Selasa, 15/7/25 | 02:46 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI KLINIK BAHASA

Keistimewaan Kata “Hujan”

Minggu, 05/2/23 | 09:24 WIB
Oleh: Elly Delfia (Dosen Jurusan Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada)

Banyak hal yang perlu dipahami dari kata “hujan”. Kata hujan menjadi istimewa di antara kosakata bahasa Indonesia lainnya. Mengapa begitu? Ya, karena hujan bukan hanya sekadar air yang turun dari langit. Lebih dari itu, hujan merupakan air yang melewati proses yang panjang dan mengandung banyak zat yang bermanfaat untuk kehidupan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hujan digolongkan ke dalam dua kategori kelas kata, yaitu kata benda (nomina) dan kata kerja (verba) dan hujan memiliki tiga arti, yaitu: 1. hujan (nomina), yaitu titik air yang berjatuhan dari udara karena proses pendinginan, 2. hujan (nomina), yaitu yang datang dan sebagainya banyak-banyak, 3. hujan (verba), yaitu turun hujan.

Kata hujan dalam bahasa Indonesoa merupakan kata yang produktif dan dapat diturunkan menjadi beberapa bentuk lain melalui proses morfologi, yaitu afiksasi (penambahan imbuhan), reduplikasi (pengulangan), dan komposisi (pemajemukan). Proses afiksasi pada kata hujan, di antaranya berhujan,  kehujanan, menghujani, menghujankan, memperhujankan. Pada proses afiksasi tersebut kata hujan mengalami  penambahan afiks (imbuhan) ber-, ke-an, me-i, me-kan, dan memper-kan. Reduplikasi pada kata hujan, yaitu hujan-hujan, berhujan-hujan, menghujan-hujankan. Kata hujan mengalami proses pengulangan pada kata dasar dan pengulangan dengan penambahan afiks. Komposisi pada kata hujan, di antaranya: hujan panas, hujan ringan, hujan debu, hujan rintik-rintik, hujan gerimis, hujan rinai, hujan badai, hujan deras, hujan lebat,  hujan pertanyaan, hujan peluru, hujan kartu, hujan rudal, hujan air mata, hujan batu, hujan emas, dan hujan uang. Kata hujan paling banyak mengalami komposisi atau pemajemukan.

Beberapa di antara hasil pemajemukan kata hujan merupakan idiom. Idiom adalah gabungan kata yang memiliki makna konotasi atau  makna kiasan atau makna figuratif. Kridalaksana (1982) menyebut idiom dengan konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya. Idiom merupakan ungkapan yang digunakan untuk menghasilkan efek keindahan, pesona, dan daya tarik tertentu dalam berbahasa. Tanpa idiom bahasa terasa hambar, tawar, dan kering (Badudu, 1990).  Komposisi kata hujan yang termasuk idiom, di antaranya hujan pertanyaan, hujan peluru, hujan kartu, hujan rudal, hujan air mata, hujan batu, hujan emas, dan hujan uang. Hujan pertanyaan artinya adalah pertanyaan yang banyak dan datang bertubi-tubi. Demikian juga dengan hujan peluru, hujan kartu, hujan rudal, hujan batu, hujan emas, dan hujan uang. Kata-kata tersebut bermakna banyak peluru, kartu, rudal, batu, uang, dan emas. Hujan air mata artinya banyak menangis atau banyak air mata yang mengalir karena perasaan sedih dan hujan kartu merupakan istilah yang sering digunakan dalam pertandingan sepakbola, yaitu hujan kartu merah dan kartu kuning. Hujan batu dan hujan emas digunakan dalam peribahasa Melayu yang melambangkan rasa cinta pada kampung halaman (tanah air) yang berbunyi: hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri. Tetap lebih baik hidup di negeri sendiri.   

