Selasa, 18/11/25 | 01:40 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Perbedaan Tren Skena dan Kalcer

Minggu, 19/10/25 | 23:58 WIB

Oleh: Aprinalia Pratiwi
(Mahasiswa MKWK Bahasa Indonesia dan S1 Teknik Lingkungan Universitas Andalas)

 

Dalam derasnya arus perkembangan zaman, manusia dituntut untuk senantiasa beradaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi di sekitarnya. Perubahan ini tidak hanya mencakup aspek teknologi informasi, tetapi juga menyentuh ranah gaya hidup, pola pikir, hingga budaya yang dianut oleh masyarakat. Tren kekinian sebagai salah satu produk dari dinamika zaman, kini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, khususnya di kalangan generasi muda. Apa yang dulu dianggap tidak lazim atau asing, kini justru menjadi hal yang lumrah dan bahkan dijadikan standar dalam bersosialisasi, berkomunikasi, hingga mengekspresikan diri. Fenomena ini mencerminkan betapa kuatnya pengaruh zaman terhadap cara hidup manusia modern. Fenomena tersebut adalah tren skena dan kalcer. Dua kata ini sangat marak digunakan remaja gen Z saat ini. Skena dan kalcer erat kaitannya dengan pola hidup dan fashion yang digunakan remaja saat ini yang identik dengan gaya fashion yang aesthetic dan casual.

BACAJUGA

No Content Available

Lalu apa sebenarnya kalcer dan skena itu? Skena berasal dari bahasa Inggris scene, yang berarti sebuah lingkaran atau komunitas dengan minat dan aktivitas tertentu. Skena seringkali diartikan sebagai perkumpulan orang-orang yang berfokus pada minat, kegiatan, atau  identitas  budaya  tertentu  (Ayuna, 2023).  Menurut  kajian  sosiologis,  individu  dan  kelompok berinteraksi serta  terbentuk berdasarkan  pengalaman bersama yang unik . Di dalam sebuah skena tempat berkumpul orang-orang yang merasa tidak diakomodasi oleh arus utama (Zamroni, 2022). Dalam konteks sosial budaya, konsep skena tidak hanya mencakup apa yang terlihat secara langsung, tetapi juga melibatkan identitas, nilai, norma yang berkembang di dalamnya.

Dalam bahasa gaul, skena adalah singkatan dari tiga kata yaitu Sua, cengKErama dan kelaNa. Awalnya, ketiga kata itu terdengar kurang populer di kalangan Gen Z, tetapi berkat singkatan skena, kata-kata itu jadi ‘hidup’ lagi.  Sua artinya ketemu atau kumpul-kumpul, cengkerama artinya interaksi, ngobrol-ngobrol sambil saling bercanda dan ketawa-ketiwi. Nah, kelana artinya melakukan perjalanan atau nge-trip. Kesimpulannya, skena adalah istilah gaul untuk menyebutkan suatu perkumpulan anak muda yang suka nongkrong, bercengkerama, dan jalan-jalan.

Kondisi lingkungan dalam skena yang terbentuk dari individu-individu dengan visi yang sama biasanya ditentukan oleh adanya kesamaan tujuan, nilai, dan ekspresi budaya yang dipegang teguh oleh  anggotanya  (Anggiani, 2021).  Lingkungan ini  cenderung mendorong  terbentuknya suasana kolaboratif, dukungan timbal balik menjadi elemen penting dalam interaksi  sosial. Hal ini memungkinkan anggota skena untuk mengekspresikan identitas mereka secara bebas dan autentik tanpa takut akan adanya penolakan atau kritik dari dalam kelompok.

Skena mencerminkan dinamika sosial yang terjadi akibat pengaruh media  sosial terhadap persepsi dan interaksi dalam kelompok-kelompok subkultur. Pada awalnya, skena dipandang sebagai sebuah lingkungan sosial yang dibentuk oleh kesamaan visi dan minat di antara anggotanya, seperti dalam skena musik indie, skena skate, skena seni, atau skena fotografi, di mana ikatan sosial dan nilai-nilai komunal menjadi  pusat  dari identitas  kelompok tersebut. Namun, seiring  berjalannya waktu, media sosial  telah mempengaruhi  transformasi makna  skena dari  yang semula merupakan cerminan dari komunitas dan solidaritas berbasis minat, menjadi lebih terkait dengan aspek visual dan penampilan atau yang disebut sebagai “fashion.”

