
Pesisir Selatan, Scientia.id —Dosen Program Studi Sastra Indonesia Universitas Andalas memberikan penyuluhan penggunaan bahasa yang santun kepada masyarakat Nagari Tanah Bakali, Air Pura, Pesisir Selatan pada Sabtu (17/05/2025). Penyuluhan yang dilaksanakan di Masjid Baitul Makmur ini dihadiri oleh masyarakat Nagari Tanah Bakali dan juga sebelas orang dosen Sastra Indonesia yang terdiri atas Dr. Aslinda, Dr. Fajri Usman, Dr. Ronidin, Dr. Ria Febrina, Dra. Noviatri, M.Hum., Leni Syafyahya, S.S., M.Hum., Alex Darmawan, S.S., M.A., Rizky Amelya Furqon, S.S., M.A., Andina Meutia Hawa, M.Hum., Roma Kyo Kae Saniro, M.Hum., dan Ahmad Hamidi, M.Hum.
Ketua Program Studi Sastra Indonesia, Dr. Aslinda, M.Hum., menyatakan bahwa pengabdian ini penting untuk dilakukan karena banyak temuan dari kasus-kasus kebahasaan yang dikerjakan oleh ahli bahasa Universitas Andalas yang menunjukkan telah terjadi kekerasan verbal dari orang tua kepada anak dan juga kekerasan verbal dari anak kepada orang tua.
Sementara itu, Dr. Ria Febrina, Ketua Pengabdian kepada Masyarakat, menjelaskan bahwa dosen Sastra Indonesia Universitas Andalas sangat menyayangkan terjadinya kekerasan verbal tersebut di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
“Dari kasus-kasus kebahasaan yang terjadi, salah satu penyebabnya adalah tingkat pendidikan orang tua yang rendah sehingga menyebabkan mereka dengan mudah menggunakan kata-kata kasar ketika marah kepada anak-anak,” ujar Dr. Ria Febrina kepada Scientia.
Menurut Dr. Ria Febrina, anak-anak yang tumbuh dengan kondisi ini akan menjadi anak-anak, remaja, dan orang tua yang akan kasar juga kepada generasi mereka selanjutnya. Bahkan, lebih lanjut Dr. Ria Febrina menjelaskan bahwa selain tingkat pendidikan yang rendah yang dimiliki orang tua, faktor ekonomi dan juga faktor psikologi juga memengaruhi orang tua dalam berkata kasar kepada anak-anak mereka.
“Orang tua dengan ekonomi lemah cenderung tidak bisa mengontrol emosi sehingga ketika anak-anak tidak mengerjakan tugas rumah dengan baik, mereka akan langsung marah dengan menggunakan kata-kata kasar. Mereka dengan mudah menyebut anak-anak mereka dengan nama-nama binatang berkaki empat, nama-nama penyakit yang mematikan, seperti kolera, atau nama anggota tubuh yang tabu untuk disebutkan,” jelas Dr. Ria Febrina.
Jika orang tua menyebut anak-anak mereka dengan nama-nama tidak baik, bagi Dr. Ria Febrina, sama saja orang tua tersebut menilai diri mereka seperti itu. Orang tua yang menyebut anak-anak mereka dengan nama binatang berkaki empat, sama saja ia menyebut diri mereka sendiri sebagai orang tua dari anaknya yang binatang berkaki empat tersebut.
“Sayangnya tak banyak orang tua menyadari hal tersebut sehingga yang penting bagi mereka adalah melepaskan emosi. Padahal, kata-kata yang disampaikan tersebut akan menjadi bagian dalam proses tumbuh kembang berbahasa si anak. Anak cenderung meniru bahasa yang dipakai orang tuanya,” ujar Dr. Ria Febrina.
Dalam kajian linguistik, menurut Dr. Ria Febrina, hal ini berkenaan dengan pemerolehan bahasa anak. Anak yang memperoleh bahasa yang baik dan santun akan tumbuh menjadi remaja yang santun berbahasa, sebaliknya anak yang tumbuh dengan bahasa yang tidak santun dan suka berkata kotor, mereka akan menjadi pribadi yang mudah juga untuk berkata kotor kepada orang lain, termasuk kepada orang tua sendiri.
Meskipun kondisi ini terjadi, Dr. Ria Febrina menjelaskan bahwa masih ada cara yang lebih baik dalam mendidik anak. Salah satunya dengan menggunakan kosakata atau kalimat yang baik ketika marah.

“Orang tua dapat menggunakan kata-kata baik dalam marah, seperti jadi urang sukses juo lah ang bisuak, hiduik sanang juo dek nyo. Indak paralu ang mancuci baju takah aden ko do. Ado juo pembantu nan manolong bini ang bisuak. Orang tua bisa menggunakan kata ini karena di samping menjadi doa untuk si anak, sejatinya kalimat-kalimat seperti ini akan mengubah emosi orang tua yang awalnya sangat marah, pasti menjadi berkurang,” ujar Ketua Pengabdian yang baru meluluskan studi S-3 di Universitas Gadjah Mada ini.
Dr. Ria Febrina menjelaskan bahwa telah dilakukan beberapa observasi terhadap ibu-ibu muda di beberapa kota, seperti Kota Padang, Kota Jakarta, dan Kota Yogyakarta. Orang tua muda saat ini sudah menggunakan kata anak saleh, anak salehah, anak hebat, dan anak pintar ketika marah kepada anaknya. Penggunaan kata ini berhasil membuat ibu-ibu muda ini merasakan emosinya berkurang ketika marah. Menurut para ibu muda ini, ini jauh lebih baik dibandingkan ia menggunakan kekerasan verbal terhadap anak. Anak-anak yang sering terpapar kosakata kasar akan bisa menyebabkan mereka depresi, menjadi anak asosial, dan bisa menjadi anak yang kasar kepada orang lain, termasuk kepada orang tua sendiri.
“Para ibu muda ini tidak ingin hal tersebut terjadi,” jelas Dr. Ria Febrina.
Dalam pengabdian kepada masyarakat ini, para dosen Sastra Indonesia Universitas Andalas menekankan kepada masyarakat Nagari Tanah Bakali bahwa amat penting bagi orang tua menggunakan kata-kata yang baik kepada anak. Kata-kata baik yang diberikan akan kembali kepada mereka suatu saat.
Baca Juga: Mahasiswa Unand KKN, Gubernur Mahyeldi: Harus Berkontribusi Bagi Pembangunan Nagari
Dr. Ria Febrina dan seluruh dosen Sastra Indonesia Universitas Andalas berharap penyuluhan kesantuan berbahasa ini dapat membuka wawasan masyarakat Nagari Tanah Bakali, Air Pura, Pesisir Selatan agar ke depan mereka bisa mendidik anak-anak mereka dengan kalimat-kalimat yang baik. (*)