BACAJUGA

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Hegemoni Deiksis “We” dalam Perspektif Analisis Wacana Kritis

Minggu, 13/7/25 | 22:55 WIB
Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Syarat Sebuah Paragraf yang Ideal

Minggu, 22/6/25 | 20:22 WIB

Kata hujan tidak hanya muncul dalam bentuk idiom, tetapi juga menjadi metafora yang digunakan dalam puisi, lirik lagu, cerpen, novel-novel, syair, kata-kata bijak, dan kata-kata mutiara dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa-bahasa lain yang ada di dunia. Hampir semua bahasa menggunakan kata hujan sebagai metafora yang merepresentasikan sesuatu yang ada pada diri manusia, seperti perasaan cinta, kesabaran, kesedihan, dan juga kebahagiaan. Hujan yang syahdu telah menjadi sumber inspirasi bagi para penulis, penyair, dan musisi untuk menyusun kata-kata indah dalam larik-larik puisi dan lirik lagu. Beberapa puisi melegenda karena menggunakan kata hujan dalam larik-lariknya. Salah satunya puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono yang menggunakan kata hujan untuk merepresentasikan ketabahan diri seseorang dalam menyembunyikan perasaan cinta dalam larik-larik berikut.

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkan yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu  

Hujan juga digunakan dalam judul-judul lagu pop Indonesia kontemporer, di antaranya Hujan di Mimpi dari Banda Neira, Hujan dari Utopia, Angin Pujaan Hujan dari Payung Teduh, dan Hujan Turun dari Sheila on 7. Lagu-lagu lawas pun juga tak ketinggalan menyebut kata hujan, seperti lagu Antara Benci dan Rindu, lagu lawas tahun 80-an dari Ratih Purwasih. Lagu November Rain dari Guns N’ Roses juga menjadi lagu yang melegenda dan di-cover berulang kali oleh para penyanyi dari berbagai belahan dunia hingga kini. Salah satu lirik November Rain yang menyebut kata hujan seperti berikut:

Cause nothin lasts forever
And we both know heart can change
And it’s hard to hold a candle
In the cold November rain

Terjemahannya:

(Karena tak ada yang abadi
Dan kita berdua tahu hati bisa berubah
Dan sulit menjaga lilin tetap menyala
Di musim hujan bulan November yang dingin)

Lalu apa sesungguhnya zat yang terkandung dalam hujan yang begitu istimewa dan abadi dalam karya-karya anak manusia? Secara kimiawi, hujan mengandung zat-zat berupa uap air (H2O) yang membentuk awan, asam nitrat (HNO3) yang mengandung karbon (silika dan fly ash), zat debu yang mengikat molekul air hingga terbentuk hujan, asam sulfat (H2SO4), dan garam (NaCl) yang terkandung dalam air laut yang membentuk hujan. Hujan terbentuk melalui tiga proses, yaitu evaporasi (penguapan air sungai, danau, dan laut), kondensasi (pengembunan yang membentuk kumpulan partikel-partikel putih kecil yang disebut awan), dan presipitasi (proses mencairnya partikel uap air/es menjadi titik-titik air yang disebut hujan).

Kemudian, setelah hujan turun, muncul aroma khas yang rumit dan sulit untuk dideskripsikan. Aroma tersebut dikenal dengan istilah petrichor atau dalam bahasa Indonesia disebut petrikor. Petrichor, angu, atau ampo merupakan aroma alami yang muncul saat hujan jatuh di tanah kering. Dikutip dari berbagai sumber, petrichor berasal dari bahasa Yunani, yaitu petra yang artinya ‘batu’ dan ichor yang artinya ‘cairan yang mengalir di pembuluh para dewa dalam mitologi Yunani’.

Kamus Mirriam Webster mendefinisikan petrikor sebagai bau tanah yang menyenangkan dan yang diasosiasikan dengan hujan. Bau ini berasal dari kombinasi minyak nabati yang mudah menguap, geosmin atau senyawa yang dihasilkan bakteri aktinomiste dari dalam tanah, dan minyak alami dari tumbuh-tumbuhan yang dihasilkan ketika musim kemarau. Kombinasi ketiga zat itu dilepaskan dari tanah ke udara dan lapisan ozon ketika turun hujan yang menghasilkan aroma petrikor. Aroma petrikor yang disukai manusia ketika hujan juga disebut aroma musk yang woody, menenangkan, dan sangat alami. Aroma yang membuat otak rileks dan membawa pikiran menjelajahi kenangan-kenangan pada masa lampau. Petrikor mulai disebut dalam beberapa cerpen dan puisi kekinian sebagai tanda orang-orang sekarang mulai mengenali aroma yang menenangkan ini dan menganggapnya sebagai sesuatu yang indah.

