Oleh: Andina Meutia Hawa
(Dosen Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
Darlings tayang di layanan streaming Netflix sejak tanggal 5 Agustus 2022. Film dibuka dengan adegan sepasang kekasih Badru dan Hamza yang memutuskan menikah setelah Hamza mendapat pekerjaan tetap. Adegan selanjutnya memperlihatkan kisah Badru dan Hamza yang telah menjalani kehidupan sebagai suami istri selama tiga tahun namun belum dikaruniai momongan. Sekilas, kehidupan pernikahan Badru dan Hamza tampak baik-baik saja. Pecakapan manis dan gestur tubuh yang mesra ditampakkan oleh keduanya. Namun, ketika Hamza berada di bawah pengaruh alkohol, ia kerap melakukan kekerasan terhadap Badru, seperti pada adegan ketika Hamza mendapati ada batu di nasi yang dihidangkan Badru. Tidak disebutkan kapan pertama kali Hamza melakukan kekerasan terhadap istrinya. Hamza menganggap hal itu karena pengaruh alkohol dan wajar dilakukan dalam pernikahan.
Keesokan harinya Hamza minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Perlakuan kasar selanjutnya terjadi lagi ketika Hamza baru pulang kerja dan mengajak Badru makan malam bersama. Badru menjawab ia sudah makan duluan karena lapar dan lama menunggu Hamza pulang kerja. Hal ini memicu emosi Hamza dan ia kembali melakukan tidakan kekerasan terhadap Badru. Lagi-lagi, adegan kekerasan tersebut terdengar oleh tetangga Badru yang membuka salon di bawah rumah yang ditinggali Badru dan Hamza, juga oleh ibunya. Ibu Badru sudah sering menasehati anak perempuannya untuk meninggalkan menantunya, namun tidak pernah dihiraukan oleh Badru.
Perempuan sebagai Agen Perubahan Perilaku Laki-laki
Badru tidak selalu diam ketika menghadapi perilaku kekerasan suaminya. Walaupun ia menyadari bahwa sebagai isti, suami adalah pemegang kendali dalam rumah tangga. Hal yang bisa dilakukannya adalah mengubah perilaku kecanduan alkohol suaminya dengan memasukkan obat ke makanan Hamza. Namun, usaha tersebut diketahui oleh Hamza sehingga lagi-lagi Badru dihajar oleh suaminya itu. Seorang tetangga bernama Zulfi melaporkan tindakan Hamza ke polisi. Badu dan ibunya Shamshu kemudian dipanggil ke kantor polisi. Polisi menanyakan mengapa Badru tidak menceraikan saja suaminya. Tentu saja, stigma buruk terhadap janda di masyarakatlah yang membuat Badru tidak berani melakukannya.
Hamza pun ditangkap dalam keadaan mabuk. Ia marah mengira Badru dan ibunya lah yang melaporkannya. Badru kemudian menemui Hamzah di sel tahanan. Hamzah meminta maaf kepada Badru dan berjanji akan menghilangkan kecanduan alkoholnya jika ia dan Badru punya anak. Badru yang merasa bertanggung jawab atas keadaan suaminya kemudian luluh. Laporan terhadap Hamzah dicabut, Hamzah pun dibebaskan. Hamzah adalah seorang laki-laki dewasa dan seorang suami. Sepatutnya, ia menyadari bahwa perilaku kasarnya membuat istrinya tidak bahagia dan melakukan perubahan agar dapat menjalankan pernikahan yang bahagia bersama Badru. Namun, alih-alih berubah atas kemauannya, ia menyalahkan alkohol atas hal tersebut dan menjadikan Badru dan calon anak mereka sebagai agen dalam perubahan perilakunya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dikatakan Firminger (2000) bahwa perempuan bertanggung jawab dalam memelihara hubungan emosional dan menjadi agen perubahan dalam sebuah hubungan, sementara laki-laki tidak pernah menjadi sosok yang diharapkan dalam pemeliharan sebuah hubungan, namun tidak sebaliknya.
Hamza tidak hanya melakukan kekerasan fisik kepada Badru, tetapi juga pada ibu mertuanya. Namun, hal tersebut tidak membuat Badru lantas berpihak pada sang ibu. Badru bahkan mengatakan bahwa ibunya ingin menghancurkan rumah tangganya. Sikap Badru yang mengalami perubahan pemikiran membuat ibunya marah dan kemudian mengancamnya untuk memilih antara ia dan suaminya. Badru sangat mencintai Hamzah dan menginginkan rumah tangga yang bahagia bersama Hamza dan anak-anaknya. Emosi telah mengalahkan logika sehingga Badru lebih memilih untuk menurut kepada suaminya dan melupakan semua perlakuan kasar Hamzah.
Hamzah menepati janjinya untuk berhenti dari kebiasaan minumnya dan Badru positif hamil sebulan kemudian. Kehidupan rumah tangga mereka pun sempat berbahagia sementara waktu. Suatu hari Hamzah mengetahui Zulfi lah yang melaporkan dirinya ke polisi. Hamzah langsung emosi dan menghajar Badru yang sedang mengandung anak mereka. Ia mendorong Badru dan Badru terguling di tangga sehingga harus mengalami keguguran.
