Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id)
Wah, sudah tahun baru lagi, nih! Omong-omong, daftar resolusi tahun kemarin tercentang berapa? Semuanya? Sebagian saja? Atau justru tidak ada sama sekali? Kalau tidak, pasti ada rasa sedih dan kecewanya gitu, kan? Lalu merasa diri menjadi si paling tidak beruntung. Eh tapi, perasaan-perasaan serupa itu baiknya disudahi. Biarkan ia tinggal dan menetap dengan 2022 saja.
Mungkin, tahun lalu berjalan dengan sangat baik bagi sebagian orang, tetapi belum tentu bagi yang lain. Meskipun begitu, saya ingin menanggapinya dengan kata-kata pamungkas penyanyi dan penulis idola saya, Reda Gaudiamo. Sambil menepuk-nepuk diri sendiri, mari katakan, “Nggak apa-apa!”.
Meski tahun lalu terasa agak sulit, tetapi bila dibawa bermenung sedikit, pasti ada hal-hal baik yang terjadi, pasti ada capaian-capaian kecil yang digapai. Bukankah begitu? Setelah memantau media sosial, tidak sedikit orang-orang berharap 2023 mereka berjalan dengan lebih baik. Ada harapan agar dilimpahi lebih banyak kebaikan dan beragam hal yang menyenangkan.
Selain berharap, kedua hal itu sebetulnya juga bisa kita berikan untuk orang lain. Tentu, dimulai dari tindakan-tindakan kecil, misalnya berhenti berkomentar soal fisik ketika berjumpa seseorang, tidak memberi nasihat bila tidak diminta, lebih banyak mendengar, dan mungucapkan ‘permisi’, ‘tolong’, dan ‘terima kasih’.
Sepertinya tindakan kecil seperti itu bisa masuk dalam daftar resolusi dan diterapkan secara konsisten. Tindakan-tindakan kecil itu memang tidak terlihat berdampak, tetapi bila dilakukan terus-menerus, barulah dampaknya terlihat dan terasa.
Harapan yang lebih banyak untuk kebaikan beserta hal yang menyenangkan akan berlangsung secara timbal balik. Kita tidak hanya sekadar mengharapkan, tetapi juga melakukannya. Kita tidak hanya menerima kebaikan, tetapi juga memberikannya.
Eh tetapi, tindakan baik untuk diri sendiri jangan sampai lupa, ya! Misalnya, memberi apresiasi pada diri ketika selesai mengerjakan sesuatu. Ketika gagal, juga sebisa mungkin tidak mengutuki diri. Introspeksi dan menoleh ke belakang untuk mengamati letak kesalahan dan kekurangan sepertinya jauh lebih baik.
Salah satu introspeksi yang harus saya lakukan ialah dalam menulis Renyah ini. Sejauh ini, saya merasa masih menulis dengan payah. Sebetulnya, saya punya keinginan untuk membuat tulisan dengan gaya menulis tertentu. Gaya itu ada di kepala saya, tetapi dalam penerapannya saya selalu gagal dan gagal. Mungkin, kegagalan ini beriringan dengan bertambah malasnya saya membaca. Di tahun ini, saya hanya menamatkan beberapa buku, sedangkan ada lebih banyak buku yang tidak selesai saya baca.
Bentuk-bentuk kemalasan itulah salah satu hal yang tidak mau saya ajak ke tahun 2023 meskipun ia tampaknya sangat ingin ikut. Untuk yang sudah-sudah, saya mau mengatakan kembali kata pamungkas dari penyanyi dan penulis idola saya, “Gak apa-apa!” Selanjutnya, saya juga mengutip salah satu lagu kesukaan sepanjang masa, “Sudahlah, lupakan saja. Semua yang telah terjadi pada hari (tahun) ini!” (Mocca, “Teman Sejati”).
Untuk ke depannya, ada rutinitas yang patut dilakukan. Seperti lirik lagu pula, “Cuci kakimu, sebelum kau tidur. Ambil secarik kertas, tuliskan mimpimu. Menjadi apa pun yang kau inginkan. Karena mimpi takkan berlari” (Endah N Rhesa, “Mimpi Takkan Berlari”). Wah, tiba-tiba saya merasakan semangat usia 17 tahun kembali.