Manusia memang menyukai segala hal tentang hujan karena sejak dahulu kala kehidupan nenek moyang manusia sangat tergantung pada hujan. Mereka menjadikan air hujan sebagai sumber kehidupan, seperti untuk minum, memasak, mencuci, dan bercocok tanam. Air hujan juga dapat menyuburkan tanah dan menjadikan tumbuh-tumbuhan berbuah lebat. Air hujan juga bagus untuk kesehatan, seperti menetralkan pH darah, antioksidan yang menyingkirkan sel kanker, mengobati pencernaan, menghilangkan stres, dan membuat kulit awet muda karena kelembabannya. Hujan merupakan rahmat bagi sekalian alam, seperti yang terdapat dalam Al Qur’an Surat Al A’raf ayat 57: “Dialah yang mengirimkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan). Sehingga jika angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu”.

Demikian uraian mengapa kata “hujan” istimewa secara kebahasaan, kandungannya, proses terbentuknya, hingga aroma yang muncul ketika hujan. Kata “hujan” istimewa dan mengesankan karena mengandung banyak kebaikan bagi kehidupan manusia.

Tags: #Elly Delfia
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Proses Simulacrum Budaya dalam Karya Sastra

Berita Sesudah

Cerpen “Empat Belas Februari” Karya Oli Novedi Santi dan Ulasannya oleh Azwar Sutan Malaka

Berita Terkait

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Hegemoni Deiksis “We” dalam Perspektif Analisis Wacana Kritis

Minggu, 13/7/25 | 22:55 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik FIB Universitas Andalas) Kali ini, mari kita membaca ulasan yang...

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Perempuan Indonesia Tidak Mengenal Mekap

Minggu, 06/7/25 | 10:35 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas) Layakkah ini dijadikan kesimpulan? Perempuan...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Persoalan Kata Hidup dan Mati

Minggu, 29/6/25 | 08:02 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies) Kata hidup dan mati termasuk dua kata yang...

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Syarat Sebuah Paragraf yang Ideal

Minggu, 22/6/25 | 20:22 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik FIB Universitas Andalas) Mengenal syarat paragraf yang ideal dalam membuat...

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Dialek-dialek Bahasa Minangkabau yang (akan) Mulai Hilang

Minggu, 08/6/25 | 07:19 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas) Selasa lalu (3 Mei 2025) mahasiswa Sastra Indonesia...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Perbedaan Kata “Agak”, “Sedikit”, “Cukup”, dan “Lumayan”

Minggu, 01/6/25 | 11:00 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan) Edisi Klinik Bahasa Scientia kali ini akan...

Berita Sesudah
Cerpen “Empat Belas Februari” Karya Oli Novedi Santi dan Ulasannya oleh Azwar Sutan Malaka

Cerpen "Empat Belas Februari" Karya Oli Novedi Santi dan Ulasannya oleh Azwar Sutan Malaka

Discussion about this post

POPULER

  • Sekitar 150 warga Jorong Kampuang Surau, Nagari Gunung Selasih, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, menggelar aksi unik dengan mengarak TOA (pengeras suara) keliling kampung pada Minggu malam (13/7/2025).

    Warga Kampuang Surau Arak TOA Keliling Kampung, Tuntut Pengembalian 20 Persen Lahan dari PT BPSJ

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perayaan HUT Koperasi ke-78 di Bukittinggi, Bung Hatta Kembali Jadi Inspirasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hegemoni Deiksis “We” dalam Perspektif Analisis Wacana Kritis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Penggunaan Kata Ganti Engkau, Kau, Dia, dan Ia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Yusri Latif: Koperasi Harus Jadi Kunci Kebangkitan UMKM dan Potensi Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024