Tren fashion skena di kalangan mahasiswa sering kali mencerminkan perpaduan antara ekspresi individualitas dan afiliasi dengan  subkultur  tertentu. Ciri-ciri pakaian skena identik dengan kaos band, baggy jeans, sepatu docmart, celana cargo, hoodie dan tote bag. Tongkrogan anak skena biasanya di tempat yang hidden gem dan vintage, seperti studio kecil, coffe shop yang vintage atau bar dengan genre techno.

Kelompok skena juga telah mendominasi di Kota Padang. Remaja skena ini banyak mendominasi cafe-cafe kecil atau warung kopi di Kota Padang. Selain itu, sering kali anak-anak skena berkelana di dekat pantai atau yang sekarang lagi trending di Sumatera Barat adalah kawasan Alahan Panjang. Di sana kelompok anak skena banyak berkumpul melakukan berbagai kegiatan seperti kemping atau hanya sekedar bermain di alam dan foto ootd-an.

Selanjutnya, kalcer. Dikutip dari babelinsight.id, Ivan Lanin, salah seorang pelestari Bahasa menyebut kalcer sebagai kata yang diambil dari bahasa Inggris yaitu culture yang berarti budaya yakni hasil kegiatan dari penciptaan batin manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat, sedangkan dalam bahasa gaul kalcer merujuk pada gaya hidup yang sedang hits atau tren yang berpotensi menjadi satu kebudayaan baru. Kalcer dalam bahasa gaul mulai luas digunakan di kalangan pesepeda mulai tahun 2020, bertepatan dengan era pandemi COVID-19. Pengalaman saat pandemi yang luas mempengaruhi seluruh lini kehidupan, membuat hobi-hobi sehat, seperti bersepeda yang kian digandrungi. Kata kalcer yang digunakan di kalangan pesepeda sendiri merujuk pada sepeda kalcer yang sedang ngetren.

Kata kalcer seringkali diidentikkan dengan sesuatu yang berkualitas dan memiliki nilai lebih di mata masyarakat, khususnya gen Z. Istilah ini mencerminkan citra positif dan menjadi simbol dari hal-hal yang dianggap keren dan layak untuk diikuti, misalnya dalam dunia fashion, kalcer bisa merujuk pada tren pakaian yang sedang digandrungi banyak orang.

Tren fashion kalcer identik dengan  streetwear yang simpel dan estetik, seringkali dengan dominasi warna netral atau hitam, mengoleksi dan memakai sneakers hits, seperti Adidas Samba, Nike Dunk Low, atau New Balance 530, menggunakan aksesori seperti kalung, cincin, atau tote bag polos. Laptop yang dihiasi stiker-stiker sering dianggap sebagai identitas visual saat nongkrong di kafe. Anak kalcer sering kali nongkrong di kafe artisan untuk bekerja, membaca, atau membuat konten media sosial.

Beberapa waktu terakhir juga ada sebuatan “pelari kalcer” yaitu sebutan bagi seorang pelari yang memperhatikan penampilan dan perlengkapan, mulai  dari sepatu berteknologi carbon plate hingga barang-barang branded. Tren pelari kalcer semakin meluas setelah munculnya sound pelari kalcer di tiktok, mencerminkan gaya hidup urban yang memperhatikan aspek visual dalam olahraga.

Ciri khas pelari kalcer yaitu  menggunakan pakaian olahraga yang stylish, sepatu berteknologi carbon plate, smartwatch, dan aksesori lainnya serta sering mengikuti acara lari dan berbagi pencapaian di media sosial. Mereka seringkali dengan caption inspiratif atau lucu.

Tren skena dan kalcer sangat memberikan dampak positif ketika kita dapat memilah lingkungan yang positif juga. Mengapa di bilang positif? Karena komunitas ini mencerminkan dinamika budaya populer yang terus berkembang, terutama di kalangan anak muda. Keduanya sering kali lahir dari komunitas tertentu dan berkembang menjadi identitas sosial,budaya, gaya hidup, hingga gerakan kreatif. Kalcer menunjukkan bagaimana nilai, gaya, dan preferensi budaya berubah dari waktu ke waktu, sementara skena lebih menekankan pada lingkup komunitas atau subkultur yang memiliki estetika, musik, fashion, dan perilaku khas.

