Alex menyebut, di balik janji peningkatan ekspor Indonesia ke pasar AS, kebijakan ini justru membuka keran impor barang-barang murah dari luar negeri. Imbasnya, pasar domestik terancam dibanjiri produk asing, mulai dari unggas, jagung, kedelai, hingga daging sapi, yang bisa menghancurkan harga produk lokal dan mematikan pelaku usaha kecil.
“Jangan sampai kita kembali menjadi pasar pasif yang hanya menampung limpahan barang murah dari luar negeri, sementara petani dan peternak kita justru menjadi korban,” tegas legislator asal Sumatera Barat I itu, Jumat (17/7/2025).
Kesepakatan dagang tersebut diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump, yang mengklaim telah mencapai titik temu langsung dengan Presiden Prabowo Subianto. Dalam perjanjian itu, Indonesia dikenakan tarif ekspor sebesar 19 persen untuk produk yang masuk ke pasar AS, sementara produk dari AS justru bebas bea masuk ke Indonesia.
Alex menilai, kebijakan sepihak semacam ini tak hanya merugikan neraca perdagangan, tapi juga menyimpan potensi bencana sosial. Menurutnya, peternak unggas mandiri yang menopang lebih dari 5 juta lapangan kerja di Indonesia akan paling terdampak.
“Jika ayam beku asal AS dijual lebih murah dari biaya produksi peternak lokal, bagaimana mereka bisa bertahan? Ini bukan sekadar dagang, ini pengabaian terhadap keberlangsungan hidup rakyat kecil,” tandasnya.
Alex juga memperingatkan, langkah ini bisa mempercepat deindustrialisasi sektor pangan. Di saat pemerintah menggaungkan ketahanan pangan, kebijakan ini justru melemahkan fondasi utamanya: petani dan peternak lokal.
Atas dasar itu, Alex mendesak Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk segera mengkaji ulang kebijakan tersebut. Ia juga menuntut pemerintah menyiapkan mekanisme pengamanan pasar dalam negeri, seperti safeguard, kuota impor, hingga perlindungan harga dasar bagi pelaku usaha lokal.
“Kebijakan sebesar ini tak bisa didasarkan pada euforia kesepakatan politik semata. Harus ada hitung-hitungan ekonomi yang jernih, transparan, dan berpihak pada rakyat,” ucapnya.
Ia menekankan agar pemerintah membuka data analisis dampak jangka panjang, terutama terhadap ketahanan pangan, daya beli masyarakat, dan keberlangsungan UMKM sektor pertanian dan peternakan.
“Jangan ulangi kesalahan lama. Kedaulatan pangan bukan barang tawar-menawar di meja diplomasi dagang,” pungkas Alex.(yrp)