Minggu, 24/8/25 | 17:30 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI KREATIKA

Puisi-puisi Elsaradam dan Ulasannya Oleh Ragdi F. Daye 

Minggu, 28/3/21 | 05:57 WIB

Tuah

Hujan tiada henti membasahi bumi
Inikah yang dinamakan kota hujan?
Sampai-sampai mentari tiada berwujud

Berganti gumpalan awan gelap
Berhias petir dan gemuruh angin
Ke manakah tuahmu kota hujan?
Enggankah engkau memelukku
Membiarkanku menggigil di trotoar jalan

Sudah habiskah sapaan lembutmu
Hilangkah dentingan dawai kehangatanmu
Maaf, hari ini tiada tuah untukmu

Lubuk Lintah, 03 Desember 2016

BACAJUGA

Puisi-puisi Puti Fathiya Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Puisi-puisi Puti Fathiya Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Minggu, 01/6/25 | 06:46 WIB
Puisi-puisi Feiruzy Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Minggu, 27/4/25 | 16:31 WIB

 

 

Dikau

Terlalu lama menyelam akhirnya menyulam petaka
Menghentak dalam napas yang terengah
Pudar dalam kentara
Sayup dalam kedekatan

Solok, 5 Feb 2016

 

Buih Pepasir

Malam kian larut namun mata enggan terkantuk
Bayang-bayang masa silam kian sarat terbayang
Tak cukup perisai melawan gempuran
Tak kuat karang menahan gelombang
Hancur jua dalam kebimbangan
Kiat apa yang kan dibawa
Kalau kaca tetap pecah
Kalau jalan tetap bersimpang

Merah kental bak sago
Budi baiak takana juo
Lantunan nada rindu berbisik
Bersama angin, ia mendekat
Kalap, panik… harap tak tertahan
Hancur tetap ‘kan dirangkai kembali
Koyak tetap ‘kan dirajut kembali
Namun hati yang luka dan berdarah
Menganga, entah dengan apa ‘kan dibalut lagi

Solok, 1 Februari 2016

 

 

Kalam

Kawan, ada satu hal tak bisa dikau ubah dalam hidup ini
Deraian air mata takkan mengubah haluannya
Ratapan puisi takkan membuatnya luluh
Rangkaian kata kau rajut tak membuat dia bergeming
Dia bersemayam dalam gelak tawa
Dia bersinggasana di atas pilu dan sendu
Dia tertidur dalam pusara waktu
Dia hidup dalam sejarah jiwamu

Coba kau jawab wahai penguasa pena sastra
Takdir… ah ia memang raja dalam lika-liku hidup, tapi bukan itu, kawan!
Cinta… kelam menjadi benderang karenanya, namun bukan juga dia!
Masa lalu… yah memang itu jawabannya, kawan
Ia akan tetap seperti apa ia ditinggalkan tak berobah sedikit pun
Tak lekang karena panas tak lapuk karena hujan
Tak mati digilas roda zaman
Inilah kalam tak bertuan
Berguguran dari ujung ranting jiwa kesepian

Padang, 3 Desember 2015

 

Biodata:

Elsaradam adalah nama pena dari M. Saddam Husin lahir di Sungai Abang Kabupaten Tebo-Jambi 30 S1993. Tamatan Perguruan Thawalib Padang Panjang, sekarang mahasiswa Jinayah Siyasah IAIN IB Padang. Motonya: “Teruslah berkarya walaupun sekecil pepasir di pantai dengan mengharap ridho-Nya!” Dapat dihubungi melalui Fb: El Saradam.

 

 


Menghunjam Tuah Pena

 

Oleh Ragdi F. Daye
(Penulis Buku Kumpulan Puisi Esok yang Selalu Kemarin)

  

Inilah kalam tak bertuan
Berguguran dari ujung ranting jiwa kesepian

Azhari (2014) mengungkapkan bahwa proses kontemplasi yang dilakukan penyair dapat membentuk ciri-ciri terhadap tema yang diambilnya. Perenungan yang dimaksud adalah proses batiniah yang dilakukan oleh penyair sebelum menciptakan sebuah karya. Proses merenung sering memunculkan ide-ide yang tak terduga dan dari hal tersebutlah muncul makna-makna yang lebih dalam dari setiap diksi yang dipakai oleh penyair dalam puisinya. Setiap makna selalu memiliki tanda-tanda yang dapat dihubungkan untuk membentuk suatu makna baru yang mencakup keseluruhan isi karya puisi tersebut. Setiap penyair biasanya mempunyai waktu-waktu tertentu yang digunakan sebagai titik kontemplasinya untuk menaruh tanda-tanda di setiap makna puisinya.