Di era digital, tren ini sangat dipengaruhi oleh media sosial yang mempercepat penyebaran dan adopsi budaya baru. Perpaduan antara globalisasi dan lokalitas juga menciptakan tren kalcer dan skena yang unik di berbagai wilayah. Tren kalcer dan skena memberikan ruang bagi mereka untuk berekspresi, mengeksplorasi identitas, serta membangun komunitas yang solid berdasarkan minat dan nilai yang sama. Namun, penting bagi generasi muda untuk tetap kritis dan selektif dalam mengikuti tren agar tidak kehilangan jati diri dan terjebak dalam budaya konsumtif yang semu. Dengan memanfaatkan tren tersebut secara positif, generasi muda dapat menjadikannya sebagai sarana pengembangan diri, kreativitas dan solidaritas sosial yang bermanfaat untuk masa depan.

Tags: #Aprinalia Pratiwi
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Identitas Lokal dalam Buku Puisi “Hantu Padang” Karya Esha Tegar

Berita Sesudah

Puisi-puisi Maryatul Kuptiah

Berita Terkait

Sengketa Dokdo: Jejak Sejarah dan Pelajaran untuk Masa Kini

Sengketa Dokdo: Jejak Sejarah dan Pelajaran untuk Masa Kini

Minggu, 16/11/25 | 13:49 WIB

Oleh: Imro’atul Mufidah (Mahasiswa S2 Korean Studies Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan)   Kebanyakan mahasiswa asing yang sedang...

Puisi-puisi M. Subarkah

Budaya Overthinking dan Krisis Makna di Kalangan Gen Z

Minggu, 16/11/25 | 13:35 WIB

Oleh: M. Subarkah (Mahasiswa Prodi S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)   Di tengah gemerlap dunia digital dan derasnya...

Aspek Pemahaman Antarbudaya pada Sastra Anak

Belajar Budaya dan Pendidikan Karakter dari Seorang Nenek yang ‘Merusak’ Internet

Minggu, 16/11/25 | 13:27 WIB

Oleh: Andina Meutia Hawa (Dosen Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)   Di ruang keluarga. Seorang nenek sedang...

Identitas Lokal dalam Buku Puisi “Hantu Padang” Karya Esha Tegar

Konflik Sosial dan Politik pada Naskah “Penjual Bendera” Karya Wisran Hadi

Minggu, 02/11/25 | 17:12 WIB

  Pada pukul 10:00 pagi, 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Berkat desakan dari golongan muda,...

Aia Bangih Bukan Air Bangis

Apa Pentingnya Makna?

Minggu, 02/11/25 | 16:43 WIB

Oleh: Ahmad Hamidi (Dosen Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)    Apa pentingnya makna? Sejauh mana ia menggambarkan...

Lari Pagi atau Sore, Mana yang Lebih Efektif ?

Lari Pagi atau Sore, Mana yang Lebih Efektif ?

Minggu, 26/10/25 | 11:27 WIB

Oleh: Muhammad Afif  (Mahasiswa MKWK Bahasa Indonesia dan Mahasiswa Departemen Teknik Sipil Universitas Andalas)   Beberapa tahun terakhir, olahraga lari...

Berita Sesudah
Puisi-puisi Maryatul Kuptiah

Puisi-puisi Maryatul Kuptiah

POPULER

  • Wali Kota Padang Fadly Amran resmikan, Jalan Taratak Saiyo yang menghubungkan dua kelurahan di Kecamatan Pauh, Sabtu (15/11). (Foto:Ist)

    Walikota Resmikan Pembangunan Jalan Taratak Saiyo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Walikota Padang Apresiasi Festival Merandang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Wabup Solok Pimpin Aksi Bersih-Bersih pada Peringatan HUT PGRI dan Hari Guru Nasional 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Budaya Overthinking dan Krisis Makna di Kalangan Gen Z

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Oleh sebab itu, Oleh karena itu, atau Maka dari Itu?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024