Tahun 2022 baru saja usai tadi malam. Ribuan orang menyaksikan kembang api di berbagai sudut kota. Selain kembang api, ada satu hal yang juga dicari masyarakat di antara desakan orang-orang pada malam tahun baru, yaitu makanan cepat saji. Aneka makanan cepat saji dijual di pinggir jalan atau di sepanjang jalan orang-orang yang menyaksikan kembang api. Di antara makanan cepat saji tersebut ada kebab, sandwich, pizza, burger, salad, ramen, waffle, dimsum, odeng, dan ttokpokki. Makanan tersebut berasal dari luar negeri, seperti Italia, Jepang, dan Korea.
Di antara makanan cepat saji tersebut, ada juga makanan Indonesia, seperti bakso tusuk, bakso bakar, mie ayam, jagung bakar, pisang bakar, dan indomie. Namun, yang menarik perhatian masyarakat adalah kehadiran makanan yang dulu populer pada 1980-an atau 1990-an. Makanan ini kembali muncul seiring kehadiran istilah makanan jadul. Kehadiran makanan jadul menjadi cerminan bahwa pengguna bahasa Indonesia merindukan makanan yang diolah secara tradisional pada masa lampau. Di antara makanan jadul tersebut, ada mie lidi, rambut nenek, es gabus, kue jaring laba-laba, roti sisir, kue pukis, cimol kopong, telur gulung, cilok, kue leker, martabak manis, gulali cetak (bentuk bunga atau hewan), gulali sutra, dan gulali permen kapas.
Kata jadul pada makanan jadul sebenarnya bukan kata baru. Kata ini sudah lama dipakai oleh pengguna bahasa Indonesia, tetapi kata jadul baru dimasukkan sebagai sebuah kata pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Daring. Dalam KBBI cetak yang terbit sejak 1988 s.d. 2018 (KBBI Edisi I, KBBI Edisi II, KBBI Edisi III, KBBI Edisi IV, dan KBBI Edisi V), kata jadul belum masuk sebagai lema. Jadul merupakan kata yang dibentuk melalui akronim jaman dahulu. Kata jaman merupakan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia. Kata bakunya adalah zaman. Namun, tidak seorang pun pengguna bahasa Indonesia menggunakan kata zaman dahulu atau zadul. Meskipun demikian, kepopuleran kata jadul ini menjadi penanda bahwa bahasa Indonesia berkembang melalui cara baru.
Dalam bahasa Indonesia, hampir setiap saat muncul kata-kata baru. Dahulu kata-kata baru berasal dari bahasa daerah dan bahasa asing (Badudu, 1984, 1986, 1995; Macdonal & Darjowidjojo, 1967). Kini kata-kata baru semakin banyak muncul melalui proses akronim. Dalam KBBI, akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar (misalnya ponsel telepon seluler, sembako sembilan bahan pokok, dan Kemendikbud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).
Selain ponsel, sembako, dan Kemendikbud, juga ada sejumlah kata baru yang terbentuk melalui akronim, yaitu tilang ‘bukti pelanggaran’, berdikari ‘berdiri di atas kaki sendiri’, biduk ‘pembinaan penduduk’, bimas ‘bimbingan masal’, dirjen ‘direktur jenderal’, dirut ‘direktur utama’, Dolog ‘depot logistik’, gerpol ‘gerilya politik’, hansip ‘pasukan pertahanan sipil’, juklak ‘petunjuk pelaksanaan’, jurkam ‘juru kampanye’, jurpen ‘juru penerang’, moko ‘mobil toko’, pos-el ‘pos elektronik’, pramuka ‘Praja Muda Karana’, rubanah ‘ruang bawah tanah’, rudal ‘peluru kendali’, satpam ‘satuan pengaman’, dan warnet ‘warung internet’.
Kata-kata tersebut terbentuk melalui pengekalan huruf atau suku kata pada masing-masing kata. Pengekalan tersebut diambil dari kata baku yang membentuknya. Sementara itu, kata jadul terbentuk melalui pengekalan kata tidak baku, yaitu jaman. Dalam KBBI, kata jaman dilabeli sebagai kata tidak baku dari zaman. Namun, pengguna bahasa Indonesia justru menggunakan jadul daripada zadul.
Jika dicermati lagi, dapat dilihat bahwa kehadiran kata jadul dalam bahasa Indonesia sebenarnya tidak murni dari akronim, tetapi cenderung dipengaruhi oleh kepopuleran kata tersebut di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat akrab dengan kata jadul dan digunakan secara aktif dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjukkan sesuatu yang berasal dari masa lampau. Karena belum ada dalam KBBI, kata jadul ini pun diserap dan dianggap sebagai sebuah kata dengan makna ‘zaman dahulu’. Dalam KBBI, kehadiran kata baru memang semakin beragam. Kata baru tidak hanya diserap dari bahasa daerah dan bahasa asing, tetapi juga dibentuk dari proses kreatif, serta konteks sosial dan budaya pengguna bahasa Indonesia.
Kehadiran kata jadul pada makanan jadul setidaknya memberi kesadaran kepada kita bahwa Indonesia memiliki sejumlah makanan khas. Makanan tersebut layak dinikmati sebagai makanan sehari-hari. Di samping pada malam tahun baru, makanan jadul ini bisa dinikmati sebagai jajanan sore hari; jajanan pada bazar-bazar tertentu, seperti pasar seni, pasar rakyat, pasar malam, dan juga pasar kaget pada hari Minggu; serta menjadi oleh-oleh untuk wisatawan daerah dan wisatawan asing. Makanan jadul menjadi titik balik bagi kita untuk kembali mencintai makanan Indonesia.