Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia)
Adakah obat agar tidak mabuk dalam perjalanan yang lebih manjur dibandingkan tidur? Begitu tanya seorang teman yang selalu tidur saat dalam perjalanan. Hampir setiap perjalanan entah itu dekat atau jauh, baik dalam kota maupun luar provinsi ia selalu ketiduran.
Alasannya adalah karena ia sering pusing kalau terlalu lama di dalam mobil, entah itu kondisi jalan lurus atau banyak tikungan. Jika dipaksa juga ikut dalam bepergian, ia selalu minta duduk di depan. Namun begitu, masih tetap merasa pusing walau tidak sampai mual.
Kebiasaannya itu pun menulur ke beberapa rekan lainnya. Dalam beberapa rute perjalanan, hampir semuanya menjadi mual. Hal tiu dikarenakan melihat dan mendengar suara mual dari rekan tersebut.
Dalam beberapa artikel daring yang saya baca, ada beberapa penyebab dari seseorang mengalami mabuk dalam perjalanan. Hal itu dipicu oleh terganggunya sistem pengaturan posisi dan keseimbangan tubuh di dalam otak dan bagian telinga dalam. Sebab, telinga dalam dan otak merupakan pusat pengeatur keseimbangan dan posisi tubuh.
Dalam suatu kesempatan perjalanan, saya menemukan seorang rekan menjadi mual akibat terlalu lama menonton di layar smartphone. Sebelum perjalanan kondisinya sehat dan bugar, dan tidak punya riwayat sering mual dalam perjalanan darat. Merujuk pada penyebab mabuk darat tadi, mungkin saja akibat ketidakselarasan di antara telinga ataupun mata rekan tersebut.
Pada kasus ini, saya pun pernah mengalaminya. Namun, saat itu rute perjalanan yang saya tempuh terlalu banyak tikungan dan posisi duduk di bagian belakang (baris tiga tipe mini bus). Rasa pusing dan mualnya itu masih belum hilang walau sudah sejam lebih tiba di tujuan.
Kembali pada pertanyaan awal tadi yaitu tidur sebagai obat manjur mengatasi mabuk perjalanan darat. Setidaknya, selama saya menempuh perjalanan bersama rekan itu cara itu selalu ampuh. Saya tidak pernah melihat ia mual selama ia selalu tidur sampai tujuan pemberhentian. Paling tidak, ia akan bangun kalau kendaraan itu berhenti lama seperti pemberhentian makan.
Hal menariknya, dalam perjalanan ke luar kota saya dan rekan-rekan tidur. Sebelumnya, kami sudah membuat kesepakatan selama perjalanan tidur dan akan bangun saat pemberhentian makan atau tiba di lokasi tujuan. Benar-benar membiarkan sopir sendirian tanpa ada yang menemina bicara.
Saya yakin rekan yang bertugas mengemudi saat itu kesal. Buktinya, saat berhenti di salah satu warung makan ia tidak membangunkan kami yang ketiduran. Saya curiga ia berhenti dan makan dengan sendiri. Saya kira ini harus menjadi pertimbangan untuk tidak tidur meningglkan rekan mengemudi sendirian.
Discussion about this post