedatangan malam lailatul qadar yang kebaikannya setara dengan malam seribu bulan. Nining melalui bait-bait yang teratur rapi menggambarkan suasana alam ketika malam yang sangat dinanti-nantikan kaum muslimin di bulan suci Ramadan.
Imaji yang dihadirkan Nining mewakili bayangan yang sudah lazim bagi umat: ‘Ketika langit malam menyapa/ Para pribumi dunia/ Tunduk serta segala rupa/ Menyaksikan keajaiban-Nya// Malam yang bersolek/ Dihias kecerahan rembulan/ Bagai permadani di singgasana/ Diarak milyaran bintang.’ Tanda-tanda terjadinya lailatul qadar seperti malam yang tenang sejuk, hening, damai seolah-olah angin berhenti bertiup, air berhenti mengalir, pohon-pohon tunduk dalam tasbih zikir.
Lailatul Qadr adalah malam yang sangat istimewa dalam agama Islam. Malam ini dianggap sebagai malam yang penuh berkah, di mana Allah SWT menurunkan malaikat-Nya serta menetapkan segala urusan dunia dan akhirat. Berikut adalah beberapa keutamaan menghidupkan malam Lailatul Qadr: Keutamaan yang paling terkenal dari malam Lailatul Qadr adalah pahalanya yang lebih besar dari seribu bulan.
Menghidupkan malam Lailatul Qadr juga bisa menjadi sarana untuk menghapus dosa-dosa kita. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda bahwa siapa saja yang beribadah pada malam Lailatul Qadr dengan iman dan harapan, maka Allah SWT akan memberikan ampunan kepadanya. Menghidupkan malam Lailatul Qadr juga bisa menjadi sarana untuk menambah ketaqwaan kita.
Nining menutup puisinya tentang keistimewaan malam lailatul qadar: ‘Ialah malam seribu bulan/ Takwil segala peribadatan/ Malam dinaungi keindahan/ Hadir hanya dalam Ramadhan.’ Meski tidak menyuguhkan metafora yang unik dan meninggalkan kesan kuat, puisi ini dapat dibaca untuk menyambut kehadiran bulan suci Ramadan yang datang tak lama lagi.
Puisi kedua, “Hidayah”, diawali dengan penggambaran diri aku lirik yang merasa sangat kotor seperti kain penuh noda: ‘Aku menyublim jadi fana/ Begitu fakir akan amal/ Diriku kini seumpama / Kain putih penuh noda.’ Pada kodratnya, semua manusia lahir ke dunia sebagai bayi yang suci tanpa dosa; Fitrah. Namun proses menjalani kehidupan di dunia membuat manusia yang awalnya suci tersebut lama kelamaan bergelimang dosa sedikit demi sedikit.
Dari dosa yang sedikit demi sedikit tersebut, seorang manusia bisa saja telah mengumpulkan banyak dosa. Nining mengungkapkannya dengan bait ‘Aku berada pada titik nadir/ Nanar beriak di kepala/ Serupa musim kemarau/ Gersang berkepanjangan’. Apabila tidak cepat-cepat disadari, seorang manusia bisa menanggung banyak dosa melebihi amal kenaikannya.
Ketika manusia telah terjerumus di jurang dosa, hanya hidayah Allah-lah yang dapat membuatnya menginsyafi diri untuk kembali ke fitrah: ‘Betapa cinta Allah tak terhingga/ Pada hamba yang bergelimang dosa/ Syukurku akan pengampunan/ Untuk segala salah dan ingkar’. Adanya hidayah itulah yang membuat seorang manusia bisa tertuntun untuk kembali ke jalan yang benar.
Puisi ketiga, “Pengadilan Illahi” berisi kritik sosial terhadap para pemimpin atau kuasa yang cenderung terlena oleh kekuasaan dan ketenaran. Banyak golongan tersebut yang terlena: ‘Mata-mata itu tertutup/ Menerima kebenaran/ Yang utama ketenaran/ Serta harta kemewahan.’ Nining secara gamblang menyampaikan pesan melalui puisinya: ‘Allah tidaklah tidur/ Satu persatu akan dibalasi/ Segala perbuatan diadili/ Di pengadilan Illahi.’
Puisi diciptakan penyair untuk menyampaikan gagasan dan perasaan yang menjadi sumber kegelisahan batinnya. Puisi tersebut tidak hanya dapat menjadi katarsis bagi dirinya sendiri, namun juga dapat menjadi resonansi yang turut menggetarkan jiwa orang lain ketika membacanya. []
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post