
Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah)
Pada 3 November 2024 di rubrik Renyah, saya pernah menuliskan kisah pertama saya jatuh cinta pada buku-buku lama. Tulisan itu berbicara tentang momen awal berkenalan hingga rasa penasaran yang berujung ketertarikan mendalam, terutama pada buku-buku sastra klasik. Hari ini, izinkan saya menyambung cerita itu—bukan sekadar nostalgia, tetapi sebuah perjalanan baru yang penuh kejutan. Sebab, berburu buku lama bukan hanya soal menemukan teks kuno di antara rak-rak berdebu, melainkan juga tentang bertemu kisah-kisah tak terduga yang melingkupinya.
Kali ini, yang menarik dari perjalanan saya berburu buku langka adalah pengalaman menjelajahi dunia penjual daring. Siapa sangka, toko buku daring ini ternyata tak kalah memikat dibandingkan pasar loak atau toko buku antik fisik. Teman-teman penjual daring ini benar-benar ahli dalam mengelompokkan koleksinya. Mulai dari buku-buku terbitan lokal, khususnya karya penerbit-penerbit Sumatera Barat, hingga buku-buku langka terbitan luar negeri.
Berburu buku langka di toko daring rasanya seperti menjelajahi perpustakaan digital yang penuh kejutan. Hal paling menyenangkan, saya sering menemukan buku-buku lama yang bahkan sulit dijumpai di toko buku antik sekalipun. Beberapa di antaranya adalah buku-buku terbitan pertama dari penerbit-penerbit lokal di Sumatera Barat. Tentu saja ini membawa nuansa sejarah dan kekayaan budaya tersendiri.
Pengalaman seru lainnya adalah ketika saya mulai berkenalan dengan jaringan penjual buku langka di media sosial. Siapa sangka, pertemuan virtual ini membuka pintu menuju dunia baru yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Dari obrolan santai, saya menemukan koleksi-koleksi unik yang tak hanya berupa buku, tetapi juga serpihan sejarah. Ada catatan nota jual beli buku tempo dulu, selebaran iklan toko buku dan penerbit jadul, hingga dokumen-dokumen kecil yang menyimpan jejak masa lalu.
Bagi saya, temuan ini bukan sekadar pembelian biasa, tetapi harta karun yang begitu berharga, terutama dalam mendukung penulisan tesis saya kala itu. Setiap buku, nota, atau selebaran yang berhasil saya kumpulkan seperti membawa cerita tersendiri. Tak sekadar menjadi koleksi pribadi di rak buku, semuanya menjelma jendela kecil yang membuka wawasan tentang kekayaan budaya, perjalanan penerbitan, dan dinamika literasi, khususnya di Sumatera Barat.




