Oleh: Yori Leo Saputra
(Alumnus S-1 Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas)
Bahasa Indonesia memiliki banyak imbuhan serapan. Imbuhan serapan adalah imbuhan yang bersumber dari bahasa asing ataupun bahasa daerah (Putrasaya, 2008:9). Pada dasarnya, imbuhan serapan memiliki beberapa jenis dalam bahasa Indonesia, di antaranya ada berupa awalan dan ada berupa akhiran. Imbuhan serapan yang tergolong jenis awalan seperti pra-, tuna-, pramu-, maha-, non-, dan swa-, sedangkan imbuhan serapan yang tergolong jenis akhiran seperti –man, -wan, -wati, -a, -i, -in/at, -ani, –iah, -is dan –isme.
Salah satu imbuhan serapan tersebut ialah imbuhan –is. Menurut Eliastuti dalam artikelnya yang berjudul “Etimologi Sufiks Asing dalam Bahasa Indonesia pada Rubrik Zoom Out dalam Koran Tempo” menyebutkan secara etimologi, imbuhan –is dalam bahasa Indonesia berasal dari –isch, -ist (bahasa Belanda) dan –ic, -teal (bahasa Inggris). Contoh ini dapat dilihat pada penggunaan kata praktis dan kata biologis.
Pada kata praktis terlihat menggunakan imbuhan –is di belakangnya. Secara etimologi, kata praktis berasal dari bahasa Belanda praktisch, yang berarti ‘berdasarkan praktik.’ Dalam Ejaan Yang Disempurnakan V (2022), khusus dalam tata cara penulisan unsur serapan, semestinya telah disebutkan bahwa “gabungan huruf ch yang dilafalkan /s/ atau /sy/ menjadi s”. Oleh sebab itu, kata praktisch (bahasa Belanda) menjadi praktis dalam bahasa Indonesia. Menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Repbulik Indonesia dalam KBBI V (2016), kata praktis merupakan adjektiva yang memiliki makna 1) ‘berdasarkan praktik’, 2) ‘mudah dan senang memakainya (menjalankan dan sebagainya).’
Selanjutnya, kata biologis. Pada kata biologis juga terlihat menggunakan imbuhan –is di belakangnya. Secara etimologi, kata biologis berasal dari bahasa Inggris biological yang dibentuk dari kata biology dan akhiran –cal, yang berarti ‘berhubungan dengan ilmu hayat’. Kata biologis dalam KBBI V (2016) diartikan ‘bersangkutan dengan biologi.’
Kemudian, Putrasaya dalam Kajian Morfologi: Bentuk Derivasional dan Infleksional (2008:32), menyebutkan bahwa imbuhan –is memiliki makna ‘sifat atau orang’. Untuk lebih jelas, mari dilihat masing-masing makna tersebut di bawah ini.
(1) Imbuhan –is yang memiliki makna ‘sifat’. Contoh penggunaan makna ini dapat dilihat pada kata berikut:
- birokratis: ‘bersifat birokrasi’
- demokratis: ‘bersifat demokrat’
- dialogis : ‘bersifat terbuka dan komunikatif’
- diplomatis: ‘bersifat sangat hati-hati dalam mengutarakan pendapat (dengan menggunakan kata-kata atau kalimat yang samar-samar atau terselubung)’
- filantropis: ‘bersifat filantropis; berdasarkan cinta kasih terhadap sesama manusia’
(2) Imbuhan –is memiliki makna ‘orang’. Contoh penggunaannya dapat dilihat pada kata berikut:
- kulturalis : ‘orang atau kelompok masyarakat yang berpegang teguh pada kultur’
- nasionalis: ‘orang yang memperjuangkan kepentingan bangsanya’
- fatalis: ‘orang yang percaya atau menyerah saja kepada nasib’
- futuris :‘orang yang mempelajari dan memprediksi masa depan, terutama yang berkaitan dengan tren; atau orang yang menganut futurisme’
- finalis :‘orang atau tim yang mengikuti final (tentang perlombaan)’
Berdasarkan makna tersebut, terlihat bahwa imbuhan –is ialah berfungsi sebagai pembentuk adjektiva (kata sifat) dan pembentuk nomina (kata benda). Nomina adalah kategori kata dalam bahasa Indonesia yang secara sintaktis memiliki ciri: (1) tidak dapat didahului oleh adverbia negasi tidak; (2) tidak dapat didahului oleh keharusan wajib, (3) tidak dapat didahului oleh adverbia derajat agak (paling, sangat, lebih), dan (4) berpotensi didahului oleh adverbia yang menyatakan jumlah sebuah, satu, sebatang dan sebagainya, sedangkan adjektiva adalah kategori kata yang menerangkan nomina dan secara umum memiliki kemampuan bergabung dengan kata lebih dan sangat. Contohnya: sangat egois atau lebih egois.
Jika dilihat pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia V (2016), imbuhan –is adalah bentuk terikat. Sebagai bentuk terikat, imbuhan –is memiliki tanda hubung (-) di depannya. Salah satu fungsi tanda hubung (-) tersebut ialah digunakan untuk merangkai. Dengan demikian, imbuhan –is memiliki tata cara penulisan yang sama dengan penulisan sufiks/akhiran dan kata ganti –ku, -mu, dan –nya dalam bahasa Indonesia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia V (2016), Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mendefinisikan bahawa imbuhan –is adalah berfungsi: 1) ‘sufiks pembentuk adjektiva’, 2) ‘sufiks pembentuk nomina’. Sufiks diartikan imbuhan (afiks) yang ditambahkan pada bagian belakang kata dasar. Imbuhan –is berfungsi sebagai pembentuk adjektiva memiliki makna ‘berkaitan dengan.’ Contoh penggunaan makna ini dapat dilihat pada kata audiologis ‘berkaitan dengan audiologi’, predatoris ‘berkaitan dengan predator’, dan anikonis ‘berkaitan dengan simbol atau lambang yang secara tidak langsung menimbulkan pertalian dengan sesuatu yang dilambangkannya.’
Sementara itu, imbuhan –is yang berfungsi sebagai pembentuk nomina memiliki makna ‘orang yang bergerak atau ahli dalam’. Contoh makna ini dapat diihat pada kata kartunis ‘ahli menggambar kartun’, linguis ‘ahli lingustik’, kosmetologis ‘ahli kosmetik’, dan akupunkturis ‘ahli pengobatan tusuk jarum.’
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa imbuhan –is sebagai imbuhan serapan dalam bahasa Indonesia memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai pembentuk nomina (kata benda) dan pembentuk adjektiva (kata sifat). Di samping itu, imbuhan –is juga memiliki tiga makna, di antaranya makna ‘sifat atau orang’, makna ‘berkaitan dengan’, dan makna ‘orang yang bergerak atau ahli dalam’. Semoga bermanfaat dan mencarahkan pembaca.
Tentang Penulis:
Yori Leo Saputra dilahirkan di Pale pada 3 Agustus 1999. Ia beralamat di Pale, Koto VIII Pelangai, Kec. Ranah Pesisir, Kab. Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Ia adalah alumnus S-1 Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas. Ia memiliki hobi membaca, menulis, memotret, dan berolaraga dan aktif menulis tulisan tentang kebahasaan.
Discussion about this post