Kreatika edisi ini menampilkan empat buah puisi Elsaradam, yakni “Tuah”, “Dikau”, “Buih Pepasir”, dan “Kalam”. Puisi-puisi Elsaradam cenderung tenang, menggunakan diksi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, masa silam, bayang-bayang harapan masa depan, dan jiwa kesepian. Tema-tema yang selalu menggoda untuk dituliskan menjadi bait-bait puisi.

Seperti pernyataan Azhari di atas, puisi biasanya lahir dari perenungan penyair atas fenomena kehidupan yang diperhatikannya, baik pengalaman pribadi, maupun pengalaman orang lain yang berseliweran di sekitar kehidupannya. Puisi pertama, mengungkapkan kesan penyair tentang daerah yang disebutnya ‘kota hujan’. Kota hujan dapat diartikan sebagai kota yang sering hujan, misalnya Padang Panjang di Sumatera Barat atau Bogor di Jawa Barat. Penggambaran cuaca muncul di bait pertama, Hujan tiada henti membasahi bumi/Inikah yang dinamakan kota hujan?/Sampai-sampai mentari tiada berwujud. Baris kedua mengindikasikan semacam keheranan atau pemastian apakah tempat yang dikunjungi sesuai dengan julukan. Pertanyaan retoris di baris kedua, dijawab pada bait kedua, berganti gumpalan awan gelap/ Berhias petir dan gemuruh angin. Memang demikian adanya, tempat yang digambarkan memang kota hujan.

Persoalan muncul ketika ‘aku’ lirik bertanya lagi, Ke manakah tuahmu kota hujan?/ Enggankah engkau memelukku/ Membiarkanku menggigil di trotoar jalan. Tuah yang dipertanyakan aku lirik jika dihubungkan dengan larik-larik sebelumnya mengacu pada status ‘kota hujan’, namun kata ‘menggigil’ jadi kurang untuk meragukan tuah karena efek keberadaan hujan memang rasa kedinginan. Berbeda jika yang dipertanyakan tokoh aku lirik adalah keramahtamahan si kota hujan yang tidak ada lagi sehingga membiarkan dia terlantar di pinggir jalan tanpa kehangatan. Diksi ‘tuah’ yang dipakai penyair belum didukung oleh imaji dan metafora yang kuat untuk menghadirkan ironi hilangnya kesaktian atau keistimewaan negeri tersebut.

Puisi kedua, “Dikau” mulai bermain-main dengan diksi. Puisi pendek ini menghadirkan frasa yang berpasang-pasangan di setiap larik, yakni ‘menyelam’ dan ‘menyulam’, ‘menghentak’ dan ‘terengah’, ‘pudar’ dan ‘kentara’, serta ‘sayup’ dan ‘kedekatan’. Ada pasangan yang klop, namun ada juga yang menimbulkan imajinasi absurd, yakni baris Terlalu lama menyelam akhirnya menyulam petaka. Imajinasi visual menyelam akan menghadirkan alam bawah air dengan ikan-ikan dan fauna hidrial lain, namun citraan menyulam akan memunculkan visual kain, jarum, dan benang. Barangkali, menyulam sambil menyelam dapat juga menimbulkan keasyikan.

Pradopo (2009) mengatakan bahwa penyair hendak mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya seperti yang dialami batinnya melalui kata-kata yang dipilih untuk mewakili gagasan yang disampaikan atau menggunakan diksi. Diksi adalah pemilihan kata-kata yang memiliki kedudukan sangat penting dalam puisi. Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah karya sastra (Nurgiyantoro, 2010:272). Bahasa dalam seni sastra tersebut dapat disamakan dengan cat warna. Sebagai salah satu unsur terpenting, maka bahasa sastra. Menggunakan bahasa untuk menyampaikan gagasan dan imajinasi dalamproses penciptaan karya sastra sangat diperlukan oleh setiap pengarang. Hal ini menyiratkan bahwa karya sastra merupakan peristiwa bahasa. Dengan demikian, unsur bahasa merupakan sarana yang penting dandiperhitungkan dalam penyelidikan suatu karya sastra, karena bahasa berfungsiuntuk memperjelas makna. Sebagai karya yang bersifat fiktif, karya sastra bisa menjadi media curahan hati yang efektif bagi pengarangnya dalam bentuk tulisan menjadi puisi, cerpen, novel, maupun naskah drama. Karya sastra yang ditulis pengarang tersebut kemudian dibaca dan dipahami oleh pembaca sehingga pembaca dapat mengerti maksud dan pesan yang disampaikan oleh pengarang melalui karyanya tersebut.