Perempuan sebagai Subjek
Keguguran yang dialaminya membuat Badru sangat terpukul. Adegan Badru yang menengok ke bawah jendela merupakan titik balik Badru untuk tidak lagi menerima begitu saja perlakuan suaminya. Dengan bantuan ibunya, mereka kemudian merencanakan balas dendam terhadap Hamzah. Badru meminumkan obat tidur kepada Hamzah dan mengikat tangannya. Ibu Badru mengusulkan untuk menghilangkan saja nyawa Hamzah. Namun, Badru memiliki rencana lain. Badru tidak ingin membunuh suaminya itu, “aku cuma ingin dihormati lagi, dan ibu juga,” kata Badru.
Adegan ketika Badru mengenakan gaun merah yang dibelinya untuk menyenangkan Hamzah melambangkan upaya Badru untuk “berjuang merebut ke-diri-annya, menolak menjadi objek yang pasif dan terus-menerus berusaha merebut kembali subjektivitas dirinya,” (Priyatnya, 2014). Mengenakan gaun merah yang terbuka merupakan upaya Badru memperoleh subjektivitasnya, namun di saat yang sama ia juga menjadikan dirinya objek agar Hamzah melihat dirinya bukan lagi sosok Badru yang dulu. Subjek yang menyadari objektivitasnya dapat menjadi ruang resistensi perempuan terhadap konstruksi patriarki yang menempatkan perempuan dalam posisi di bawah laki-laki. Badru juga melakukan apa yang telah dilakukan Hamzah kepadanya dulu, yaitu ketika Badru menancapkan hak sepatu tingginya ke jari Hamzah. Peniruan tindakan ini juga dapat dikatakan sebagai upaya Badru untuk membalikkan posisi objeknya menjadi subjek.
Hamza menghilang. Badru dan ibunya pun harus kembali berurusan dengan polisi. Hamza pun ditemukan dan bermaksud melaporkan Badru atas tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Padahal, tindakan Badru bukanlah bentuk kekerasan, namun merupakan upayanya untuk keluar dari lingkaran kekerasan dalam rumah tangga yang juga dialami ibunya. Badru bernegosiasi dengan polisi agar ia tidak dilaporkan ke polisi. Badru, Hamza, Ibunya, dan Zulfi pun pulang dipulangkan ke rumah.
Perempuan Berdaya
Badru meminta Hamza untuk merekam sebuah video dan menyuruhnya berkata “aku sangat mencintai istriku, Badru, tetapi aku menyiksanya. Kukira itu bukan alkohol, tetapi alkohol bukan masalahnya. Itu karena aku. Oleh sebab itu, aku akan meninggalkannya” lalu menggunggahnya ke Facebook. Terlihat semyum getir di wajah Badru mendengar perkataan Hamzah. Ia tahu bahwa ia juga mencintai suaminya. Namun, ia tidak bisa jika harus bertahan dengan perilaku kasar suaminya yang mungkin akan kembali sewaktu-waktu.
Adegan selanjutnya memperlihatkan tahap akhir dari pembalasan dendam Badru terhadap Hamza. Badru, ibunya, dan Zulfi menggeret tubuh Hamza yang sedang dalam ketidaksadaran diri menuju rel kereta api dengan menumpang mobil tetangga mereka yang lain. Setibanya di rel kereta, tangan dan kaki Hamzah diikatkan ke rel kereta dengan niat untuk menghabiskan nyawanya. Hamza mendapatkan kesadaran dan memohon agar Badru membebaskannya. Badru berada di antara dua pilihan. Dalam film diperlihatkan adegan Badru sedang berdandan mengenakan lipstik merah namun bekas memar di matanya tidak hilang. Badru pun menyadari bahwa walaupun bisa saja ia membunuh orang yang akan menjadi mantan suaminya tersebut, namun kenangan tersebut akan terus kembali menghantui Badru seumur hidupnya, sehingga akan sulit baginya kembali untuk meraih subjektivitasnya karena ia tidak akan pernah benar-benar lepas dari perilaku kasar Hamzah tersebut.
Alarm terus memberi aba-aba menandakan kereta akan segera melintas maka Badru hanya punya beberapa detik untuk melepas ikatan tangan Hamzah. Dibantu oleh ibunya dan Zulfi, kemudian mereka melepas ikatan Hamzah dan membebaskannya. Ada rasa lega yang diungkapkan ibunya ketika Badru tidak jadi membunuh Hamza, bahwa Badru telah melakukan hal yang benar. Saat itulah Badru menyadari apa yang telah dilakukan ibu Badru terhadap ayahnya. Bahwa ternyata Badru baru saja lepas dari lingkaran kekerasan yang telah terjadi secara generasi di keluarganyanya. Bahwa Badru tidak perlu membunuh Hamzah untuk meraih subjektivitasnya dan itu yang menjadi kekuatannya. Bahwa ia dapat menjadi perempuan berdaya dengan keluar dari pernikahan yang tidak membuatnya bahagia. Bahwa ia sebagai perempuan, tidak memiliki tanggung jawab untuk mengubah perilaku suaminya.
Di film Darlings, perumpaan hubungan kekerasan laki-laki dan perempuan diibaratkan sebagai hubungan antara kalajengking dan katak. Kalajengking merupakan representasi laki-laki dan katak diibaratkan sebagai perempuan. Kalajengking tidak membutuhkan bantuan katak untuk menyeberang sungai. Katak pun harus menjadi kuat dan tidak mudah diperdaya oleh janji laki-laki jika pada akhirnya katak pun akan kembali disengat kalajengking. Kira-kira, begitulah gambaran hubungan antara Badrun dan Hamza dalam film ini.
Catatan:
*Trigger Warning: Kekerasan dalam Rumah Tangga
**Mengandung spoiler
Discussion about this post