Puisi kedua dan ketiga mencoba menggunakan larik-larik yang panjang dengan tiplogi yang diupayakan tertata. Namun, pemilihan diksi yang padat dan mampu menghantarkan makna masih menjadi persoalan penyair. Sejumlah kata masih dapat digantikan posisinya dalam struktur dengan kata atau metafora lain, atau dihilangkan untuk keutuhan struktur sehingga menghasilkan imaji yang solid. Lantunan nada rindu berbisik/ Bersama angin, ia mendekat/ Kalap, panik… harap tak tertahan/ Hancur tetap ‘kan dirangkai kembali/ Koyak tetap ‘kan dirajut kembali/ Namun hati yang luka dan berdarah/ Menganga, entah dengan apa ‘kan dibalut lagi. Meski belum kokoh, bait ini tertolong oleh bunyi-bunyi kakafoni seperti ‘bisik’, ‘kalap’, ‘panik’, ‘koyak’, ‘rajut’, dan ‘balut’ yang menimbulkan efek suasana murung dan sumbang.

Antiklimaks upaya merangkai diksi terjadi di puisi keempat, “Kalam”. Baris-baris dalam puisi ini masih terkesan mentah, perlu direnungkan lagi supaya tidak terjebak menggunakan struktur kalimat yang menyerupai orasi yang verbal kehilangan gugus-gugus metafora yang menyurukkan makna, ‘berguguran dari ujung ranting jiwa kesepian’, yang justru memperkuat keindahan puisi. Selamat menempuh hidup baru, Elsaradam! Ditunggu puisi baru yang lebih menggelora.

Catatan:

Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca.

Tags: #Ragdi F. DayeELSARADAM
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Wajah Lelah Mamak

Berita Sesudah

Indonesia Darurat Toleransi, Moderasi Beragama Agenda Urgen

Berita Terkait

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara dan Ulasannya oleh Azwar

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara dan Ulasannya oleh Azwar

Minggu, 08/6/25 | 16:36 WIB

  Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara Alienasi Hidup Kita hanya seorang pelancong Yang mengembara segala tempat Lalu tinggal – termenung Di...

Puisi-puisi Puti Fathiya Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Puisi-puisi Puti Fathiya Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Minggu, 01/6/25 | 06:46 WIB

Puisi-puisi Puti Fathiya Azzahra Gambar Diri Ini gambar diri. Aku yang berjalan tak selalu lurus, kadang tersandung bayangan sendiri, cerobohku...

Cerpen “Seberkas Titik yang Masih Tertinggal” Karya Arifah Prima Satrianingrum dan Ulasannya oleh Azwar

Cerpen “Seberkas Titik yang Masih Tertinggal” Karya Arifah Prima Satrianingrum dan Ulasannya oleh Azwar

Minggu, 25/5/25 | 09:15 WIB

Seberkas Titik yang Masih Tertinggal Cerpen Oleh: Arifah Prima Satrianingrum   Siang itu, matahari dengan terik mengambang di Padang. Ruas-ruas...

Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

Minggu, 11/5/25 | 07:10 WIB

Puisi-puisi Farha Nabila   Kanak-Kanak dalam Diri Tatkala kutemukan diriku dalam relung kesepian Yang disana takkan kutemukan dengungan sumpah serapah...

Cerpen “Sejauh Apapun, Kau Akan Selalu Hebat” karya Balqin Adzra dan Ulasannya oleh M. Adioska

Cerpen “Sejauh Apapun, Kau Akan Selalu Hebat” karya Balqin Adzra dan Ulasannya oleh M. Adioska

Minggu, 04/5/25 | 08:40 WIB

Sejauh Apapun, Kau Akan Selalu Hebat Karya: Balqin Adzra   “Silahkan mampir! Kami mempunyai mochi varian baru!” teriak sang penjual...

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Minggu, 27/4/25 | 16:31 WIB

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra   Merindu Nagari Nan Jauh Tiap langkah yang menapak Meninggalkan rindu yang menjejak Risau nan gulandah memenuhi...

Berita Sesudah
Indonesia Darurat Toleransi, Moderasi Beragama Agenda Urgen

Indonesia Darurat Toleransi, Moderasi Beragama Agenda Urgen

Discussion about this post

POPULER

  • Gubernur Sumbar terima penghargaan.[foto : ist]

    Sumbar Raih Penghargaan Nasional Perhutanan Sosial 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aduh! Maarten Paes Cedera, Absen Bela Timnas Indonesia 6-8 Minggu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PCNU Dharmasraya Gelar Konfercab ke-V

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • IPNU-IPPNU Pesisir Selatan Cetak Pemimpin Baru, Teguhkan Semangat Kaderisasi Pelajar NU

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pawai Alegoris Meriahkan HUT ke-80 RI di Kota Pariaman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duka Kecelakaan Kereta di Padang: Wagub Sumbar Desak Perbaikan Sistem Keselamatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mahyeldi Lantik 14 Pejabat Baru, Dorong Kinerja Pemprov Sumbar Lebih Profesional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024